Pendidikan

Epidemiolog UI: Ini Cara Pencegahan dan Pengobatan Monkeypox yang Perlu Diketahui

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes) melaporkan bahwa sejak kemunculan wabah Monkeypox (Mpox) pertama kali di Indonesia pada tahun 2022, jumlah kasus yang terkonfirmasi mencapai 88. Data yang diperbarui pada 14 Agustus 2024 menunjukkan adanya tambahan 14 kasus baru setelah sebelumnya tercatat 74 kasus antara Juli 2022 hingga Mei 2023. Dalam konteks ini, Dr. Syahrizal Syarif, M.P.H., Ph.D., epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (UI), memberikan penjelasan mendalam mengenai penyakit ini, cara pencegahan, serta pengobatannya.

Monkeypox merupakan penyakit yang tergolong ke dalam kategori Self-limited Diseases. Berdasarkan penjelasan Dr. Syahrizal, penyakit ini dapat sembuh dengan sendirinya dalam rentang waktu 2 hingga 4 minggu dengan pengobatan yang tepat. Pengobatan yang diperlukan adalah simptomatik, seperti penggunaan paracetamol untuk meredakan demam dan bedak untuk mengatasi gatal.

Menurut Dr. Syahrizal, Mpox yang menyebar di Indonesia berasal dari strain Clade 2. Clade 2 ini lebih sulit menular dan memiliki angka kematian yang lebih rendah, yaitu di bawah 1 persen. Sebaliknya, Clade 1, yang banyak ditemukan di Afrika, memiliki tingkat kematian berkisar antara 5 hingga 10 persen. Meskipun strain yang beredar di Indonesia tidak bersifat endemik, Mpox tetap menjadi ancaman yang signifikan, terutama bagi kelompok berisiko tinggi.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan Mpox sebagai Public Health Emergency of International Concern. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun risiko penularan di masyarakat umum tergolong rendah, kewaspadaan dan pencegahan harus tetap diterapkan. Dr. Syahrizal mengungkapkan bahwa Mpox dapat menyebar terbatas di Indonesia, terutama di kelompok yang memiliki risiko tinggi.

Gejala Mpox muncul dalam dua tahap. Tahap pertama ditandai dengan gejala umum seperti demam, sakit kepala, batuk, pilek, dan pembesaran kelenjar getah bening, khususnya di area leher dan ketiak. Tahap kedua ditandai dengan munculnya ruam di kulit yang dimulai dari benjolan berisi nanah, yang kemudian pecah dan mengering menjadi koreng. Dalam gelombang wabah 2022-2023, ruam ini ditemukan lebih banyak di area genital dan anus, yang menandakan pentingnya kesadaran akan gejala di kalangan masyarakat.

Penularan Monkeypox terjadi melalui kontak erat dengan penderita. Dr. Syahrizal mencatat bahwa mayoritas kasus yang terjadi (86%) adalah pada pria yang berhubungan seksual dengan sesama jenis, sementara sekitar 6% ditemukan pada kelompok transgender dan biseksual. Walaupun Mpox bukanlah penyakit menular seksual, penularan lebih mungkin terjadi dalam konteks hubungan fisik langsung. Masyarakat umum, di sisi lain, dihadapkan pada risiko penularan yang relatif rendah.

Masyarakat yang mengalami gejala mirip Mpox dianjurkan untuk segera memeriksakan diri. Gejala Mpox seringkali mirip dengan penyakit lain seperti herpes atau cacar air, sehingga diagnosis akurat melalui tes PCR menjadi penting. Sebagian besar kasus tidak memerlukan perawatan rumah sakit dan cukup dirawat secara mandiri selama 2 hingga 4 minggu.

Dalam hal pencegahan, Dr. Syahrizal menegaskan bahwa vaksinasi tidak direkomendasikan untuk masyarakat umum, melainkan hanya untuk kelompok berisiko tinggi. Vaksin Mpox direkomendasikan bagi mereka yang pernah kontak erat dengan penderita, dengan efektivitas mencapai 86% dalam mencegah penularan. Vaksin ini diberikan dalam dua dosis dengan jarak waktu 28 hari antara dosis pertama dan kedua.

Pentingnya edukasi bagi kelompok berisiko tinggi menjadi sorotan utama dalam upaya pencegahan penyebaran Mpox. Dr. Syahrizal menekankan bahwa deteksi dini dan kemudahan akses terhadap tes PCR merupakan prioritas utama. Isolasi yang tepat dan pengobatan yang efektif juga dibutuhkan untuk mengendalikan potensi penyebaran penyakit ini.

Dengan semua data dan informasi yang telah disampaikan, meskipun potensinya tidak sebanding dengan pandemi COVID-19, penyebaran Mpox tetap memerlukan langkah-langkah preventif yang serius. Komunikasi yang baik dan konsistensi dalam memberikan informasi kepada masyarakat dapat membantu menciptakan lingkungan yang lebih aman dan lebih sehat, terutama bagi kelompok yang berisiko tinggi.

Pendekatan yang sistematis dalam menangani epidemi ini menjadi sangat penting. Langkah-langkah pencegahan yang diambil sekaligus meningkatkan kesadaran masyarakat tentang gejala dan cara penularannya diharapkan bisa meminimalisir dampak dari wabah Mpox. Dalam situasi seperti ini, kerjasama antara pemerintah, institusi kesehatan, dan masyarakat adalah kunci dalam mengatasi tantangan kesehatan global yang terus berkembang.

Redaksi Ilmiah

Ilmiah merupakan situs media online yang menyajikan berita dan informasi terbaru di Indonesia yang paling update.
Back to top button