Kemunculan Prof. Dr. Rantastia Nur Alangan, CEO Universitas Universal Institute Profesional Management (UIPM), di jagat maya menuai banyak kritikan. Sebelumnya, UIPM dikenal dengan pemberian gelar Honoris Causa kepada Raffi Ahmad, yang juga memicu kontroversi di kalangan akademisi dan masyarakat. Selain itu, gaya bicara Rantastia dalam menyampaikan informasi mengenai UIPM sering dianggap tidak sesuai dengan ekspektasi seorang pemimpin akademis.
Dalam dua video yang viral di media sosial, Rantastia tampak kesulitan dalam menyusun kalimat yang runut dan komunikatif. Akun X @mazzini_gsp menyatakan, “Rantastia dan UIPM fakta scam dunia pendidikan tinggi Indonesia level kronis.” Hal ini menunjukkan betapa rendahnya penilaian publik terhadap kemampuan komunikasinya. Rantastia yang seharusnya menjadi contoh bagi mahasiswa dan staf, justru dinilai tidak mampu mengekspresikan pikirannya dengan jelas.
Kemampuan Berbahasa yang Dipertanyakan
Critique terhadap Rantastia tidak hanya terbatas pada kemampuan berbahasa Indonesia tetapi juga berbahasa Inggris. Dalam video tersebut, dia berusaha mengkomunikasikan tugas dan visi UIPM, namun tidak berhasil menyampaikan pokok-pokok pikiran dengan baik. Seorang pengguna media sosial bahkan berpendapat, "Kemampuan komunikasi Rantastia dalam berbahasa Indonesia masih mending pelajar SMP dan SMA." Pendapat ini menjadi gambaran umum mengenai daya tarik dan kepercayaan masyarakat terhadap UIPM dan pemimpinnya.
Visi dan Misi UIPM yang Meragukan
Rantastia menjelaskan latar belakang UIPM dan klaim-klaimnya yang menyatakan bahwa lembaga ini menawarkan pendidikan berkualitas di tingkat internasional. Namun, ekspektasi ini bertolak belakang dengan fakta di lapangan, terutama dengan penilaian publik yang meragukan visi dan misi UIPM. Komentar di media sosial masih mencerminkan skeptisisme mengenai integritas lembaga ini. "Fakta menyedihkan bagi kita adalah ratusan orang sudah mendapat gelar dari dia," pungkas pengguna lain di media sosial.
Kontroversi Gelar Honoris Causa untuk Raffi Ahmad
Pemberian gelar Honoris Causa kepada Raffi Ahmad tak lepas dari sorotan. Dibalik ketenaran Raffi sebagai selebriti, muncul pertanyaan mengenai kualitas akademik dan kredibilitas UIPM dalam memberikan penghargaan. Banyak yang merasa bahwa gelar tersebut lebih didasarkan pada popularitas daripada pencapaian akademik. Hal ini berujung pada keraguan mengenai standar yang diterapkan oleh UIPM dalam proses akreditasi dan pemberian gelar.
Kritik terhadap Keaslian Gelar
Dalam konteks ini, banyak kalangan beranggapan bahwa UIPM hanya mencari terkenal dan pengakuan tanpa mempertimbangkan substansi akademis. Para pengkritik menganggap pendekatan ini akan menurunkan nilai pendidikan tinggi di Indonesia dan menciptakan citra negatif terhadap lembaga pendidikan secara keseluruhan. Di era informasi yang cepat ini, kredibilitas lembaga pendidikan merupakan hal yang sangat penting, dan tindakan UIPM dapat berimbas pada semua universitas di Indonesia.
Transformasi dan Tantangan Lanjutan
Tantangan UIPM kini tidak hanya terfokus pada cara berbicara pemimpinnya, tetapi juga pada upaya untuk membangun citra yang sahih di mata publik. Untuk menjadi lembaga pendidikan yang diakui, UIPM perlu meningkatkan kualitas pengajaran serta mempertanyakan kembali proses akreditasi yang diterapkan. Dalam era globalisasi, kolaborasi dengan lembaga internasional yang kredibel sudah seharusnya menjadi prioritas untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat.
Reaksi Masyarakat dan Media
Reaksi terhadap pernyataan Rantastia dan kebijakan UIPM menciptakan gelombang diskusi di media sosial. Beberapa mendesak pemerintah untuk melakukan pengawasan lebih ketat terhadap lembaga pendidikan yang memberi gelar tanpa pertanggungjawaban yang jelas. “Kita butuh regulasi yang lebih ketat agar tidak ada lagi lembaga yang mengeksploitasi gelar demi kepentingan komersial,” ujar seorang aktivis pendidikan.
Kondisi Pendidikan Tinggi di Indonesia
Kondisi ini menjadi cerminan isu yang lebih besar dalam dunia pendidikan tinggi di Indonesia, yang masih dihadapkan dengan masalah integritas dan mutu. Keterbatasan dalam penyampaian informasi serta kualitas pendidikan menjadi tantangan bagi banyak lembaga, termasuk UIPM. Dalam hal ini, Rantastia sebagai petinggi UIPM memiliki tanggung jawab besar untuk memperbaiki citra dan kualitas lembaga yang dipimpinnya.
Dalam menghadapi kritik, langkah cepat dan strategis perlu diambil oleh UIPM untuk merespons kekhawatiran masyarakat. Dengan membenahi struktur komunikasi dan meningkatkan kualitas pendidikan, UIPM diharapkan bisa menjawab tantangan yang ada. Dalam jangka panjang, ini juga dapat membantu stabilitas pendidikan tinggi di Indonesia dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap akademisi di Tanah Air.
Rantastia Nur Alangan harus menyadari bahwa posisinya tidak hanya sebagai pemimpin lembaga pendidikan, tetapi juga sebagai representatif dari kualitas pendidikan tinggi di Indonesia. Keterbukaan terhadap kritik serta upaya untuk terus belajar dan beradaptasi akan menjadi kunci bagi UIPM untuk meraih kepercayaan publik dan menciptakan dampak positif dalam pengembangan pendidikan tinggi di Indonesia.