Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merilis laporan terbaru yang menunjukkan bahwa kredit perbankan Indonesia mengalami melambat pada Agustus 2024, dengan total mencapai Rp7.508 triliun. Pertumbuhan kredit ini tercatat 11,4 persen, menurun dibandingkan pertumbuhan pada bulan Juli yang mencapai 12,4 persen dan total Rp7.515 triliun. Meski demikian, pertumbuhan kredit perbankan tetap menunjukkan angka positif, meskipun laju pertumbuhannya mengalami sedikit penurunan.
Dari data yang diterbitkan OJK, pertumbuhan kredit perbankan secara year-to-date (ytd) pada tahun ini tercatat 5,89 persen, sedangkan jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya (month-to-month atau mtm) mengalami penurunan tipis sebesar 0,09 persen. Data ini menunjukkan bahwa meskipun ada perlambatan, sejumlah sektor di dalam ekosistem perbankan masih menunjukkan pertumbuhan yang stabil.
Selain itu, OJK juga mencatat bahwa tingkat kredit macet (Non-Performing Loan/NPL) mengalami sedikit penurunan menjadi 2,26 persen pada Agustus, dibandingkan dengan NPL sebesar 2,27 persen pada Juli. Penurunan ini menjadi indikator positif bagi kesehatan sektor perbankan, yang menunjukkan kemampuan bank untuk mengelola risiko kredit meskipun dalam kondisi pertumbuhan yang melambat.
Dalam konteks yang lebih luas, total Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dihimpun oleh perbankan pada Agustus 2024 mencapai Rp8.650 triliun, dengan pertumbuhan sebesar 7,01 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, angka ini juga lebih rendah jika dibandingkan dengan pertumbuhan bulan Juli yang mencatat 7,72 persen dan total DPK sebesar Rp8.687 triliun. Pertumbuhan DPK pada bulan Agustus didorong terutama oleh peningkatan saldo giro, yang menunjukkan preferensi nasabah untuk menyimpan dananya dalam bentuk giro daripada tabungan atau deposito.
Profitabilitas industri perbankan Indonesia pada Agustus 2024 juga cukup memadai, meskipun mengalami sedikit penurunan. Net Interest Margin (NIM) tercatat mencapai 4,60 persen, sedangkan Return on Assets (ROA) meraih 2,69 persen. Dua indikator ini menunjukkan kemampuan bank dalam menghasilkan keuntungan dari aset yang dimiliki.
Sementara itu, total alat likuid perbankan tercatat mencapai Rp2.195 triliun, menunjukkan likuiditas yang sehat di sektor perbankan. Namun, rasio alat likuid terhadap non-core deposit (AL/NCD) serta alat likuid terhadap DPK masing-masing tercatat di angka 112,92 persen dan 25,37 persen. Angka-angka ini mengalami sedikit penurunan dibandingkan bulan Juli yang masing-masing mencapai 113,49 persen dan 25,56 persen. Meskipun ada penurunan ini, kedua rasio tetap berada di atas ambang batas yang ditentukan—50 persen untuk AL/NCD dan 10 persen untuk AL/DPK—yang menunjukkan bahwa perbankan masih berada dalam kondisi likuiditas yang baik.
Dian, salah satu perwakilan Dewan Komisioner OJK, menyampaikan bahwa saat ini sektor perbankan masih menunjukkan ketahanan meskipun terdapat tantangan dalam pertumbuhan kredit. Menurutnya, setiap indikator yang dipantau tetap berada dalam batas yang sehat, mencerminkan ketahanan sistem keuangan Indonesia secara keseluruhan.
Diharapkan dengan kondisi ini, sektor perbankan dapat terus berinovasi dan memenuhi kebutuhan masyarakat, serta mendukung pertumbuhan ekonomi nasional di masa depan. Meskipun ada pelambatan dalam pertumbuhan kredit, tantangan yang ada dapat menjadi momentum bagi perbankan untuk lebih fokus pada pengelolaan risiko dan pemenuhan kebutuhan nasabah.
Seluruh parameter ini menunjukkan bahwa meskipun pertumbuhan kredit perbankan mengalami penurunan, berbagai indikator kesehatan finansial lainnya tetap menunjukkan performa yang tidak hanya memadai tetapi juga membangun kepercayaan di pasar. Dengan perhatian yang tepat dari OJK dan industri perbankan, diharapkan bisa terus mendorong pertumbuhan yang berkelanjutan dan stabil di masa yang akan datang.