Gaya Hidup

Film ‘Tulang Belulang Tulang’ Angkat Tradisi Mangokal Holi di Batak Toba dengan Pesan Kuat

Film Tulang Belulang Tulang yang dijadwalkan tayang di bioskop pada tanggal 26 September 2024, segera menarik perhatian publik dengan mengangkat tradisi mangokal holi dari budaya Batak Toba. Melalui kisah yang menggugah ini, film yang dibintangi oleh Atika Hasiholan sebagai Mami Laterina, menghadirkan drama keluarga yang diwarnai dengan perjalanan spiritual sekaligus emosional.

Sebagai tradisi yang sarat makna, mangokal holi mengacu pada praktik membongkar makam untuk mengumpulkan tulang belulang anggota keluarga. Proses ini bukan sekadar ritual, melainkan merupakan suatu penghormatan kepada leluhur dengan menyatukan tulang belulang dalam satu tugu besar. Dalam konteks film ini, keluarga Batak dari Bandung, yang diperankan oleh Atika, melakukan perjalanan ke Danau Toba dengan membawa tulang belulang, namun menghadapi kesulitan ketika tulang tersebut hilang dalam perjalanan.

Atika Hasiholan mengungkapkan, "Upacara adat mangokal holi adalah upacara tertinggi, untuk menyatukan tulang belulang dari pomparan. Ini adalah upacara tertinggi." Pengalamannya selama dua hingga tiga minggu di sekitar Danau Toba memberinya pandangan mendalam tentang budaya dan tradisi yang akan dihadirkan dalam film ini. Dia juga berbagi layar dengan Natasha Siahaan dan Cornel Nadeak, yang memainkan peran sebagai anak-anak Mami Laterina, sehingga memperkaya narasi film yang memiliki struktur kuat baik dari segi cerita maupun pengembangan karakter.

Tulang Belulang Tulang tidak hanya fokus pada aspek ritual, tetapi juga menyuguhkan pemandangan yang memanjakan mata penonton melalui latar belakang indah Danau Toba. Skenario film ini terpilih dalam program Indonesiana yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, menunjukkan keterkaitan seni film dengan pelestarian budaya.

Dalam tradisi mangokal holi, upacara biasanya melibatkan beberapa keluarga dalam satu pomparan, di mana beberapa makam anggota keluarga dibongkar guna mengumpulkan tulang belulang mereka. Sebelum proses pembongkaran makam dimulai, semua pihak yang terlibat akan mengadakan doa bersama sesuai dengan kepercayaan masing-masing. Proses ini pun diakhiri dengan perawatan tulang belulang; jeruk nipis digunakan untuk membersihkan, dan tulang-tulang tersebut kemudian dimasukkan ke dalam peti baru—satu peti untuk satu orang.

Bangunan tugu, yang dalam budaya Batak disebut simin, memiliki beberapa tingkatan yang mencerminkan generasi dari leluhur pemilik tugu tersebut. Tulang belulang dari generasi yang lebih muda diletakkan di tempat paling dasar, sedangkan generasi yang lebih tua di tempat yang lebih tinggi. Setiap lantai dari bangunan tugu tersebut juga memiliki ruangan yang diperuntukkan bagi masing-masing keluarga yang berasal dari satu leluhur, menjadikan tugu tersebut simbol penyatuan dan penghormatan bagi semua anggota keluarga.

Melalui hadis film ini, sutradara berusaha menampilkan tidak hanya kekayaan budaya Batak Toba, tetapi juga nuansa emosional yang mendalam dari hubungan keluarga. Penonton dijanjikan pengalaman menyentuh yang dipadukan dengan humor yang menghibur, yang tentunya akan membuat film ini layak untuk ditunggu. Tulang Belulang Tulang berpotensi menjadi salah satu film yang tidak hanya menghibur, tetapi juga mengedukasi masyarakat tentang pentingnya melestarikan tradisi dan budaya yang mulai terkikis oleh zaman.

Bukan hanya cerita yang menjadi fokus utama, tetapi juga pesan yang lebih dalam mengenai ikatan keluarga, penghormatan kepada leluhur, dan bagaimana tradisi dapat mendekatkan individu dengan akar budayanya. Film ini diharapkan dapat menjadi jembatan antara generasi muda dengan warisan budaya yang harus terus dijaga dan dilestarikan.

Dengan hadirnya film ini, diharapkan masyarakat bisa lebih menghargai dan memahami nilai-nilai yang terkandung dalam mangokal holi dan tradisi Batak Toba lainnya. Tulang Belulang Tulang bukan hanya sebuah film, tetapi juga upaya untuk merayakan dan mengenalkan kekayaan budaya Indonesia, sehingga generasi berikutnya dapat mengenal dan menghormati tradisi yang telah diwariskan oleh nenek moyang mereka.

Meski kisah dalam film ini merangkum tema keluarga dan tradisi, penonton juga akan dibawa dalam pengalaman visual yang mengesankan melalui suasana road trip yang penuh tantangan dan keindahan alam Danau Toba. Dengan latar belakang yang kaya akan budaya, film ini memberikan kesempatan untuk merenungkan kembali arti dari cinta, kehilangan, dan pentingnya saling menghormati satu sama lain dalam lingkup keluarga dan komunitas. Masyarakat diharapkan dapat hadir lebih awal di bioskop untuk menyaksikan kisah yang sarat nilai ini.

Redaksi Ilmiah

Ilmiah merupakan situs media online yang menyajikan berita dan informasi terbaru di Indonesia yang paling update.
Back to top button