Teknologi

ISAT Tahan Diri Adopsi FTS Airbus-MTEL, Menunggu Regulasi Resmi Terbit

PT Indosat Tbk. (ISAT) saat ini tengah dalam posisi menunggu regulasi terkait penggunaan teknologi Flying Tower System (FTS) yang dimiliki oleh Airbus, melalui kerjasama dengan PT Mitratel (MTEL). Meskipun potensi teknologi ini sangat menarik untuk memperluas jangkauan jaringan telekomunikasi di Indonesia, ISAT menunjukkan kehati-hatian dalam langkah adopsi tersebut. Hal ini tercermin dari pernyataan beberapa petinggi perusahaan yang menekankan perlunya pertimbangan matang sebelum menerapkan teknologi baru ini secara masif.

Indosat Tahan Diri untuk Adopsi FTS

Steve Saerang, Senior Vice President Head of Corporate Communications Indosat Ooredoo Hutchison, menyatakan bahwa perusahaan senantiasa terbuka terhadap penerapan teknologi baru untuk mempercepat pemerataan akses internet dan digitalisasi di Tanah Air. Namun, saat ini mereka berfokus pada pengkajian lebih lanjut terkait strategi mengadopsi teknologi FTS. Steve mengatakan bahwa pendekatan ini selaras dengan misi perusahaan dalam memberikan pengalaman digital kelas dunia, serta menghubungkan dan memberdayakan masyarakat di Indonesia.

Pertimbangan Teknologi dan Regulasi

Meski Indosat menyatakan willingness untuk berinovasi, tantangan regulasi dan teknis menjadi fokus utama dalam penilaian mereka. Fadly Hamka, Group Head Network Planning & Design XL Axiata, menyebutkan bahwa pihaknya juga mengamati FTS. Menurutnya, FTS dapat menjadi solusi inovatif untuk memperluas jangkauan jaringan dan mengatasi kesenjangan digital. Namun, ada beberapa tantangan yang perlu diselesaikan sebelum teknologi ini diadopsi secara luas.

Para ahli dari industri telekomunikasi memperingatkan agar semua tantangan teknis seperti daya tahan, sumber energi, serta biaya pengembangan dan operasional diatasi dengan baik. Salah satu poin paling krusial yang diangkat adalah Total Cost of Ownership (TCO). Fadly mencatat bahwa adopsi teknologi ini akan bergantung kepada apakah TCO-nya lebih kompetitif dibandingkan dengan teknologi Non-Terrestrial Network (NTN) yang sudah ada, seperti lata satelit orbit rendah (LEO).

Keberadaan HAPS di Indonesia

Direktur Eksekutif ICT Institute, Heru Sutadi, mengungkapkan bahwa FTS atau High Altitude Platform Station (HAPS) Airbus bisa menjadi alternatif yang baik untuk bersaing dengan layanan satelit LEO, seperti Starlink. Meski begitu, FTS harus dapat membuktikan efektivitasnya, terutama terkait penggunaan frekuensi yang diperbolehkan. Heru juga menekankan bahwa teknologi ini masih memerlukan uji coba untuk menentukan keekonomian dan efektivitasnya dalam praktik.

Sebagai informasi, pada World Radiocommunication Conference (WRC) 2023, keputusan penting diambil mengenai frekuensi yang dapat digunakan oleh wahana dirgantara super atau HAPS di Indonesia. Empat frekuensi yang diizinkan meliputi pita 900 MHz, 1800 MHz, 2,1 GHz, dan 2,6 GHz. Ini adalah langkah positif yang menunjukkan dukungan regulasi bagi pengembangan teknologi telekomunikasi di tingkat tinggi.

Tantangan Penggunaan Frekuensi

Heru menjelaskan bahwa saat ini frekuensi 900 MHz, 1800 MHz, dan 2100 MHz sudah dipakai dan dialokasikan kepada operator telekomunikasi. Sebagai alternatif, frekuensi 2,6 GHz yang saat ini digunakan untuk satelit SES-7 bisa jadi pilihan. Namun, karena SES-7 bukan milik Indonesia, ada peluang untuk mencabut penggunaan frekuensi tersebut dan slot orbitnya jika diperlukan.

Penggunaan frekuensi menjadi salah satu tantangan utama dalam implementasi HAPS. Selain itu, keberhasilan uji coba akan sangat bergantung pada parameter yang ditetapkan. Semua hal ini menunjukkan bahwa meski ada ketertarikan terhadap teknologi ini, ketelitian dan kecermatan dalam menjalani setiap tahap proses adopsi sangat penting.

Jalan ke Depan untuk ISAT dan FTS

Sebagai langkah menuju penerapan FTS, Indosat dan Mitratel perlu menghadapi tantangan yang ada, baik dari sisi teknis maupun regulasi. Tekanan untuk mempercepat pemerataan internet di Indonesia membuat inovasi teknologi menjadi semakin penting. Namun, perusahaan harus dengan cermat memastikan bahwa teknologi yang diadopsi tidak hanya efektif, tetapi juga berkelanjutan secara finansial dan sesuai dengan kebutuhan pasar.

Dengan latar belakang yang kompleks dan penuh tantangan ini, Indosat serta operator telekomunikasi lainnya di Indonesia dipastikan akan terus memantau perkembangan dan regulasi seputar FTS. Dalam industri yang cepat berkembang seperti telekomunikasi, keterbukaan terhadap inovasi menjadi kunci untuk tetap bersaing dan memberikan layanan terbaik bagi masyarakat.

Redaksi Ilmiah

Ilmiah merupakan situs media online yang menyajikan berita dan informasi terbaru di Indonesia yang paling update.
Back to top button