Dalam hampir tiga minggu terakhir, Israel telah melancarkan serangan besar-besaran terhadap dua organisasi Islam yang dikenal sebagai musuh tradisionalnya: Hamas dan Hizbullah. Kedua kelompok ini, meskipun bersatu dalam tujuan untuk melawan Israel, memiliki perbedaan mendasar dalam ideologi, sejarah, dan wilayah operasional. Memahami perbedaan ini sangatlah penting untuk menggali lebih dalam tentang konflik yang berlangsung di Timur Tengah.
Ideologi dan Asal Usul
Hamas merupakan gerakan perlawanan Islam Sunni yang didirikan pada tahun 1987 di Palestina, berakar dari gerakan Ikhwanul Muslimin. Piagam Hamas yang dikeluarkan pada tahun 1988 menetapkan bahwa Palestina adalah tanah Islam yang tidak boleh diserahkan kepada Israel dan harus dibebaskan melalui jihad. Ini menggambarkan komitmen Hamas untuk tidak berhenti sampai seluruh wilayah Palestina terbebas dari okupasi Israel. Pertentangan ini mencerminkan dalam banyak aspek identitas nasional dan religius di kalangan rakyat Palestina.
Di sisi lain, Hizbullah adalah kelompok milisi Syiah yang berdiri di Lebanon pada awal 1980-an sebagai reaksi terhadap invasi Israel ke Lebanon. Terinspirasi oleh Revolusi Iran dan ajaran Wilayat al-Faqih, Hizbullah mengakui pemimpin tertinggi Iran sebagai otoritas politik dan agama yang utama. Sasaran utama Hizbullah adalah memperkuat kekuasaan Islam di Lebanon dan melawan pengaruh Barat serta Israel di kawasan. Ini menunjukkan bagaimana ideologi yang berbeda membentuk tindakan dan reaksi masing-masing organisasi terhadap situasi politik di kawasan mereka.
Wilayah Operasi
Hamas dominan di Jalur Gaza dan Tepi Barat, di mana kelompok ini selalu terlibat dalam serangan roket dan operasi militer melawan Israel. Sejak pengambilalihan Jalur Gaza pada tahun 2007, Hamas telah berfungsi sebagai pemerintahan de facto di wilayah tersebut, yang jelas memperkuat peranan mereka dalam politik dan ketegangan regional.
Sementara itu, Hizbullah beroperasi terutamanya di Lebanon, dengan konsentrasi kekuatan di selatan negara tersebut. Berbeda dengan Hamas, Hizbullah bukan hanya berfungsi sebagai milisi, tetapi juga memiliki peran penting dalam politik Lebanon. Organisasi ini telah memperoleh popularitas yang sangat besar di kalangan komunitas Syiah dan kerap kali terlibat dalam bentrokan dengan Israel, termasuk di perbatasan Lebanon-Israel. Dengan demikian, medan pertempuran dan strategi operasional kedua organisasi ini berbeda, tetapi keduanya berbagi tujuan yang sama dalam melawan Israel.
Pemimpin Hamas dan Hizbullah
Hamas, sejak pendiriannya, telah dipimpin oleh berbagai tokoh berpengaruh, termasuk Sheikh Ahmed Yassin, salah satu pendiri organisasi ini. Namun, kendali kepemimpinan kemudian beralih kepada Ismail Haniyeh yang memimpin sebagai kepala sayap politik. Sayangnya, pada Juli 2024, Haniyeh menjadi korban serangan udara Israel di Iran, meninggalkan kekosongan kepemimpinan yang kini diisi oleh Yahya Sinwar, pemimpin sayap militer di Gaza.
Sebaliknya, Hizbullah telah lama dipimpin oleh Hassan Nasrallah, yang menjabat sebagai Sekretaris Jenderal sejak tahun 1992. Nasrallah adalah tokoh yang sangat dihormati dan memiliki pengaruh yang substansial di Lebanon, serta di antara kelompok-kelompok Syiah lainnya di kawasan. Namun, nasib serupa menimpa Nasrallah ketika ia tewas dalam serangan udara Israel yang menghancurkan markas besar Hizbullah di Beirut pada September 2024. Kematian Nasrallah menimbulkan kekhawatiran mengenai kepemimpinan masa depan Hizbullah, karena hingga berita ini diturunkan, belum ada pengganti resmi yang diumumkan.
Kedua Organisasi dalam Konteks Konflik
Peran Hamas dan Hizbullah dalam konflik berkepanjangan melawan Israel perlu dipahami dalam kerangka geopolitik yang lebih luas. Keduanya merupakan produk dari lingkungan politik dan sosial yang kompleks, di mana agama, identitas nasional, dan politik internasional memainkan peranan penting. Hamas, yang berjuang untuk kemerdekaan Palestina, berfokus pada pencapaian tujuan melalui dukungan lapangan, sedangkan Hizbullah, yang berorientasi lebih pada ideologi Syiah dan dukungan dari Iran, cenderung mengejar tujuan yang lebih pragmatis baik di dalam Lebanon maupun di kawasan yang lebih luas.
Konflik antara Israel dan kedua organisasi ini tidak hanya terbatas pada pertempuran militer; dimensi politik, propaganda, dan diplomasi juga menjadi faktor yang sangat penting. Kemampuan masing-masing organisasi untuk memobilisasi dukungan, baik di level lokal maupun internasional, adalah aspek lain dalam dinamika ini. Dengan menelaah perbedaan dan kesamaan dalam pendekatan mereka, kita dapat memperoleh gambaran yang lebih baik tentang arah perkembangan konflik di Timur Tengah.
Dampak terhadap Wilayah dan Global
Ketegangan yang terjadi antara Israel, Hamas, dan Hizbullah ini tidak hanya berpengaruh pada stabilitas regional, namun juga mempengaruhi dinamika politik global. Keberadaan dua organisasi ini seringkali membawa perhatian dari kekuatan besar di dunia, yang memiliki kepentingan tersendiri di Timur Tengah. Posisi dan dukungan yang diberikan oleh negara-negara besar kepada salah satu pihak dapat berkontribusi pada eskalasi atau penurunan ketegangan di area konflik.
Di tengah situasi genting ini, masyarakat internasional terus memonitor perkembangan situasi dan memberikan harapan akan jalan damai. Namun, dengan dikotomi yang jelas antara Hamas dan Hizbullah, serta keduanya dengan Israel, pencapaian solusi damai tampak semakin kompleks dan sulit. Dalam menghadapi masa depan, penting bagi semua pihak untuk mengedepankan dialog dan negosiasi, yang mungkin bisa meredakan ketegangan yang telah berlangsung lama ini.
Dengan pemahaman yang lebih dalam mengenai kedua organisasi ini, kita mungkin bisa berharap agar masyarakat dunia dapat lebih peka terhadap doktrin dan motivasi masing-masing, serta berkontribusi kepada solusi yang lebih damai di masa depan.