Serangan udara yang dilancarkan oleh militer Israel pada Senin, 30 September 2024, telah mengguncang Beirut, ibu kota Lebanon, menandai langkah agresif yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam konflik yang berkepanjangan antara Israel dan Hizbullah. Ini adalah serangan pertama yang secara langsung menghantam pusat kota Beirut, sebuah langkah yang menunjukkan perubahan signifikan dalam strategi militer Israel di wilayah tersebut.
Serangan Berdampak Fatal
Serangan yang terjadi di distrik Kola, sebuah daerah yang mayoritas penduduknya Sunni, menghancurkan sebuah gedung apartemen yang terletak strategis dekat jalan utama menuju bandara Beirut. Asap tebal terlihat mengepul dari lokasi serangan, menambah kepanikan bagi warga yang mendengar dentuman keras saat serangan berlangsung. Tercatat, sedikitnya empat orang tewas akibat serangan ini, termasuk tiga pemimpin militan dari Front Populer untuk Pembebasan Palestina (PFLP), yang dikenal sebagai kelompok yang berafiliasi dengan gerakan anti-Israel. Menurut laporan saksi mata, gedung yang terkena serangan mengalami kerusakan parah hingga hampir rata dengan tanah.
Militer Israel menyatakan melalui akun Telegram resmi mereka bahwa mereka berkomitmen untuk "melanjutkan serangan dengan kekuatan yang lebih besar untuk menghancurkan dan melemahkan kemampuan militer Hizbullah di Lebanon." Suara pernyataan tersebut tampak semakin optimis, mengingat dampak yang ditimbulkan oleh rentetan serangan sebelumnya di wilayah yang menjadi basis Hizbullah.
Sejarah Ketegangan Di Lebanon
Memahami konteks serangan ini sangat penting. Selama beberapa dekade, Israel telah terlibat dalam berbagai operasi militer di Lebanon, tetapi biasanya, serangan mereka terbatas pada wilayah selatan negara tersebut, yang merupakan markas utama Hizbullah. Namun, sejak beberapa bulan terakhir, Israel tampaknya telah mengalihkan perhatian mereka ke Beirut dan wilayah utara, setelah tewasnya pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah, dalam serangan udara yang separuh hasilnya menyebabkan kekhawatiran mendalam di kalangan warga Lebanon.
Pihak otoritas Lebanon mengkonfirmasi bahwa serangan tersebut bertujuan untuk menargetkan infrastruktur yang diyakini milik Hizbullah dan sekutunya. "Serangan itu menargetkan apartemen milik Jamaa Islamiya," ungkap seorang sumber keamanan kepada AFP, yang menyoroti sifat kompleks dan beragamnya pemain dalam konflik ini.
Alih Fokus dari Gaza ke Lebanon
Sebelumnya, Israel terlibat dalam pertempuran sengit di Jalur Gaza, tetapi kini mereka mulai memfokuskan operasinya ke Lebanon. Ini mungkin merupakan strategi yang direncanakan untuk menghadapi sekutu-sekutu Iran yang semakin kuat di kawasan, terutama setelah kematian Nasrallah. Sekarang, peningkatan serangan di Beirut dan wilayah Bekaa, yang dikenal sebagai tempat penyimpanan senjata Hizbullah, menunjukkan bahwa Israel berencana mengacak-acak kekuatan militer dan infrastruktur Hizbullah.
Pihak militer Israel menegaskan dalam pernyataannya bahwa mereka tidak akan berhenti hingga infrastruktur militer Hizbullah di Lebanon dirusak total. “Kami akan terus menyerang infrastruktur tersebut hingga kami melakukan penilaian kembali terkait ancaman yang ada,” jelas juru bicara militer Israel.
Dampak Kemanusiaan yang Mengkhawatirkan
Data yang diberikan oleh Kementerian Kesehatan Lebanon sangat mengkhawatirkan, dengan laporan lebih dari 1.000 orang tewas dan sekitar 6.000 orang terluka akibat serangan Israel dalam dua pekan terakhir. Pada hari sebelum serangan di Beirut, jumlah korban dilaporkan mencapai 105 orang tewas dan 359 lainnya terluka dalam rentetan serangan udara di berbagai wilayah. Situasi ini menunjukkan betapa cepatnya eskalasi kekerasan terjadi di Lebanon.
Pemerintah Lebanon juga melaporkan bahwa lebih dari satu juta orang, sekitar seperlima dari populasi negara ini, terpaksa mengungsi dari rumah mereka akibat serangan. Perdana Menteri Lebanon, Najib Mikati, menilai situasi ini sebagai "gerakan pengungsian terbesar" dalam sejarah Lebanon. Negara yang sudah terpuruk akibat krisis keuangan dan politik ini kini harus menghadapi masalah baru akibat serangkaian serangan yang menghancurkan infrastruktur penting, termasuk gedung-gedung apartemen dan fasilitas publik.
Reaksi Internasional dan Ketegangan Regional
Serangan terbaru ini menambah panjang daftar konflik yang melibatkan Israel dan semakin memicu perhatian internasional. Banyak negara dan organisasi internasional menyerukan de-eskalasi dan dialog untuk menghindari terulangnya kekerasan yang lebih besar, tetapi situasi di lapangan tampaknya semakin sulit untuk dikendalikan. Ucapan-ucapan para pemimpin di kedua belah pihak menunjukkan niat untuk melanjutkan konflik, dan ketegangan ini mengancam stabilitas tidak hanya Lebanon, tetapi juga kawasan Timur Tengah yang lebih luas.
Perkembangan situasi ini menunjukkan bahwa konflik di Timur Tengah tidak hanya terfokus pada Gaza dan Israel saja. Kini, Lebanon telah menjadi titik api baru dalam konflik ini, seiring meningkatnya ancaman yang dihadapi oleh Hizbullah dan sekutu-sekutunya. Ketegangan ini dapat menimbulkan dampak jangka panjang bagi seluruh kawasan, dan menjadikan warga sipil sebagai korban utama.
Dengan berbagai pernyataan yang saling bertentangan dan eskalasi yang semakin meningkat, semua pihak harus berpikir keras tentang langkah selanjutnya untuk menyelesaikan konflik yang berkepanjangan ini. Kematian dan penderitaan warga sipil yang tak terhitung jumlahnya harus menjadi pengingat akan bahaya dari pertikaian bersenjata tanpa akhir.