Pemerintah Indonesia tengah menghadapi tantangan besar dalam ambisi untuk menyalip Thailand sebagai produsen otomotif nomor satu di Asia Tenggara. Meskipun Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dalam sektor ini, sejumlah kendala dan tantangan masih harus diatasi agar dapat mencapai tujuan tersebut.
Dalam pandangan Yannes Martinus Pasaribu, seorang pakar otomotif dan akademisi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Indonesia memang memiliki peluang emas untuk memimpin industri otomotif di kawasan ASEAN. Namun, untuk mewujudkan hal tersebut, diperlukan upaya yang lebih agresif dalam mengatasi masalah yang ada, terutama di bidang komponen lokal. Pemerintah harus meningkatkan jumlah dan kualitas komponen lokal agar dapat bersaing dengan produk impor. Jika tidak, peningkatan volume penjualan otomotif justru berpotensi memperburuk ketergantungan pada impor komponen.
Yannes juga mengemukakan bahwa insentif dan fasilitas untuk industri komponen lokal sangat diperlukan untuk mengembangkan kapasitas produksi dan teknologi. Dalam hal ini, alokasi anggaran untuk riset dan pengembangan otomotif juga harus ditingkatkan. Pasalnya, menghasilkan kendaraan dengan kualitas setara atau bahkan lebih baik dibandingkan produk impor akan sangat mendukung ambisi Indonesia.
Regulasi yang sederhana dan efektif menjadi salah satu aspek kunci selanjutnya. Yannes menekankan pentingnya menyederhanakan regulasi yang berkaitan dengan industri otomotif untuk mengurangi beban birokrasi dan memberikan perlindungan yang memadai terhadap industri dalam negeri. Hal ini penting agar tidak terjebak dalam persaingan yang tidak sehat, di mana industri lokal tidak bisa bersaing dengan hadirnya produk impor yang lebih murah namun mungkin tidak memenuhi standar kualitas yang setara.
Meski menghadapi berbagai tantangan, peluang Indonesia untuk memimpin industri otomotif di ASEAN tetap terjaga. Populasi yang besar dari segmen menengah (middle income) yang sedang berkembang menjadi salah satu pendorong pertumbuhan pasar domestik. Selain itu, letak geografis Indonesia yang strategis di kawasan Asia Tenggara memberikan kemudahan akses untuk memasuki pasar regional dan global.
Salah satu potensi besar Indonesia adalah kekayaan alam yang melimpah, khususnya bahan baterai nikel-mangan-kobalt (NMC) yang dibutuhkan untuk kendaraan listrik (EV). Yannes percaya bahwa jika Indonesia berhasil menjadi pemimpin dalam produksi EV di ASEAN, maka peluang untuk menyalip Thailand sebagai pusat industri otomotif dapat semakin besar.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) juga melihat adanya peluang bagi Indonesia untuk menyalip Thailand di tengah krisis otomotif yang menyerang negara tersebut. Plt. Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE), Putu Juli Ardika, menyatakan bahwa Indonesia bisa memanfaatkan situasi ini. Saat ini, sekitar 80% pangsa pasar otomotif Thailand dikuasai oleh produsen Jepang, dan sejumlah produsen besar seperti Suzuki telah menghentikan produksi, sementara Honda harus mengurangi kapasitasnya hingga 50%.
Sementara itu, Indonesia memiliki kapasitas produksi terpasang mencapai 2,3 juta unit mobil dengan rata-rata utilisasi pabrik yang belum maksimal. Dengan demikian, ada ruang signifikan untuk meningkatkan output produksi di Indonesia. Melihat kondisi ini, Putu menegaskan bahwa krisis industri otomotif di Thailand dapat menjadi peluang emas bagi Indonesia untuk mengambil alih posisi Thailand sebagai produsen otomotif utama di ASEAN.
Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk mendorong penggunaan komponen lokal sebagai salah satu strategi untuk mengurangi ketergantungan pada impor. Mendorong keberlangsungan supplier lokal tidak hanya akan memperkuat perekonomian domestik, tetapi juga meningkatkan ketahanan rantai pasok. Langkah ini dapat memberikan manfaat jangka panjang bagi keseluruhan sektor industri otomotif di tanah air.
Pada saat yang sama, pemerintah juga mendukung produsen untuk memproduksi kendaraan listrik sebagai bagian dari komitmen untuk mencapai target net zero emission pada tahun 2060. Berbagai kebijakan dan insentif telah dikeluarkan untuk memfasilitasi peralihan ini, sehingga diharapkan dapat memperkuat posisi industri otomotif Indonesia dalam kancah internasional.
Namun, meski berbagai langkah strategis telah disiapkan, tantangan tetap ada. Kualitas produk menjadi salah satu perhatian utama. Jika Indonesia ingin bersaing dengan Thailand dan negara-negara produsen otomotif lain di ASEAN, maka peningkatan mutu produk harus menjadi prioritas utama. Selain itu, investasi di sektor riset dan pengembangan (R&D) untuk teknologi otomotif juga harus terus dipacu guna menciptakan inovasi yang dapat menjawab tantangan industri di masa mendatang.
Secara keseluruhan, Indonesia memiliki pondasi yang kuat untuk mengejar ketertinggalan dari Thailand dalam industri otomotif. Walaupun tantangan yang ada cukup kompleks, melalui langkah-langkah strategis dan kolaborasi antara pemerintah dan stakeholder industri, Indonesia bisa seiring dan bahkan melampaui negara jiran tersebut sebagai kekuatan otomotif terkemuka di Asia Tenggara.