Pendidikan

Jutaan Udang Naik ke Permukaan di Gorontalo, Ini Penjelasan Ahli Tentang Fenomena Tersebut

Jutaan udang kecil yang muncul ke permukaan di kawasan muara Sungai Taludaa, Gorontalo, baru-baru ini mencuri perhatian publik. Fenomena yang terjadi di sepanjang tanggul tersebut dihubungkan dengan kekhawatiran akan potensi terjadinya gempa megathrust. Namun, kalangan ilmuwan, termasuk dosen Ilmu Kelautan Universitas Sriwijaya, Fauziyah, menegaskan bahwa fenomena ini tidak dapat langsung dikaitkan dengan ancaman gempa.

Kekhawatiran akan gempa megathrust ini muncul setelah terjadinya gempa besar berkekuatan 7,1 Skala Richter (SR) yang mengguncang Pulai Kyushu, Jepang pada 8 Agustus 2024. Peristiwa tersebut memicu perhatian dalam aspek geologis, terutama terkait dengan daerah rawan gempa di wilayah Indonesia yang juga menjadi jalur megathrust. Namun, Fauziyah menjelaskan bahwa munculnya gerombolan jutaan udang ini lebih terkait dengan faktor migrasi yang bersifat tahunan.

Menurutnya, fenomena migrasi udang biasanya terjadi secara periodik dan bukan merupakan reaksi terhadap peristiwa geologis seperti gempa. "Tahun lalu pun terjadi migrasi yang sama di Gorontalo," ungkap Fauziyah kepada Medcom.id, menggarisbawahi bahwa kebiasaan migrasi hewan laut ini sangat dipengaruhi oleh parameter lingkungan. Udang adalah hewan yang sangat sensitif terhadap perubahan mendadak dalam parameter lingkungan, seperti suhu dan salinitas air.

Fauziyah mencatat, meskipun tahun lalu migrasi terjadi pada malam hari, tahun ini migrasi berlangsung pada siang hari, sehingga lebih terlihat oleh masyarakat. Dia menurunkan kemungkinan adanya hubungan antara fenomena ini dengan potensi gempa, meskipun wilayah Sulawesi dikenal sebagai jalur aktif megathrust. Hal ini menegaskan pentingnya pemahaman yang tepat terhadap keanekaragaman perilaku hewan laut dan bagaimana faktor lingkungan berperan dalam migrasi mereka.

Sebelum fenomena di Gorontalo ini, Dinas Meteorologi Jepang sebelumnya telah mengeluarkan peringatan terkait kemungkinan adanya gempa megathrust lanjutan yang dapat menghantam Jepang, setelah gempa 7,1 magnitudo di zona subduksi Nankai berujung pada tsunami setinggi 31 cm. Peristiwa ini menyadarkan banyak pihak akan potensi risiko seismik yang ada, termasuk di Indonesia, yang terletak di kawasan rawan gempa. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Indonesia sempat memberikan pernyataan mengkhawatirkan akan kemungkinan terjadinya gempa megathrust di wilayah Selat Sunda serta Mentawai-Siberut.

Namun, Kepala Pusat BMKG, Daryono, kemudian memberikan klarifikasi melalui media sosial untuk meredakan ketegangan. Dalam pernyataannya, Daryono jelas menekankan bahwa pihaknya tidak bisa memprediksi dengan akurat kapan gempa akan terjadi. "Kami katakan ‘menunggu waktu’ karena segmen-segmen sumber gempa di sekitarnya sudah release, tinggal segmen tersebut yang belum lepas," tulisnya di akun media sosial. Pernyataan ini menjadi penting agar masyarakat tak terjebak dalam ketakutan yang tidak beralasan.

Munculnya jutaan udang ke permukaan bukan hanya menunjukkan dinamika alami yang ada di perairan, tetapi juga membuka diskusi lebih luas tentang berbagai faktor yang mempengaruhi perilaku kehidupan laut. Proses migrasi hewan laut, seperti udang, sering kali dipengaruhi oleh perubahan fisiologis yang tidak bisa dianggap sepele. Perubahan suhu air, salinitas, dan faktor lain yang bersifat lingkungan kadang-kadang dapat menyebabkan udang bergerak ke tempat yang lebih nyaman atau lebih cocok untuk bertelur dan berkembang biak.

Kejadian ini menjadi pengingat bahwa walaupun isu seismik selalu menjadi topik hangat di Indonesia, fenomena alam yang terlihat di permukaan tidak semestinya langsung dikaitkan dengan gejala geologis yang lebih besar. Memahami siklus hidup hewan dan perilaku ekologis lainnya memerlukan pendekatan holistik yang mempertimbangkan tidak hanya kejadian-kejadian besar seperti gempa, tetapi juga interaksi yang lebih halus antara spesies dengan lingkungan mereka.

Dibandingkan dengan ketakutan akan potensi gempa, kejadian munculnya jutaan udang ini dapat diantisipasi dan dipahami sebagai bagian dari ekosistem. Saling menghormati antara pengetahuan ilmiah dan kebijaksanaan lokal menjadi semakin penting saat berbicara tentang interaksi manusia dengan alam. Edukasi dan peningkatan kesadaran masyarakat mengenai fenomena alam dapat membawa dampak positif bagi perlakuan terhadap lingkungan serta pemahaman yang lebih baik mengenai kehidupan laut.

Bagi masyarakat di Gorontalo, fenomena ini menjadi kesempatan untuk mempelajari lebih dalam tentang lingkungan sekitar mereka. Kejadian kemunculan jutaan udang bisa menjadi bagian dari upaya konservasi dan pemahaman tentang pentingnya menjaga ekosistem perairan. Dengan mengedukasi publik, masyarakat diharapkan dapat lebih peka dan responsif terhadap perubahan yang terjadi di lingkungan mereka, tanpa terjebak dalam kekhawatiran yang berbasis pada asumsi yang belum terbukti.

Menghadapi masa depan yang penuh dengan ketidakpastian geologis dan perubahan iklim, masyarakat dan ilmuwan perlu bekerja sama untuk memahami dan mengatasi tantangan yang ada. Ini bukan hanya tentang mengantisipasi gempa tetapi juga tentang memahami kehidupan laut dan menjaga keberlanjutan ekosistem yang berada di balik setiap fenomena yang terjadi. Fenomena udang di Gorontalo ini adalah pengingat bahwa alam memiliki cara tersendiri untuk memberi sinyal, dan penting bagi kita untuk memperhatikan dan memahami sinyal tersebut.

Redaksi Ilmiah

Ilmiah merupakan situs media online yang menyajikan berita dan informasi terbaru di Indonesia yang paling update.
Back to top button