Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji mengungkapkan bahwa kekerasan di sekolah masih menjadi masalah serius di Indonesia. Dalam sebuah diskusi publik yang berlangsung pada 22 Oktober 2022, Ubaid mengungkapkan bahwa sepanjang tahun 2024, JPPI telah mencatat 293 kasus kekerasan di sekolah. Angka ini menunjukkan bahwa masalah ini tidak hanya berlanjut, tetapi juga semakin mengkhawatirkan.
Ubaid menjelaskan bahwa dari total kasus yang tercatat, 42 persen merupakan kasus kekerasan seksual. Menurutnya, situasi ini menunjukkan bahwa tidak ada tren penurunan terkait kekerasan di sekolah. Faktanya, laporan yang ada mencerminkan kenyataan bahwa problematika kekerasan di lingkungan pendidikan justru semakin memburuk.
Salah satu faktor yang menyulitkan penanganan masalah ini, menurut Ubaid, adalah kurangnya keseriusan pemerintah dalam menangani kekerasan di sekolah. Ia menekankan bahwa pemerintah belum pernah secara serius menangani masalah kekerasan di sekolah. Hal ini berimplikasi pada absennya sistem yang efektif untuk mencegah kekerasan. "Sistem pencegahan kekerasan ini tidak pernah dilakukan secara serius. Satgas pun tidak berjalan dengan baik, dan tidak cukup dengan satgas-satgas saja," ungkapnya.
Ubaid juga menunjukkan bahwa sistem yang ada saat ini tidak mampu mendeteksi kasus-kasus kekerasan secara efektif. Tidak adanya alur yang jelas dalam penanganan kasus kekerasan di sekolah menjadi salah satu kendala utama dalam mengatasi permasalahan ini. "Apalagi selama ini kasus terjadi karena ada relasi kuasa di sekolah, kegiatan sekolah yang tertutup, dan sebagainya," terang Ubaid.
Kekerasan di sekolah mencakup berbagai bentuk, mulai dari kekerasan fisik, psikologis, hingga kekerasan seksual. Fenomena ini tidak hanya merugikan korban, tetapi juga berdampak pada kualitas pendidikan secara keseluruhan. Ketakutan akan kekerasan dapat mengganggu konsentrasi belajar siswa, sehingga menyulitkan mereka untuk meraih prestasi akademik yang baik. Dalam konteks ini, adalah penting untuk menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan kondusif.
Laporan JPPI ini menambah daftar panjang laporan mengenai kekerasan di sekolah. Dalam beberapa tahun terakhir, perhatian media dan masyarakat terhadap kekerasan di lingkungan pendidikan semakin meningkat. Namun, meskipun banyaknya laporan dan seruan yang diajukan, tampaknya strategi penanganan yang ada belum memadai.
Berdasarkan data yang dihimpun, kasus kekerasan seksual menjadi perhatian khusus. Hal ini menyiratkan bahwa perlindungan terhadap anak-anak di lingkungan sekolah masih sangat lemah. Ubaid menambahkan bahwa tanpa tindakan konkret dari pemerintah dan pihak terkait, situasi ini tidak mungkin membaik.
Dalam diskusi tersebut, Ubaid juga menggarisbawahi pentingnya pendidikan karakter dan sikap empati di sekolah sebagai langkah pencegahan. Pendidikan yang mengedepankan nilai-nilai humanis diharapkan dapat membentuk karakter siswa yang lebih baik, sehingga mereka dapat saling menghargai dan menghormati satu sama lain. Kegiatan seperti pelatihan bagi guru, sesi diskusi, maupun program bimbingan bagi siswa perlu digalakkan.
Selain itu, perlu dilakukan penyediaan sarana dan prasarana yang lebih baik untuk mendukung upaya pencegahan kekerasan. Fasilitas pelaporan yang aman dan rahasia juga sangat dibutuhkan agar siswa dapat melaporkan tindakan kekerasan tanpa merasa tertekan atau takut akan konsekuensi yang dihadapi.
Keterlibatan orang tua dan masyarakat sekitar juga tidak kalah penting. Terkadang, kekerasan di sekolah berakar dari perilaku yang ditunjukkan oleh orang dewasa di sekitar anak-anak. Oleh karena itu, edukasi dan sosialisasi mengenai bagaimana mendeteksi dan mencegah kekerasan harus melibatkan semua elemen masyarakat.
Ubaid mengajak semua pihak untuk bersama-sama berupaya mengatasi masalah kekerasan di sekolah. Pendidikan yang aman dan bebas dari kekerasan adalah hak setiap siswa. Kesadaran kolektif masyarakat dalam menjaga lingkungan pendidikan yang aman sangat diperlukan untuk menciptakan suasana belajar yang nyaman dan kondusif.
Menanggapi laporan JPPI tersebut, diharapkan pemerintah akan mengambil langkah nyata untuk memperbaiki sistem yang ada. Tindakan tegas, mulai dari pembuatan kebijakan yang lebih baik hingga implementasi program-program pencegahan, harus menjadi prioritas untuk merespons isu kekerasan di sekolah.
Kekerasan di sekolah bukan hanya masalah individu, melainkan masalah yang melibatkan banyak pihak: pemerintah, pendidik, orang tua, dan siswa itu sendiri. Upaya bersama harus dilakukan untuk menghasilkan solusi yang efektif. Tanpa adanya tindakan nyata, angka kekerasan di sekolah dipastikan tidak akan menurun.
Kita sama-sama berharap agar keadaan ini segera diperbaiki demi masa depan pendidikan yang lebih baik di Indonesia. Dengan perhatian dan tindakan yang tepat, bukanlah hal yang mustahil untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman dan nyaman bagi semua siswa.