Indonesia

Eks Pegawai BPOM Ditetapkan Tersangka dalam Kasus Pemerasan dan Gratifikasi

Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri baru saja menetapkan eks pegawai Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) berinisial SD sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi yang melibatkan Direktur PT AOBI, berinisial FK. Nilai dugaan korupsi ini mencapai Rp3,49 miliar, yang merupakan angka signifikan dalam konteks tindakan korupsi di sektor publik.

Kombes Arief Adiharsa, selaku Wakil Direktur Tindak Pidana Korupsi, menjelaskan bahwa penetapan tersangka SD dilakukan setelah pemenuhan fakta-fakta penyidikan dan kecukupan alat bukti. Hasil gelar perkara yang dilakukan pada tanggal 24 Juni 2024 juga menjadi dasar penting dalam proses ini. Selain itu, para penyidik telah memanggil dan memeriksa dua ahli, yang berkompeten dalam hukum pidana dan bahasa, guna memperkuat bukti yang ada.

Tercatat, 28 saksi telah diperiksa dalam kasus ini. Dari jumlah tersebut, 17 orang berasal dari BPOM, delapan orang dari pihak swasta, tiga orang dari instansi di luar BPOM yang merupakan petugas KPK, dan dua saksi dari sektor perbankan. Proses penyidikan menyentuh aspek yang mendalam, mencakup berbagai pihak yang memiliki keterkaitan dalam kasus ini.

Berdasarkan penjelasan Arief, tindakan pemerasan yang dilakukan oleh SD berlangsung antara tahun 2021 hingga 2023. Pemberian uang oleh FK kepada SD disebut-sebut dilakukan atas permintaan dari SD yang berulang kali. **Arief memerinci beberapa transaksi yang dilakukan*: pertama, sebanyak Rp1 miliar diberikan oleh FK sebagai imbalan untuk penggulingan Kepala BPOM. Kedua, Rp967 juta diterima SD melalui rekening lain yang atas nama DK**, di mana tindakan ini menimbulkan kecurigaan akan adanya skema yang lebih besar dalam penggelapan dana.

Selain itu, SD juga menerima uang sebesar Rp1,178 miliar yang ditransfer langsung ke rekeningnya, serta Rp350 juta diterima secara tunai, yang diduga digunakan untuk memfasilitasi pengurusan sidang PT AOBI oleh BPOM. Total akumulasi dari semua transaksi ini menunjukkan alur pemerasan yang sistematis dan terencana, dengan dampak yang luas terhadap integritas lembaga keuangan dan publik.

Sebagai bagian dari proses hukum, pihak penyidik telah mengambil tindakan preventif dengan menyita barang bukti berupa uang cash sebesar Rp1,3 miliar, serta 65 dokumen lainnya yang relevan dengan kasus ini. Penyitaan ini diharapkan dapat memperkuat bukti-bukti yang ada serta menjadi faktor penentu dalam proses hukum selanjutnya terhadap tersangka.

Selain penetapan sebagai tersangka, SD juga telah dikenakan sanksi administratif berupa demosi dari jabatannya yang semula sebagai Kepala Besar POM Bandung menjadi Pelaksana Balai Besar POM di Tarakan. Langkah ini menunjukkan komitmen BPOM dalam penegakan disiplin dan akuntabilitas internal meskipun tersangka kini melakukan tindakan yang merugikan lembaga.

Apabila terbukti bersalah, SD dikenakan pasal 12 huruf (e) dan atau pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001. Pasal-pasal tersebut mencakup tindakan gratifikasi dan pemerasan yang dilakukan oleh pejabat publik, serta dapat diancam dengan pidana penjara yang cukup berat.

Kasus ini juga menjadi sorotan publik, karena menggambarkan bagaimana praktik korupsi dapat masuk ke dalam institusi yang seharusnya menjamin kesehatan dan keselamatan masyarakat. Dengan reputasi BPOM yang diharapkan bersih dan transparan, tindakan individual yang mencederai nama baik institusi ini harus ditindak tegas guna memulihkan kepercayaan masyarakat.

Selain dampak terhadap individu yang terlibat, kasus ini juga menimbulkan pertanyaan lebih dalam mengenai sistem pengawasan dan penegakan hukum di sektor pemerintahan. Keterlibatan berbagai instansi dalam penyelidikan diharapkan dapat menjadi sinyal kuat bagi upaya pencegahan korupsi di Indonesia, serta menjerat lebih banyak pelaku-pelaku lain dalam jaringan korupsi yang lebih luas.

Dengan adanya berita ini, diharapkan masyarakat semakin sadar akan pentingnya pengawasan terhadap tindakan korupsi, serta mendukung upaya pemerintahan dan penegak hukum untuk memberantas praktik-praktik yang merugikan negara dan masyarakat. Keberanian SD untuk mengambil tindakan yang melanggar aturan pun menjadi pelajaran penting bagi pegawai negeri lainnya agar senantiasa menjunjung tinggi integritas dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab mereka.

Redaksi Ilmiah

Ilmiah merupakan situs media online yang menyajikan berita dan informasi terbaru di Indonesia yang paling update.
Back to top button