Dunia

Jika Kamala Harris Menang: Implikasi Besar bagi Israel dan Stabilitas Timur Tengah

Mantan Presiden Amerika Serikat, Donald J. Trump, memberikan pernyataan yang kontroversial dalam sebuah acara penggalangan dana di Las Vegas pada 5 September 2024, mengenai nasib Israel jika Kamala Harris, Wakil Presiden saat ini, memenangkan pemilu mendatang. Dalam pidatonya, Trump mengklaim bahwa keberlangsungan Israel sebagai negara dalam kondisi aman akan terancam jika Harris berhasil meraih kursi kepresidenan. "Kalian tidak akan lagi memiliki Israel… jika dia menjadi Presiden. Israel akan musnah," ungkap Trump kepada hadirin yang sebagian besar merupakan pendukung Yahudi.

Trump melanjutkan dengan menyatakan, "Kalian (orang Yahudi) akan ditelantarkan jika dia menjadi Presiden, dan saya rasa kalian harus menjelaskannya terhadap bangsa kalian. Karena mereka tidak tahu, mereka tidak tahu apa yang terjadi." Pernyataan tersebut mencerminkan upaya Trump untuk menarik perhatian pemilih Yahudi, yang merupakan segmen penting dalam pemilu AS, sekaligus mengkritik Harris dan kebijakannya yang dianggap Trump tidak pro-Israel.

Dalam pidatonya, Trump menegaskan bahwa jika ia masih menjabat sebagai presiden, konflik berkepanjangan antara Israel dan Hamas tidak akan terjadi. Ia mengambil sikap tegas dengan menyatakan rencananya untuk melarang masuknya pengungsi dari kawasan yang dilanda teror seperti Gaza, serta akan menghentikan dukungan untuk universitas yang menurutnya menyebarkan antisemitisme. "Saya tidak mengerti bagaimana ada orang yang mendukung mereka – jika kalian merupakan pendukung dan kalian adalah orang Yahudi, kalian harus memeriksa kepala kalian," tegas Trump, seraya menyerang pendukung Partai Demokrat yang dinilai tidak konsisten dalam dukungan terhadap Israel.

Di tengah pernyataan Trump, hubungan antara Presiden Joe Biden dan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, sedang dalam ketegangan. Biden dikritik oleh beberapa pihak, termasuk Trump, yang merasa Netanyahu tidak cukup berusaha untuk mencapai gencatan senjata dan penyelesaian masalah sandera dalam konflik yang telah berlangsung.

Menanggapi serangan tersebut, tim kampanye Kamala Harris segera mengeluarkan pernyataan resmi, menegaskan komitmen Harris terhadap Israel sebagai negara yang aman dan demokratis. Juru Bicara tim kampanye Harris-Walz, Morgan Finkelstein, mengatakan, "Di sisi lain, Wapres selalu jelas: dia merupakan pendukung seumur hidup untuk negara Israel sebagai negara yang aman dan demokratis untuk bangsa Yahudi." Hal ini menunjukkan bahwa Harris tidak pernah ragu untuk mendukung Israel, meskipun ia juga mengekspresikan keprihatinannya terhadap penderitaan rakyat Palestina.

Dalam konteks ini, Harris dikenal tegas mengutuk Hamas sebagai kelompok yang harus dimusnahkan. Responnya terhadap kematian Hersh Goldberg-Polin, salah satu sandera yang dibunuh oleh Hamas, pada 31 Agustus lalu, menunjukkan bahwa Harris berpihak pada Israel dalam hal keamanan. Namun, ia juga tidak menutup mata terhadap tragedi yang menimpa warga Palestina akibat konflik yang berkepanjangan. Harris menegaskan pada 26 Juli bahwa dia "tidak akan tinggal diam" menghadapi penderitaan masyarakat Palestina, menyoroti kompleksitas kebijakan luar negeri yang harus dihadapi calon presiden AS.

Kritik Trump terhadap kebijakan keamanan nasional dan hubungan luar negeri Harris semakin menghangatkan perdebatan di kalangan pemilih. Dalam keadaan seperti ini, penting untuk menyadari bahwa pemikiran dan tindakan yang diambil oleh seorang presiden berimplikasi langsung tidak hanya bagi warga Amerika, tetapi juga bagi kestabilan dan keamanan global, terutama di kawasan yang rawan konflik seperti Timur Tengah.

Ketegangan di Timur Tengah terus menjadi salah satu isu utama yang dihadapi kandidat presiden AS. Penilaian tentang bagaimana pemimpin baru akan menangani konflik Israel-Palestina di tengah meningkatkan kekerasan antara Hamas dan Israel menjadi kunci bagi pemilih yang prihatin dengan isu-isu internasional. Dalam pandangan tersebut, posisi Harris dan pendekatannya terhadap konflik ini akan menjadi fokus perhatian dalam kampanye mendatang.

Dukungan yang mengalir ke Kamala Harris dari para pemilih yang mengedepankan isu-isu hak asasi manusia, terutama dalam konteks konflik di Gaza, menjadi salah satu nuansa baru dalam pemilu yang akan datang. Popularitas Harris di kalangan pemilih yang ingin melihat resolusi damai bagi Palestina dan keberlangsungan hak-hak warga Palestina berkontribusi pada citranya sebagai sosok pemimpin yang tidak hanya memperjuangkan kepentingan Israel, tetapi juga mengakui dan mengatasi penderitaan rakyat Palestina.

Sementara itu, pemilih Yahudi terpecah dalam mendukung kandidat mereka. Beberapa di antara mereka mungkin merasa teralienasi oleh pernyataan Trump yang terlalu ekstrem, sementara yang lain mungkin merasa Harris tidak cukup tegas dalam menyikapi kebijakan keamanan yang pro-Israel. Dengan latar belakang sosial dan politik yang terus berkembang di AS, setiap pernyataan dan tindakan calon presiden dapat berpengaruh besar terhadap arah kebijakan luar negeri yang akan diambil jika terpilih nanti.

Hasil pemilu mendatang tidak hanya akan menentukan nasib politik domestik AS, tetapi juga akan berdampak pada hubungan internasional, terutama di Timur Tengah. Perdebatan tentang siapa yang lebih layak memimpin negara dalam situasi krisis global akan terus berlanjut, terutama ketika tantangan baru muncul dan situasi terus berubah. Kesatuan suara dan pandangan di antara pemilih akan sangat menentukan bagaimana pendekatan kebijakan luar negeri AS ke depan dapat mengatasi krisis yang ada.

Redaksi Ilmiah

Ilmiah merupakan situs media online yang menyajikan berita dan informasi terbaru di Indonesia yang paling update.

Artikel Terkait

Back to top button