Kelompok Hamas telah mengklaim bertanggung jawab atas insiden penembakan dan penusukan yang terjadi di Jaffa, Tel Aviv, pada hari Selasa, 1 Oktober 2024, yang mengakibatkan kematian tujuh orang dan 16 lainnya mengalami luka-luka. Penyerangan tersebut, yang dilaporkan oleh kepolisian Israel, merupakan tindakan yang dianggap sangat mematikan dalam beberapa tahun terakhir.
Menurut pengakuan resmi dari Hamas, operasi tersebut dinamakan “Yafa” dan dilakukan oleh dua anggotanya, Muhammad Rashid Misk dan Ahmad Abdul Fattah Al-Haimuni, yang berasal dari kota Hebron. Dalam pengumumannya yang dibagikan melalui Telegram pada Rabu, 2 Oktober 2024, Hamas menyebut serangan ini sebagai “operasi heroik,” dengan mengklaim telah menyebabkan kematian “7 zionis” dan melukai 16 lainnya.
Penting untuk dicatat bahwa tindakan ini terjadi bersamaan dengan peluncuran ratusan misil dari Iran yang juga disebut sebagai bagian dari operasi “Janji Setia 2” oleh Hamas. Penyerangan di Tel Aviv ini menunjukkan sinkronisasi yang tidak biasa antara tindakan militer yang dilakukan oleh Hamas dan dukungan yang mereka klaim dari Iran, menandakan suatu tingkat koordinasi yang baru dalam dinamika konflik ini.
Menurut keterangan dari Hamas, kedua mujahidin berhasil menyusup ke wilayah yang mereka sebut sebagai “okupasi” dan menyerang seorang tentara Israel untuk merampas senjatanya. Dengan senjata yang telah dirampas, kedua pelaku melakukan serangan di dua lokasi berbeda di Tel Aviv, termasuk di sebuah stasiun kereta api, di mana mereka menargetkan pemukim yang mereka sebut sebagai “Zionis.”
Hamas mengeluarkan pernyataan yang mengancam, menyampaikan kepada warga Israel bahwa mereka akan melihat “kematian yang datang dari berbagai wilayah Tepi Barat.” Pernyataan tersebut dilanjutkan dengan peringatan bahwa selama Israel terus melakukan serangan terhadap warga Palestina, mereka akan menghadapi konsekuensi fatal dengan melihat korban tewas di jalanan kota-kota yang mereka duduki.
Berkaitan dengan respons keamanan, pihak berwajib Israel dan warga sipil yang memiliki senjata di wilayah tersebut berhasil melumpuhkan kedua pelaku setelah penyerangan berlangsung. Petugas keamanan yang dikerahkan segera mengevakuasi para korban ke Pusat Medis Wolfson di Holon dan Pusat Medis Ichilov di Tel Aviv. Sementara itu, Times of Israel melaporkan bahwa para pelaku secara spesifik menargetkan warga sipil dalam aksinya.
Catatan lebih lanjut mengenai korban menunjukkan bahwa mereka terdiri dari berbagai usia dan latar belakang. Enam dari tujuh korban yang teridentifikasi adalah: Revital Bronstein (24), Ilia Nozadze (42), Shahar Goldman (30), Inbar Segev Vigder (33), dia Sokolenco (40), dan Jonas Chrosis (26). Nama-nama tersebut mencerminkan keragaman dalam populasi yang terjebak dalam kekerasan yang terus berlanjut di wilayah tersebut.
Pihak berwenang Israel mendeskripsikan penyerangan ini sebagai “salah satu serangan teroris paling mematikan” dalam beberapa tahun terakhir. Peningkatan kekerasan yang terjadi saat ini menandai escalasi dalam konflik yang telah berlangsung lama antara Israel dan kelompok-kelompok bersenjata Palestina.
Dalam kerangka yang lebih luas, insiden ini memperlihatkan ketegangan yang meningkat di kawasan Timur Tengah, di mana peran Iran sebagai pendukung bagi kelompok-kelompok seperti Hamas semakin menonjol. Banyak pihak khawatir bahwa peningkatan kekerasan ini dapat memicu respon yang lebih besar dari pihak Israel, yang dalam beberapa tahun terakhir telah menanggapi aksi teror dengan serangan balasan yang signifikan di Gaza.
Ketegangan yang meningkat ini juga mencerminkan kompleksitas situasi di wilayah tersebut, di mana berbagai aktor internasional memiliki kepentingan yang bertentangan. Israel, yang telah menghadapi ancaman dari berbagai kelompok milisi, kini juga harus memperhitungkan dukungan yang diberikan oleh negara seperti Iran kepada kelompok-kelompok seperti Hamas.
Sementara berita ini berkembang, analis dan pengamat internasional mengingatkan perlunya upaya diplomatik yang lebih besar untuk mencegah spiral kekerasan yang lebih lanjut. Selama keadaan ketegangan ini berlangsung, tidak dapat dipungkiri bahwa warga sipil, baik di pihak Israel maupun Palestina, yang akan terus menghadapi konsekuensi paling langsung dari konflik yang berkepanjangan ini.
Dengan berlanjutnya siklus kekerasan dan teror ini, harapan untuk resolusi damai di kawasan tampaknya semakin pudar, menambah beban bagi generasi mendatang dalam mencari kehidupan yang lebih baik di tengah ketidakpastian dan ketegangan yang tidak kunjung usai.