Marinir Filipina telah meluncurkan konsep baru guna memperkuat pertahanan kepulauan mereka, menandai pergeseran signifikan dari operasi yang berfokus pada keamanan internal menuju penanganan ancaman eksternal yang lebih konvensional. Inisiatif baru ini sejalan dengan Konsep Pertahanan Kepulauan yang komprehensif, di mana seluruh cabang Angkatan Bersenjata Filipina sedang mengembangkan atau merumuskan rencana untuk menghadapi musuh konvensional.
Menurut informasi yang dirilis oleh Navalnews pada 30 Agustus 2024, konsep yang diperkenalkan disebut Littoral Response Group. Ini adalah inisiatif strategis yang dirancang untuk memberikan respons cepat dan efektif dalam operasi pertahanan di kawasan kepulauan. Meskipun rincian spesifik dari inisiatif ini belum dijelaskan secara mendalam, tujuan utamanya adalah untuk memungkinkan Marinir Filipina beroperasi secara berkelanjutan di medan maritim dengan cara yang terdistribusi dan terhubung dalam jaringan, serta menjadi bagian dari kekuatan manuver Gabung Armada-Marinir.
Lokasi penting seperti Tawi-Tawi, provinsi paling selatan Filipina dan markas Brigade Marinir ke-2, baru-baru ini menerima Batalyon Keamanan Maritim pertama di kawasan ini. Meskipun wilayah ini terletak ratusan kilometer dari titik panas di Laut China Selatan, reorganisasi pasukan Filipina di Tawi-Tawi bertujuan untuk memperkuat operasi pertahanan teritorial. Langkah ini dipicu oleh meningkatnya jumlah transit kapal Angkatan Laut dan Penjaga Pantai Tiongkok di antara Samudra Pasifik dan Laut Sulu.
Dengan adanya Batalyon Keamanan Maritim, unit operasi Marinir yang baru, dan konsep Littoral Response Group, Marinir Filipina berusaha untuk kembali fokus pada misi maritim setelah bertahun-tahun berorientasi pada kontra-pemberontakan berbasis darat. Penting untuk dicatat bahwa situasi keamanan maritim di kawasan ini semakin memburuk, mendorong Filipina untuk mengambil langkah-langkah lebih proaktif dalam menjaga perairan mereka.
Dalam kerangka modernisasi ini, Marinir Filipina juga berkolaborasi dengan Korps Marinir asing untuk mendapatkan inspirasi dan dukungan. Salah satu mitra utama adalah Korps Marinir Amerika Serikat, yang secara rutin berbagi pengetahuan melalui berbagai kegiatan pelatihan yang diadakan setiap tahun di Filipina. Dari kerja sama ini, Filipina mengamati berbagai formasi, taktik, dan peralatan terbaru yang digunakan oleh AS, dengan fokus khusus pada pemahaman wilayah maritim dan pertahanan pantai — dua aspek kunci dalam upaya modernisasi Marinir Filipina.
Salah satu unit khusus yang baru dibentuk dalam kerangka ini adalah Coastal Defense Regiment, yang memiliki tanggung jawab untuk mengoperasikan rudal jelajah anti-kapal BrahMos dan sistem permukaan-ke-udara. Unit ini memiliki kesamaan dengan beberapa komponen dari Marine Littoral Regiment Amerika, menandakan adanya upaya Filipina untuk memodernisasi kapasitas pertahanannya.
Di samping itu, kerja sama dengan Marinir Kerajaan Inggris juga membuka potensi untuk berkembang di masa depan. Komandan Arturo G. Rojas mengungkapkan bahwa pasukannya sedang menelaah rencana Future Commando Force milik Inggris untuk menilai kelayakannya sebagai model baru untuk operasi di Filipina. Ini menunjukkan bahwa Filipina tidak hanya mencari inspirasi dari satu negara saja, tetapi juga berupaya membangun kapabilitas pertahanan yang lebih komprehensif dengan memasukkan berbagai praktik terbaik dari negara sekutu.
Meskipun langkah-langkah yang diambil Filipina dalam memperkuat pertahanan maritimnya patut diperhatikan, masih belum jelas apakah konsep Kelompok Respons Pesisir akan terintegrasi dengan peninjauan pasukan terhadap rencana Inggris. Ini menjadi penting untuk memperhatikan bagaimana Angkatan Laut Kerajaan saat ini menjalankan dua formasi utama untuk operasi di Atlantik dan Indo-Pasifik.
Perlu diingat bahwa dinamika geopolitik di kawasan ini, terutama dengan meningkatnya kehadiran China di Laut China Selatan, telah mendorong pemosisian ulang kekuatan militer Filipina. Filipina kini dalam posisi untuk lebih proaktif dalam mempertahankan kedaulatannya atas wilayah maritim yang menjadi sengketa, sekaligus membangun kemitraan yang lebih kuat dengan sekutu-sekutu internasional.
Dengan peluncuran konsep Littoral Response Group dan pembentukan Batalyon Keamanan Maritim, Filipina bukan hanya menunjukkan komitmen untuk menghadapi ancaman konvensional, tetapi juga merefleksikan kebutuhan strategis untuk berbagi dan mempelajari teknik serta taktik baru dalam menghadapi tantangan keamanan yang kian kompleks di wilayahnya. Langkah ini diharapkan tidak hanya memberikan keuntungan bagi angkatan bersenjata Filipina, tetapi juga berkontribusi pada stabilitas dan keamanan regional secara keseluruhan.
Menyusul perkembangan terbaru ini, masyarakat internasional patut mengawal proses ini dan mempertimbangkan dampaknya terhadap keamanan maritim di kawasan Asia Tenggara. Filipina, dengan dukungan dari sekutu-sekutunya, tampaknya siap untuk mengambil langkah-langkah lebih tegas dalam menjamin kedaulatan negaranya dan mencegah potensi ancaman di masa depan.