Indonesia

Festival Sidang Balai: Kembali Hidupkan Warisan Budaya Melalui Inkubasi Generasi Muda

Pada malam puncak Festival Sidang Balai Panjang, kebudayaan lokal yang hampir punah berhasil dihidupkan kembali melalui pertunjukan seni yang melibatkan generasi muda. Gelaran festival ini berlangsung di Kecamatan Tanah Priuk, Kabupaten Bungo, Jambi pada 21 Agustus 2024 dan berhasil menarik perhatian warga setempat serta para pecinta budaya.

Festival Sidang Balai Panjang bukan hanya perayaan budaya, tetapi juga menjadi ajang edukasi. Pertunjukan yang disajikan oleh sanggar-sanggar lokal memperkenalkan nilai-nilai sejarah dan kearifan lokal kepada generasi penerus. Direktur Perfilman Musik dan Media (PMM) Kemendikbudristek, Ahmad Mahendra, dalam sambutannya, menggarisbawahi pentingnya menghidupkan kembali warisan budaya yang hampir punah, terutama tradisi Sidang Balai Panjang yang sudah ada sejak ratusan tahun.

Ahmad Mahendra menambahkan bahwa festival ini juga mencerminkan gotong royong masyarakat setempat dalam menjaga dan melestarikan nilai-nilai budaya. Dia menjelaskan, “Melalui kebudayaan dan kesenian yang disajikan dengan muatan ilmu pengetahuan dan wawasan sejarah, kita ingin menginisiasi kepedulian terhadap lingkungan, sejarah, dan warisan budaya.”

Festival ini tidak hanya menampilkan berbagai pertunjukan seni, tetapi juga mendorong generasi muda untuk aktif terlibat. Ahmad Mahendra berpendapat bahwa melibatkan anak-anak muda dalam kegiatan kebudayaan penting untuk memastikan bahwa semangat dan apresiasi terhadap kearifan lokal dapat berlangsung secara berkelanjutan. “Generasi muda kita perlu apresiasi dengan terus memberi ruang berekspresi, berkesenian dalam mengangkat nilai-nilai budaya,” tegasnya.

Parade tarian dan pertunjukan seni lainnya menjadi daya tarik utama festival ini. Di antaranya, Tari Tumbuk Tingkah dari Sanggar Empelu Jaya, Tari Brelek Gedang dari Sanggar Puspita, Tari Selibu Padi dari Sanggar Gadis Balai Panjang, dan pertunjukan Sidang Balai Panjang dari Sanggar Bungo Kanhinok. Khususnya, pertunjukan Sidang Balai Panjang terinspirasi dari tradisi penetapan sanksi adat yang masih dijalankan hingga saat ini.

Salah satu hal yang menarik perhatian adalah kekuatan simbolis Rumah Tuo Balai Panjang sebagai lokasi persidangan adat. Kurator Lokal, Ja’far, menyebutkan bahwa rumah ini, yang berbentuk perahu, bukan hanya tempat tinggal, tetapi juga pusat dari praktik adat. “Rumah Balai Panjang merepresentasikan masyarakat Bungo yang bergantung pada air. Bentuknya menandakan bahwa kehidupan masyarakat sangat berhubungan dengan lingkungan perairan,” ungkapnya.

Ja’far juga menuturkan bahwa pertunjukan Sidang Balai Panjang merupakan bagian penting dari praktik budaya yang mengakar dalam kehidupan masyarakat Tanah Periuk. Ia meyakini bahwa keterlibatan generasi muda dalam kesenian ini menjadi upaya kolektif untuk melestarikan kebudayaan. “Dengan mengajak anak muda terlibat dalam kesenian ini, kita berbuat untuk melestarikan budaya,” ujarnya.

Pelestarian kebudayaan melalui seni pertunjukan menjadi tema utama dalam festival ini. Dalam hal ini, Tarian Selibu Padi, yang disuguhkan oleh anak-anak muda dan siswa sekolah, membawa makna yang dalam. Azizah, sebagai penata tarian dari Sanggar Gadis Balai Panjang, menjelaskan bahwa tarian ini diadakan sebelum panen sebagai simbol penghormatan kepada alam dan rasa syukur atas hasil bumi yang berlimpah. “Tarian ini menggambarkan kehidupan masyarakat yang sangat bergantung pada alam,” katanya.

Melalui penampilan ini, peserta tidak hanya belajar tentang gerakan tari, tetapi juga mendalami nilai-nilai budaya dan sejarah yang terkandung dalamnya. “Kami sangat bangga bisa mengangkat kearifan lokal kami dengan pertunjukan seni tari Selibu Padi ini,” lanjut Azizah.

Festival Sidang Balai Panjang merupakan bagian dari Kenduri Swarnabhumi 2024, sebuah inisiatif yang lebih besar yang menggelar 12 festival budaya di sepanjang DAS Batanghari. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga warisan nenek moyang dari generasi ke generasi. Kenduri Swarnabhumi akan berlangsung di 10 kabupaten/kota di Provinsi Jambi dan satu kabupaten di Dharmasraya, Sumatera Barat, dengan mengangkat narasi pentingnya hubungan antara kebudayaan dan pelestarian lingkungan.

Dalam konteks yang lebih luas, Kenduri Swarnabhumi berfokus pada integrasi antara kebudayaan dan pelestarian lingkungan, khususnya sungai. Dengan menekankan pentingnya kebudayaan untuk keberlanjutan lingkungan, kegiatan ini diharapkan dapat menciptakan kesadaran baru tentang tanggung jawab setiap individu dalam menjaga kekayaan budaya dan alam yang ada.

Dari festival ini, jelas terlihat bahwa kolaborasi antara generasi muda dan masyarakat dapat menjadi solusi efektif dalam menjaga dan melestarikan warisan budaya. Inisiatif seperti Festival Sidang Balai Panjang menunjukkan bahwa pelestarian kebudayaan adalah usaha kolektif yang memerlukan partisipasi aktif dari semua pihak, terutama generasi muda yang kelak akan menjadi penerus tradisi tersebut.

Dengan upaya terus menerus dan dukungan dari berbagai pihak, diharapkan warisan budaya yang hampir punah dapat hidup kembali dan menjalin hubungan erat dengan generasi muda, menjadikan mereka penyambung lidah kearifan lokal di masa depan.

Redaksi Ilmiah

Ilmiah merupakan situs media online yang menyajikan berita dan informasi terbaru di Indonesia yang paling update.
Back to top button