Gaya Hidup

Janji Politik Verrell Bramasta: Tak Mau Ambil Gaji, Said Didu Ingatkan Jangan Terkecoh

Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Muhammad Said Didu, baru-baru ini mengomentari janji politik yang diungkapkan oleh Verrel Bramasta setelah dilantik sebagai anggota DPR RI periode 2024-2029. Janji tersebut menyatakan bahwa Verrel tidak akan mengambil gaji di tahun pertamanya sebagai wakil rakyat. Namun, Said Didu mengingatkan masyarakat untuk tidak tertipu dengan pernyataan tersebut, mengingat gaji pokok anggota DPR yang cukup kecil dibandingkan dengan tunjangan yang mereka terima.

Dalam ungkapannya di media sosial, Said Didu menegaskan agar publik tidak terkecoh oleh janji-janji manis yang sering kali diucapkan oleh para politikus. “Jangan terkecoh dengan tidak terima gaji karena nilainya terlalu kecil," tulisnya. Hal ini didasari oleh fakta bahwa penghasilan utama anggota DPR justru berasal dari tunjangan yang jauh lebih besar ketimbang gaji pokoknya.

Said Didu memaparkan bahwa “Penghasilan anggota DPR per bulan sekitar Rp 66 juta,” yang terdiri dari gaji pokok sebesar Rp 4,2 juta ditambah tunjangan yang mencapai sekitar Rp 62,8 juta. Selain itu, anggota DPR juga mendapatkan tambahan tunjangan dan uang saku yang nilainya bisa mencapai miliaran rupiah per bulan. Informasi ini menunjukkan bahwa meskipun Verrel memilih untuk tidak mengambil gaji, ia masih akan mendapatkan penghasilan yang jauh lebih besar dari tunjangan yang diterima.

Pernyataan Said Didu mengundang berbagai reaksi dari masyarakat dan warganet. Banyak yang mempertanyakan integritas dan komitmen dari para anggota DPR yang sering kali mengeluarkan janji-janji semacam itu. Salah satu warganet berkomentar, “Sumpah gua kepikiran bisa gak sih kalo anggota legislatif bisa gak sih kaya di buka open recruitment aja gitu lho, kaya test masuk CPNS. Jadi orang biasa yang ga punya koneksi, yang beneran pinter di bidangnya gitu lho.” Ini menunjukkan bahwa ada harapan di kalangan masyarakat agar sistem perekrutan anggota legislatif bisa lebih transparan dan akuntabel.

Lebih lanjut, beberapa warganet juga mengungkapkan pendapat mereka terhadap pengaruh finansial yang sering kali menghinggapi anggota DPR. Salah satu pengguna media sosial menuliskan, “Penghasilan terbesar anggota DPR adalah fee proyek, fee lobi-lobi, pelicin mensahkan UU, pelicin budgeting dari lembaga di bawah komisi, pelicin meloloskan calon ketua-ketua lembaga.” Hal ini menunjukkan kekhawatiran bahwa meskipun janji untuk tidak mengambil gaji dipublikasikan, potensi untuk memperoleh penghasilan dari sumber-sumber lain tetap ada dan sering kali lebih substansial.

Dalam konteks ini, penting bagi publik untuk memahami seluk beluk penghasilan anggota legislatif dan tidak terjebak pada retorika politik yang tidak jarang menyesatkan. Verrel Bramasta sendiri, yang merupakan anak dari mantan anggota dewan, diharapkan memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai struktur penghasilan di DPR. Namun, beberapa pengguna media sosial mencemooh dengan komentar, “Verrel pasti sudah tau lah berapa gaji dan tunjangan yang akan dia dapat, emaknya kan pernah jadi anggota dewan juga. Duit gaji mah cuma uang skincare dia buat seminggu.” Ini mencerminkan skepticisme yang berkembang di kalangan masyarakat mengenai ketulusan para politisi.

Penilaian masyarakat terhadap janji Verrel dan para anggota DPR lainnya menunjukkan pentingnya transparansi dan akuntabilitas di dunia politik Indonesia. Dengan banyaknya informasi yang tersedia di publik, masyarakat diharapkan bisa lebih cerdas dalam menilai janji-janji yang diberikan oleh politisi.

Sikap skeptis yang ditunjukkan oleh masyarakat ini bukan tanpa alasan, mengingat banyaknya kasus korupsi dan penyimpangan yang melibatkan anggota legislatif di Indonesia. Sebut saja berbagai skandal yang berujung pada sanksi hukum bagi mereka yang tidak mematuhi aturan, baik terkait penggunaan anggaran negara maupun praktik-praktik tidak etis lainnya. Hal ini mendorong warganet untuk melakukan pengawasan dan menuntut para politisi agar lebih transparan dalam menjalankan tugas mereka.

Masyarakat kini lebih berani untuk berbicara dan memberikan kritik terhadap tindakan-tindakan anggota DPR, termasuk menyoroti potensi ketidakadilan dalam sistem penggajian dan tunjangan mereka. Komentar-komentar yang muncul di media sosial menunjukkan bahwa masyarakat menginginkan kejelasan dan keberagaman dalam hal penghasilan para wakil rakyat. “Gaji ga diambil tapi yang gedenya diraup, template-nya kaya kenal,” ungkap salah satu warganet, menunjukkan bahwa praktik tersebut bukan hal baru di kalangan politisi.

Dengan berbagai reaksi yang muncul, baik positif maupun negatif, menjadi semakin jelas bahwa masyarakat tidak lagi hanya percaya pada janji-janji politik tanpa bukti konkret. Pentingnya pendidikan politik di kalangan masyarakat menjadi salah satu fokus untuk memperkuat kapasitas mereka dalam mengevaluasi kualitas wakil rakyat.

Sebagai generasi baru dalam dunia politik, Verrel Bramasta diharapkan bisa membuktikan bahwa ia bukan sekadar meneruskan praktik-praktik lama, melainkan mampu membawa perubahan positif dan mewujudkan transparansi dalam kinerjanya di DPR. Namun, ini tentu saja memerlukan usaha dari dirinya untuk memenuhi ekspektasi yang mengikutinya, serta melaksanakan janji politiknya dengan penuh tanggung jawab.

Redaksi Ilmiah

Ilmiah merupakan situs media online yang menyajikan berita dan informasi terbaru di Indonesia yang paling update.
Back to top button