Pendidikan

Kandungan Sodium Dehydroacetate Dalam Roti, Pakar Farmakokimia ITB Ungkap Dampaknya

Belakangan ini, perhatian publik tertuju pada pernyataan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tentang kandungan bahan pengawet dalam dua merek produk roti yang banyak dikonsumsi. Dalam pengumumannya, BPOM menyebutkan bahwa salah satu merek tersebut mengandung natrium dehidroasetat, yang dikenal dengan istilah sodium dehydroacetate (SDHA). Temuan ini tentu menjadi sorotan, terutama bagi konsumen yang memperhatikan keamanan makanan yang mereka konsumsi.

Natrium dehidroasetat, atau sodium dehydroacetate, adalah garam natrium dari asam dehidroasetat. Senyawa ini berfungsi untuk menghambat enzim penting bagi mikroorganisme, sehingga dapat mencegah pengembangan mikroba yang berpotensi merusak produk pangan. Walaupun sering digunakan sebagai bahan pengawet di kosmetik dan produk farmasi, konsumsi dalam produk makanan menjadi masalah karena adanya peraturan ketat mengenai penggunaannya. Berdasarkan regulasi di Indonesia, sodium dehydroacetate hanya diizinkan untuk digunakan pada produk kosmetik, bukan pada pangan. Hal ini sejalan dengan standar internasional di mana penggunaan sodium dehydroacetate sebagai pengawet makanan tidak direkomendasikan.

Menanggapi isu ini, Prof. Dr. rer. nat. Rahmana Emran Kartasasmita, M.Si., seorang Guru Besar di Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung (ITB), menekankan pentingnya verifikasi terhadap sampel yang diuji. Ia mengatakan bahwa perlu dipastikan apakah sampel roti yang diuji oleh BPOM dan laboratorium pengujian independen berasal dari tanggal produksi yang sama. Perbedaan tanggal produksi bisa menyebabkan perbedaan komposisi produk, meskipun berasal dari merek yang sama. "Apabila sampel identik, selanjutnya harus dilakukan analisis terkait metode uji yang digunakan serta teknik pengolahan dan interpretasi data," ujarnya.

Bahaya dari Sodium Dehydroacetate tidak hanya berdasarkan hasil pengujian laboratorium, tetapi juga harus melalui evaluasi keamanan oleh badan internasional. Menurut Rahmana, JECFA (The Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives) hingga saat ini belum memberikan pernyataan resmi mengenai keamanan sodium dehydroacetate sebagai pengawet pangan. Hal ini menandakan bahwa produk pangan yang mengandung senyawa tersebut tidak dapat dianggap aman. Oleh karena itu, ketentuan mengenai batas penggunaan senyawa yang telah direkomendasikan sebagai bahan tambahan pangan menjadi sangat penting.

Prof. Rahmana menjelaskan lebih jauh mengenai pengawetan makanan. Roti kemasan, misalnya, dapat bertahan hingga tiga bulan, sedangkan roti buatan rumah hanya dapat bertahan selama tiga hari. Proses pengawetan ini biasanya didukung oleh teknologi seperti pengemasan yang baik, penggunaan desiccant, kemasan vakum, atau penggunaan gas inert seperti nitrogen. Meski demikian, konsumen tetap perlu memperhatikan tanggal kedaluwarsa setiap produk pangan yang mereka beli untuk menghindari risiko kesehatan akibat mengonsumsi produk yang telah melewati batas kedaluwarsa.

Pernyataan BPOM mengenai kandungan natrium dehidroasetat dalam produk roti yang populer di masyarakat ini tentunya memicu diskusi lebih lanjut di kalangan konsumen dan industri terkait pentingnya transparansi dalam pelabelan bahan makanan. Di era di mana informasi dan kesadaran akan kesehatan semakin meningkat, konsumen kini lebih rewel terhadap apa yang mereka konsumsi. Mereka berhak mendapatkan informasi yang akurat dan jelas mengenai bahan-bahan yang terkandung dalam produk yang mereka pilih.

Kegiatan komunikasi antar lembaga terkait, seperti BPOM, produsen, dan konsumen, perlu ditingkatkan untuk mendorong pengetahuan yang lebih mendalam tentang bahan makanan. Selain itu, penting bagi produsen untuk mematuhi regulasi yang ada guna menjaga kepercayaan konsumen. Apabila terjadi pelanggaran, produsen harus siap menghadapi konsekuensi yang tidak hanya merugikan reputasi mereka tetapi juga mengancam kesehatan masyarakat.

Di sisi lain, para ahli juga mendesak perlunya pengawasan yang lebih ketat terhadap penggunaan bahan pengawet dalam produk makanan. Hal ini diharapkan dapat mencegah munculnya bahan berbahaya di pasar yang dapat membahayakan kesehatan konsumen. Selain itu, edukasi kepada masyarakat tentang bahaya senyawa kimia dalam makanan sangat diperlukan untuk memperkuat ketahanan konsumen dalam memilih produk pangan yang aman dan berkualitas.

Masyarakat diimbau untuk selalu berwaspada dan tidak ragu untuk menanyakan rincian lebih lanjut tentang produk yang akan dibeli, terutama terkait dengan pengawet dan bahan tambahan. Dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya memilih pangan yang sehat dan aman, diharapkan konsumen dapat berkontribusi dalam menciptakan pasar yang lebih sehat dan transparan. Sebagai langkah awal, pemilihan produk yang memiliki baud label jelas, tidak mengandung bahan berbahaya, dan mematuhi semua regulasi tentang keamanan pangan menjadi tanggung jawab bersama antara konsumen dan produsen.

Dalam situasi di mana kepercayaan masyarakat terhadap produk pangan dapat terguncang, penting untuk mendalami sumber informasi dan merujuk pada badan resmi seperti BPOM untuk mendapatkan klarifikasi mengenai isu ini. Langkah tersebut diharapkan dapat berujung pada kebijakan yang lebih baik dan penegakan hukum yang lebih ketat bagi produsen yang melanggar batasan yang telah ditetapkan. Keamanan pangan adalah tanggung jawab bersama dan aspek yang tidak dapat diabaikan dalam kesehatan masyarakat.

Redaksi Ilmiah

Ilmiah merupakan situs media online yang menyajikan berita dan informasi terbaru di Indonesia yang paling update.
Back to top button