Menjadi seorang ibu rumah tangga adalah peran yang tidak bisa dipandang remeh. Di balik rutinitas harian yang terlihat sederhana, terdapat banyak tantangan yang harus dihadapi. Meskipun terlihat berada di rumah, ibu rumah tangga harus mengelola berbagai sekali tuntutan, mulai dari merawat anak, mengurus rumah tangga, hingga memenuhi kebutuhan emosional keluarga. Pekerjaan yang padat ini, juga dapat memicu masalah kesehatan mental, terutama ketika masyarakat sering kali tidak mengakui beban tersebut sebagai pekerjaan yang layak mendapatkan pengakuan.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh tim dari Health Collaborative Center (HCC), terungkap bahwa 65 persen ibu rumah tangga melakukan skrining kesehatan jiwa. Angka ini menunjukkan bahwa ibu rumah tangga menjadi kelompok yang paling banyak berpartisipasi dalam upaya memeriksa kesehatan mental mereka. Peneliti Utama, Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH, menjelaskan mengapa ibu rumah tangga menghadapi tekanan yang berat akibat peran ganda yang dijalani.
Dr. Ray menegaskan bahwa peran ganda ibu rumah tangga, antara menjadi ibu dan istri serta sebagai pekerja rumah tangga, sangat menuntut. Sekalipun banyak di antara mereka yang tidak mendapatkan pengakuan sertifikasi sebagai pekerja, beban yang mereka tanggung tetap sama beratnya dengan pekerjaan formal. Tidak adanya standar kinerja yang jelas bagi ibu rumah tangga, membuat tekanan psikologis semakin terasa. Banyak dari mereka yang merasa berada dalam situasi yang sangat terbebani, terutama tanpa ada dukungan maupun pengakuan dari masyarakat.
"Kita sering kali melupakan bahwa ibu rumah tangga memiliki tanggung jawab yang sangat besar. Masyarakat menganggap bahwa mereka tidak bekerja, padahal beban mental yang mereka pikul sangatlah berat," jelas Dr. Ray saat media briefing di acara Health Collaborative Center – Eksperimen Sosial #cektemansebelah, pada Minggu (13/10/2024).
Dalam hal ini, media sosial berperan sebagai medium yang efektif untuk meningkatkan partisipasi dalam skrining kesehatan jiwa. Ditemukan bahwa kampanye #CekTemanSebelah mampu mendorong partisipasi hingga tiga kali lipat, dimana banyak ibu rumah tangga dan pekerja lainnya yang berbagi pengalaman mereka dan mendorong teman serta keluarga untuk mengecek kesehatan jiwa mereka. Dengan demikian, media sosial bukan hanya sebagai platform untuk berbagi informasi, tetapi juga sebagai alat untuk menarik perhatian terhadap pentingnya menjaga kesehatan mental.
Dari studi tersebut, mendapatkan percakapan seputar kesehatan mental menjadi hal yang positif di kalangan netizen. Menariknya, sekitar 30 persen netizen turut membagikan pengalaman mereka setelah melakukan skrining, dan hal ini berpotensi untuk memotivasi lebih banyak orang untuk peduli terhadap kondisi mental mereka sendiri dan orang lain di sekitar mereka. Dr. Ray berpendapat bahwa diskusi yang terbuka dan konektivitas sosial dapat membantu menciptakan kesadaran yang lebih luas tentang kesehatan jiwa, serta memfasilitasi pengurangan stigma terkait isu-isu ini.
Kampanye ini tidak hanya meningkatkan awareness, tetapi juga menciptakan kesempatan bagi individu untuk berbicara tentang kesejahteraan mental mereka. Hal yang kadang diabaikan, tetapi memiliki dampak yang signifikan terhadap kualitas hidup dan keharmonisan dalam keluarga.
Skrining kesehatan jiwa menjadi penting, terutama dalam lingkungan yang mengakui betapa banyaknya tekanan yang dihadapi oleh ibu rumah tangga. Kesehatan mental tidak bisa dipisahkan dari kesehatan fisik dan kesejahteraan secara keseluruhan. Jika sebuah keluarga tidak memperhatikan kesehatan mental ibunya, maka potensi dampaknya akan dirasakan oleh seluruh anggota keluarga.
Pentingnya penciptaan kebijakan yang mendukung kesehatan mental juga perlu diangkat dalam diskusi publik. Masyarakat sebagai keseluruhan perlu menyadari bahwa peran ibu rumah tangga adalah pekerjaan yang membutuhkan pengakuan dan validasi. Dengan meningkatkan kesadaran ini, diharapkan akan ada perubahan yang lebih positif di dalam lingkungan, yang mendukung ibu rumah tangga untuk mendapatkan dukungan emosional dan juga akses terhadap layanan kesehatan mental.
Kesimpulannya, kesehatan mental ibu rumah tangga seharusnya bukan hanya menjadi perhatian dalam konteks skrining, tetapi juga dalam kebijakan dan dukungan sosial. Penting bagi masyarakat untuk mendukung ibu rumah tangga melalui pemahaman dan pengakuan akan peran mereka yang tak ternilai, serta membantu menciptakan lingkungan di mana kesehatan mental tidak lagi menjadi hal yang tabu untuk dibicarakan. Dengan pendekatan yang komprehensif ini, akan terbentuk masyarakat yang lebih sehat dan saling mendukung.