Gaya Hidup

Itu Memang Kurang Ajar tapi Itu Bukan Kejahatan: Menelusuri Batas Etika dan Hukum

Polemik mengenai akun media sosial Fufufafa semakin hangat diperbincangkan di ranah publik, terutama dengan pernyataan kontroversial dari berbagai kalangan mengenai siapa pemiliknya. Salah satu yang memberikan pendapat adalah Ade Armando, seorang akademisi dan politikus yang merupakan kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Dalam pendapatnya, Ade secara blak-blakan menyatakan bahwa meskipun banyak yang meyakini Gibran Rakabuming Raka sebagai pemilik akun tersebut, hal itu tidak serta merta menjadikannya sebagai pelaku tindakan kriminal.

Ade Armando menyampaikan pandangannya melalui sebuah video yang viral di media sosial X, di mana ia menekankan bahwa meski postingan akun Fufufafa yang menghina Prabowo Subianto terbilang kurang ajar, tidak ada tindakan kriminal yang bisa dikenakan kepada Gibran jika ia memang terbukti sebagai pemiliknya. “Saya sendiri memang tidak percaya bahwa Gibran adalah pemilik akun Fufufafa yang menyerang Prabowo dengan cara yang sangat merendahkan,” ungkap Ade Armando. Pernyataan ini menimbulkan banyak pertanyaan di kalangan publik tentang batasan antara aksi negatif di media sosial dan keterkaitannya dengan hukum.

Ade juga menjelaskan, “Adakah tindakan kriminal yang dilakukannya saat menggambarkan Prabowo sebagai perwira pecatan? Itu memang kurang ajar, tapi itu bukan kejahatan.” Pernyataan ini menunjukkan bahwa dalam konteks hukum, perbedaan perlu diakui antara ucapan yang dianggap tidak pantas dan tindakan yang bisa dikenakan sanksi.

Di sisi lain, opini mengenai pemilik akun Fufufafa juga datang dari Rocky Gerung, seorang tokoh intelektual yang dikenal dengan pandangan kritisnya. Rocky dengan tegas menyatakan bahwa akun tersebut bukan milik Gibran, melainkan telah “dikuasai” oleh netizen. “Jika itu milik Gibran, maka Gibran seharusnya bisa mengendalikannya. Namun, kenyataannya adalah akun itu sudah menjadi milik netizen,” tutur Rocky. Pandangan ini menyoroti fenomena di mana media sosial dapat menjadi ajang bagi publik untuk mengekspresikan pendapat dan opini kolektif yang terkadang melampaui kendali individu.

Seiring berjalannya waktu, reaksi masyarakat terhadap pernyataan Ade dan Rocky pun beragam. Beberapa netizen merasa sepakat dengan pendapat Ade bahwa hinaan di media sosial tidak harus dipandang sebagai kejahatan, sementara yang lainnya berpendapat bahwa kata-kata yang merendahkan seharusnya dikenakan sanksi, terutama jika melibatkan tokoh publik. Hal ini mencerminkan perdebatan yang lebih luas tentang etika dan regulasi di dunia media sosial, di mana ucapan yang tidak pantas sering kali berujung pada masalah reputasi yang serius bagi banyak individu, termasuk para politikus.

Dalam konteks yang lebih luas, fenomena akun Fufufafa ini menekankan pentingnya kesadaran dalam menggunakan media sosial. Dengan terus meningkatnya jumlah pengguna dan interaksi di platform-platform ini, tindakan yang dianggap kurang ajar semakin mudah tersebar dan dapat membentuk opini publik. Karenanya, pembelaan terhadap kebebasan berbicara harus disertai dengan tanggung jawab akan dampaknya.

Dalam dunia yang semakin terhubung, di mana berita dan opini dapat menyebar dengan cepat, masyarakat diharapkan memiliki pemahaman yang lebih baik tentang cara menggunakan media sosial secara bijak. Hal ini mencakup pemahaman bahwa meskipun kritik dan diskusi adalah bagian dari demokrasi, ada batasan dalam menyampaikan pendapat, terutama yang menyangkut individu lain.

Kembali merujuk pada pernyataan Ade Armando, dia berpendapat bahwa situasi seperti ini menunjukkan bahwa media sosial membawa tantangan baru dalam konteks komunikasi massa. Ketika publikasi di media sosial tidak lagi terbatas pada pernyataan resmi, tetapi sudah menjadi arena bagi debat terbuka, maka kita perlu memikirkan kembali bagaimana kita bisa berinteraksi secara sehat dan konstruktif.

Sementara itu, pendapat Rocky Gerung menempatkan satu lagi lapisan kompleksitas dalam hal pemilik akun dan tanggung jawab sosial. Ketika sebuah platform seperti Twitter memungkinkan orang untuk berkomentar secara anonim, ada kecenderungan bagi netizen untuk mengekspresikan pendapat dengan cara yang lebih ekstrim tanpa mempertimbangkan akibatnya. Hal ini menjadi wajah baru masyarakat kita, serta tantangan bagi kebijakan dan regulasi pemerintah dalam mengatur konten yang beredar di internet.

Ada harapan bahwa dari polemik ini, masyarakat akan belajar untuk menempatkan etika dan tanggung jawab dalam menggunakan media sosial. Dengan memahami bahwa “itu memang kurang ajar” tetapi “bukan kejahatan”, kita dapat memulai diskusi yang lebih konstruktif mengenai batasan kebebasan berbicara dan tanggung jawab dalam pengekspresian pendapat di era digital ini. Pendekatan ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas diskusi di media sosial dan menciptakan lingkungan yang lebih sehat bagi komunikasi publik.

YouTube video

Redaksi Ilmiah

Ilmiah merupakan situs media online yang menyajikan berita dan informasi terbaru di Indonesia yang paling update.

Artikel Terkait

Back to top button