Pendidikan

Jimly Asshiddiqie: Biaya Pendidikan Punca Utama Inflasi Perlu Diperhatikan

Di tengah sorotan yang tajam terhadap kebijakan pendidikan di Indonesia, Jimly Asshiddiqie, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, memberikan tanggapan terkait isu biaya pendidikan yang kian meningkat, yang dinilai sebagai salah satu penyumbang utama inflasi. Dalam sebuah diskusi yang bertajuk "Menggugat Kebijakan Pendidikan" yang berlangsung pada hari Sabtu, 7 September 2024, di Jakarta, Jimly menegaskan pentingnya mengoptimalkan anggaran pendidikan untuk menekan biaya yang harus dibebankan kepada masyarakat.

Tingginya biaya pendidikan di Indonesia menjadi sorotan setelah Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data yang menunjukkan bahwa biaya pendidikan berkontribusi besar terhadap inflasi pada Agustus 2024. Menurut Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, inflasi tertinggi ditemukan pada biaya sekolah dasar yang mencapai 1,59 persen, diikuti oleh sekolah menengah pertama dengan 0,78 persen dan perguruan tinggi dengan 0,46 persen. Kasus di Jakarta menjadi sangat mencolok, di mana banyak lembaga pendidikan menaikkan biaya iuran, sehingga memperburuk gejala inflasi pada sektor ini.

Jimly menyatakan, “Intinya itu karena biaya yang dibebankan. Kalau sekolahnya gratis, kan enggak ada inflasi.” Pernyataan tersebut menggambarkan secara jelas hubungan antara biaya pendidikan yang tinggi dengan kondisi inflasi yang melanda masyarakat. Ia mengusulkan agar pemerintah mengalokasikan 20 persen dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) untuk sektor pendidikan secara optimal, khususnya untuk hal-hal yang benar-benar penting.

Beliau menekankan perlunya revolusi kebijakan anggaran, bukan sekadar reformasi. “Apa yang kita perlukan adalah revolusi kebijakan anggarannya, bukan hanya reformasi anggaran," ujar Jimly. Ini menunjukkan bahwa perubahan mendasar dalam cara anggaran pendidikan dikelola sangatlah penting untuk menciptakan sistem pendidikan yang lebih baik dan terjangkau.

Lebih lanjut, ia mengingatkan bahawa penting bagi anggaran pendidikan untuk diatur dengan ketat agar hanya mencakup pengeluaran yang esensial, sekaligus membedakan mana yang seharusnya dibiayai melalui sumber lain seperti APBD atau corporate social responsibility (CSR). Hal ini diharapkan dapat menghindari alokasi dana yang tidak tepat sasaran, yang selama ini mengakibatkan anggaran pendidikan menjadi tergerus oleh pengeluaran tak penting.

Jimly juga menekankan perlunya fokus pada standarisasi pendidikan, termasuk dalam hal pelatihan dan peningkatan kompetensi guru dan dosen. “Anggaran harus dimaksimalkan untuk standarisasi pendidik,” tandasnya. Hal ini berfungsi untuk meningkatkan kualitas pendidikan di semua jenjang, sehingga dapat memberikan dampak positif bagi generasi masa depan.

Dalam analisis lebih lanjut, biaya pendidikan yang terus bertambah ini dapat menjadi beban bagi keluarga, terutama yang kurang mampu. Dengan tren inflasi yang meningkat, orang tua terpaksa harus mengeluarkan lebih banyak uang untuk biaya sekolah anak-anak mereka. Kenaikan iuran sekolah, terutama di jenjang pendidikan dasar dan menengah, memainkan peran signifikan dalam menambah gejala inflasi.

Dalam konteks yang lebih luas, BPS mencatat bahwa alokasi anggaran saat ini tidak selalu mencerminkan kebutuhan pendidikan yang sesungguhnya, bahkan sering kali ada pemotongan anggaran di kementerian terkait. “Jangan sampai hal yang tidak perlu dimasukkan ke anggaran Pendidikan,” lanjut Jimly, mengingatkan bahwa sebuah reformasi menyeluruh dalam pembuatan kebijakan pendidikan diperlukan agar anggaran yang ada tidak hanya sebagai angka, tetapi benar-benar berdampak bagi masyarakat.

Kenaikan biaya pendidikan di sekolah-sekolah juga berpotensi memperlebar kesenjangan pendidikan antara kelompok masyarakat yang beruntung dan yang kurang beruntung. Dalam jangka panjang, jika biaya pendidikan tidak segera ditangani, dampaknya bisa sangat merugikan, tidak hanya bagi individu tetapi juga bagi negara. Pendidikan yang berkualitas dan terjangkau harus menjadi prioritas agar semua anak di Indonesia, tanpa terkecuali, mendapatkan akses yang sama untuk belajar dan berkembang.

Dalam menghadapi tantangan ini, semua pihak, baik pemerintah, lembaga pendidikan, maupun masyarakat, dituntut untuk berkontribusi dalam menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih baik. Jimly juga mengingatkan pentingnya kerjasama dan kolaborasi antar lembaga dalam menyusun dan melaksanakan kebijakan yang berkaitan dengan pendidikan.

Kegiatan diskusi "Menggugat Kebijakan Pendidikan" di Jakarta ini mencerminkan langkah awal untuk berupaya memahami akar permasalahan yang dihadapi oleh dunia pendidikan saat ini. Diharapkan, melalui dialog dan pertukaran ide, akan muncul solusi inovatif yang dapat diterapkan dalam kebijakan pendidikan mendatang sehingga visi pendidikan yang inklusif dan berkualitas bagi seluruh anak bangsa bisa terwujud.

Dalam kondisi ekonomi yang tidak menentu, keberhasilan dalam sektor pendidikan akan sangat bergantung pada seberapa responsif kebijakan pemerintah dalam menangani masalah biaya pendidikan ini. Hanya dengan pengelolaan anggaran yang lebih baik dan terarah, serta komitmen semua pihak untuk mewujudkan pendidikan yang lebih baik, maka inflasi yang berkaitan dengan pendidikan dapat ditekan dan generasi mendatang dapat menikmati pendidikan yang layak.

Redaksi Ilmiah

Ilmiah merupakan situs media online yang menyajikan berita dan informasi terbaru di Indonesia yang paling update.
Back to top button