Dunia

Jurnalis Ditinggal, Kamala Harris Fokus Pada Influencer untuk Strategi Kampanye 2024

Dalam upaya mempersiapkan kampanye pemilihan presiden AS yang akan datang, Wakil Presiden Kamala Harris telah mengambil langkah yang cukup kontroversial dengan memilih untuk menggandeng influencer daripada jurnalis tradisional. Di Chicago, Harris merilis serangkaian wawancara yang tidak melibatkan satu pun jurnalis dari lebih 15.000 yang terdaftar di kota tersebut, mendorong beberapa kalangan untuk mempertanyakan strategi komunikasi kampanyenya.

Menggandeng Influencer Sebagai Strategi Utama
Tim kampanye Harris menjelaskan bahwa kolaborasi dengan influencer bertujuan untuk lebih menjangkau masyarakat Amerika, terutama pemilih muda. Ini sejalan dengan pergeseran cara orang mengonsumsi informasi saat ini. "Anda harus bertemu langsung dengan para pemilih di mana pun mereka berada,” kata komedian Alex Pearlman, yang memiliki 2,7 juta pengikut di TikTok. Menurutnya, para pemilih kini lebih banyak menghabiskan waktu mereka di ponsel, baik saat beristirahat atau dalam perjalanan.

Activitas kampanye dilakukan di Konvensi Nasional Partai Demokrat dan terlihat adanya ‘ruang tunggu kreator’, yang dirancang khusus untuk influencer. Ruang tersebut dilengkapi dengan cermin dan ring light untuk siaran langsung, serta fasilitas pengisian daya, mencerminkan betapa seriusnya Harris dalam memanfaatkan kekuatan media sosial.

Keterlibatan Beragam Influencer
Di antara para influencer yang terlibat, terdapat individu-individu yang telah lama aktif di arena politik. Misalnya, Carlos Eduardo Espina, yang fokus pada isu imigrasi, dan Olivia Julianna, yang berkampanye untuk hak-hak reproduksi. Namun, keterlibatan influencer juga mencakup berbagai bidang seperti kecantikan, olahraga, dan kuliner, menunjukkan bahwa kampanye Harris berusaha menjangkau audiens yang lebih luas.

Langkah ini tentunya menawarkan pendekatan baru dalam politik, di mana interaksi dengan pemilih dilakukan melalui platform di mana mereka lebih aktif. Hal ini juga sejalan dengan tren yang terlihat di kalangan pemilih muda yang lebih cenderung terhubung dengan tokoh-tokoh publik lewat media sosial ketimbang melalui saluran media tradisional.

Dampak Terhadap Jurnalis
Keputusan untuk meninggalkan jurnalis dalam acara kampanye ini mendapatkan kritik dari beberapa kalangan. Banyak yang berpendapat bahwa mengandalkan influencer dapat mengurangi kedalaman dan kualitas wawancara yang biasanya dilakukan oleh jurnalis. Jurnalis tidak hanya memberikan berita, tetapi juga konteks dan analisis yang mendalam, yang bisa hilang dalam konten singkat yang disajikan oleh influencer.

Sementara influencer memiliki daya tarik untuk menjangkau audiens yang lebih luas, skeptisisme muncul tentang apakah mereka dapat menyampaikan informasi secara objektif. Hal ini menjadi dilema, karena banyak influencer memiliki kecenderungan untuk mempertahankan sudut pandang politik tertentu yang bisa mempengaruhi cara mereka membahas isu.

Kritik terhadap Strategi Komunikasi
Strategi Harris ini bukan tanpa tantangan. Kritikus mencatat bahwa dengan menghindari jurnalis, kampanye bisa berisiko kehilangan platform untuk diskusi yang lebih substansial tentang isu-isu penting negara. Mengombinasikan wawancara dengan influencer dan media tradisional seharusnya memberikan keseimbangan yang lebih baik dan meningkatkan transparansi di dalam kampanye. Namun, menghilangkan jurnalis dari ekosistem tersebut bisa menghasilkan persepsi bahwa Harris menghindari pertanyaan sulit dari media dan lebih memilih untuk bekerja dalam ruang yang lebih terkontrol.

Perlu dicatat bahwa gambaran yang dibentuk di media sosial sering kali berusaha untuk menyajikan sisi terbaik dari seorang kandidat. Dengan demikian, ada kekhawatiran bahwa pendekatan ini dapat menghasilkan citra yang kurang akurat tentang karakter dan kebijakan yang sebenarnya dijunjung oleh Harris.

Arah Politik yang Berubah
Strategi Kamala Harris mengindikasikan pergeseran besar dalam cara politik dijalankan di Amerika Serikat. Dengan semakin banyak kandidat yang menyadari bahwa pemilih muda adalah kunci untuk memenangkan pemilu, pentingnya kehadiran di media sosial tidak dapat disangsikan. Namun, hal ini juga menunjukkan tantangan nyata bagi jurnalis yang mungkin merasa terpinggirkan dalam proses tersebut.

Ke depan, penting untuk mengamati bagaimana strategi komunikasi ini berdampak pada persepsi publik terhadap kandidat, termasuk kesuksesannya dalam mobilisasi pemilih muda. Tak bisa dipungkiri bahwa era digital telah mengubah lanskap politik dan cara informasi disebarkan. Dalam konteks ini, Harris menjawab tantangan zaman dengan menyesuaikan pendekatannya, meskipun langkah tersebut menimbulkan sejumlah kritik yang berpotensi membentuk bagaimana ia dipersepsikan dalam pemilu mendatang.

Kesimpulan
Dengan mengandalkan kekuatan influencer, Kamala Harris menunjukkan pendekatan yang inovatif dalam kampanye politiknya. Namun, strategi ini juga membuka perdebatan tentang peran media tradisional dalam dunia politik modern. Navigasi antara memanfaatkan media sosial dan memberikan ruang bagi analisis mendalam dari jurnalis akan menjadi tantangan yang harus dihadapi oleh para calon presiden dalam arena pemilihan yang semakin kompetitif ini.

Redaksi Ilmiah

Ilmiah merupakan situs media online yang menyajikan berita dan informasi terbaru di Indonesia yang paling update.

Artikel Terkait

Back to top button