Kesehatan

Gen Z dan Milenial Paling Terbuka Isu Kesehatan Mental, Namun Akses Pengobatan Masih Terbatas

Lebih dari 20 juta warga Indonesia berusia 15 tahun ke atas mengalami gangguan mental emosional (GME), seperti yang diungkapkan oleh data dari Kementerian Kesehatan RI. Kesehatan mental menjadi isu penting yang perlu perhatian, terutama di tengah stigma negatif yang masih melekat di masyarakat. Stigma inilah yang seringkali membuat individu yang mengalami gangguan kesehatan mental enggan mengungkapkan permasalahan mereka.

Namun, terdapat harapan baru di kalangan generasi muda. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh IDN Research Institute, terungkap bahwa 51 persen generasi Z dan 42 persen generasi milenial memandang kesehatan mental sebagai isu yang sangat penting. Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran mengenai kesehatan mental telah meningkat signifikan dibandingkan dengan satu dekade yang lalu. Meski demikian, stigma tabu tetap menjadi tantangan, seperti yang diungkapkan oleh Ketua II Pengurus Pusat Ikatan Psikolog Klinis Indonesia, Ratih Ibrahim, M.M., Psikolog.

Dia menyatakan bahwa, “Saat ini, kesadaran masyarakat terhadap kesehatan mental sudah jauh meningkat. Namun, stigma tabu tetap tidak bisa hilang begitu saja dan dapat berdampak pada resistensi.” Oleh karena itu, sementara generasi muda semakin terbuka mengenai isu kesehatan mental, mereka juga masih harus berjuang melawan berbagai stigma dan prasangka yang ada di masyarakat.

Peningkatan kesadaran ini juga tercermin dalam statistik konsultasi kesehatan mental yang meningkat rata-rata 23 persen setiap tahunnya. Mayoritas keluhan yang masuk dalam konsultasi kesehatan mental berfokus pada gangguan kecemasan, depresi, dan konseling hubungan. Masyarakat yang mulai lebih terbuka terhadap kesehatan mental, meskipun menghadapi stigma, mulai berusaha untuk mencari bantuan dan dukungan dari profesional.

Namun, keberanian untuk mencari bantuan ini tidak diimbangi dengan akses pengobatan yang memadai. Salah satu kendala utama adalah jumlah tenaga profesional di bidang kesehatan mental yang masih sangat terbatas. Saat ini, data menunjukkan bahwa 1 psikiater melayani 250.000 penduduk dan 1 psikolog klinis melayani 90.000 penduduk, jauh di bawah standar yang direkomendasikan oleh WHO yakni 1:30.000.

Keterbatasan jumlah tenaga kesehatan mental sangat mempengaruhi kemampuan masyarakat untuk mendapatkan layanan yang mereka butuhkan. Banyak individu yang berjuang dengan masalah kesehatan mental tidak mendapat akses yang memadai untuk pengobatan dan konseling. Hal ini memunculkan pertanyaan serius tentang bagaimana sistem kesehatan mental di Indonesia dapat diperbaiki agar lebih inklusif dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.

Untuk merespons permasalahan ini, salah satu platform kesehatan digital, Halodoc, meluncurkan kampanye bertajuk #PejuangMental. Kampanye ini merupakan inisiatif untuk mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya tidak melakukan self-diagnose dan mendorong mereka untuk mencari bantuan dari profesional. “Ini adalah komitmen kami dalam memberikan ruang bagi semua orang untuk didengar dan menjadi upaya kami dalam mengedukasi masyarakat untuk tidak swamedikasi, namun dapat mencari bantuan dengan berkonsultasi dengan psikolog maupun psikiater,” ungkap Chief of Medical Halodoc, dr. Irwan Heriyanto, MARS.

Kampanye ini juga berfokus pada penyediaan berbagai layanan kesehatan mental mulai dari awareness, discovery, counseling, hingga therapy. Dengan adanya upaya seperti ini, diharapkan masyarakat semakin teredukasi mengenai kesehatan mental dan lebih berani untuk mencari bantuan ketika dibutuhkan.

Di tengah kondisi yang penuh tantangan ini, penting bagi masyarakat, terutama generasi muda, untuk terus bersuara tentang kesehatan mental dan mendorong diskusi terbuka. Peningkatan aksesibilitas dalam layanan kesehatan mental dan mengatasi stigma yang ada merupakan langkah penting untuk memberikan dukungan kepada mereka yang mengalami gangguan kesehatan mental.

Sebagai penutup, meskipun generasi Z dan milenial semakin terbuka mengenai isu kesehatan mental, tantangan lambatnya akses pengobatan harus menjadi perhatian semua pihak. Upaya untuk memperbaiki kesenjangan ini tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah dan penyedia layanan kesehatan, tetapi juga melibatkan masyarakat secara keseluruhan untuk menjunjung tinggi kesehatan mental sebagai isu yang layak diperhatikan dan didukung secara penuh.

Redaksi Ilmiah

Ilmiah merupakan situs media online yang menyajikan berita dan informasi terbaru di Indonesia yang paling update.
Back to top button