Mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kembali menjadi sorotan publik menjelang Pilpres 2024 dengan pernyataan-pernyataannya yang kontroversial. Dalam sebuah debat capres yang berlangsung di Philadelphia pada 10 September 2024, Trump membuat klaim berani bahwa "Israel akan lenyap" jika Kamala Harris terpilih sebagai Presiden AS. Pernyataan ini memicu perdebatan sengit dan menimbulkan anggapan bahwa Trump seolah-olah “memperdagangkan” isu Israel demi ambisi politiknya.
Dalam debat tersebut, Trump tidak ragu untuk menuduh Harris tidak mendukung negara Israel, pernyataan yang sangat mengusik. Ia menyatakan, "Dia (Harris) membenci Israel… Jika dia jadi presiden, saya meyakini Israel tidak akan ada dalam dua tahun dari sekarang." Pernyataan ini tidak hanya menunjukkan gaya komunikasinya yang blak-blakan, tetapi juga menunjukkan strategi politik yang lebih dalam: menggalang dukungan dari komunitas Yahudi dan para pendukung pro-Israel di Amerika Serikat.
Politik Identitas dan Isu Israel
Kesimpulan bahwa Trump menggunakan isu Israel seperti komoditas dalam politik muncul dari cara dia menyajikan pernyataan-pernyataannya. Dengan mendorong narasi bahwa hanya dirinya yang mampu melindungi Israel dari ancaman yang dibayangkan, Trump berusaha untuk memetakan kontras antara dirinya dan Harris. Dalam konteks ini, retorika politiknya menciptakan gambaran bahwa adalah pilihan antara "keberlangsungan Israel" versus "ancaman dari lawan-lawan politiknya." Ini adalah strategi yang ia terapkan juga pada Pilpres sebelumnya.
Dengan merujuk pada pemindahan kedutaan besar AS ke Yerusalem, sebuah langkah yang sangat kontroversial, Trump menunjukkan betapa seriusnya dia dalam mendukung Palestina di tengah ketegangan yang terus meningkat. Namun kini, seolah-olah dia berusaha memanfaatkan ketegangan ini kembali untuk meraih suara.
Respon Kamala Harris
Di sisi lain, Kamala Harris langsung memberikan tanggapannya terhadap pernyataan Trump. Dalam wawancara dengan CNN, Harris menegaskan kembali komitmennya terhadap Israel dan haknya untuk membela diri. "Saya tegaskan. Saya tegas dalam hak Israel untuk membela diri. Dan itu tidak akan berubah," ujarnya. Harris selanjutnya menekankan bahwa dia akan mencari solusi untuk mengakhiri konflik yang tengah berlangsung di Gaza, mengutamakan pentingnya gencatan senjata dan pembebasan sandera.
Harris juga menekankan perlunya mencapai solusi dua negara yang aman bagi kedua belah pihak, sebuah hal yang fundamental dalam perdebatan mengenai resolusi konflik jangka panjang di kawasan tersebut. Kontradiksi antara pernyataan Trump dan sikap Harris menciptakan dinamika yang menarik dalam pemilihan yang semakin mendekat.
Situasi Terkini di Gaza
Kompleksitas politik dan retorika ini terjadi bersamaan dengan situasi di Gaza yang semakin memburuk. Konflik yang berkepanjangan di wilayah tersebut menarik perhatian 130 pemimpin dunia yang berkumpul di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk membahas krisis yang berkembang. Ada kekhawatiran serius tentang kemungkinan terjadinya genosida di Gaza, dan banyak pihak merasa bahwa upaya internasional untuk mencapai perdamaian tampaknya semakin sulit.
Direktur PBB di International Crisis Group, Richard Gowan, menyampaikan pandangannya tentang pertemuan besar tersebut, "Perang di Gaza, Ukraina, dan Sudan akan menjadi fokus utama Sidang Umum. Namun, tidak mungkin kita akan melihat solusi signifikan untuk salah satu dari mereka." Ini menunjukkan tantangan berat yang dihadapi para pembuat kebijakan tidak hanya di AS, tetapi juga di tingkat global.
Kekhawatiran Tentang Manipulasi Politik
Pernyataan dan strategi Trump juga dipandang sebagai manipulasi geopolitik untuk keuntungan pribadi. Dengan mengangkat isu Israel dan mengaitkannya secara langsung dengan ambisinya untuk kembali ke kursi kepresidenan, ia telah mengundang kritik dari berbagai kalangan yang khawatir bahwa hal tersebut dapat merusak reputasi dan stabilitas hubungan AS-Israel di masa depan.
Seiring dengan semakin mendalamnya ketegangan antara Israel dan Palestina, retorika yang digunakan Trump berpotensi mengaburkan keseluruhan gambaran tentang situasi tersebut dalam konteks yang lebih luas. Ia berusaha mengubah Israel menjadi suatu "komoditas" dalam permainan politiknya, yang dapat merugikan stabilitas jangka panjang jika tidak ditangani dengan hati-hati.
Dampak bagi Pilpres 2024
Pilpres AS 2024, yang dijadwalkan berlangsung pada 5 November, semakin terlihat berat dengan pernyataan-pernyataan yang semakin polarizing dari calon-calon presiden. Apakah tindakan Trump ini akan berhasil menarik suara dari komunitas pro-Israel tetap menjadi pertanyaan besar. Saat ini, efek dari pernyataan-pernyataan tersebut terlihat jelas di antara para pemilih, di mana emosi terhadap isu Israel berpotensi mempengaruhi keputusan pemilih dalam waktu dekat.
Dengan demikian, retorika politik yang dimainkan oleh Trump mencerminkan bukan hanya perjuangan untuk meraih suara, tetapi juga menunjukkan kompleksitas geopolitik yang lebih luas yang dihadapi AS dan sekutunya. Di tengah semua ini, masa depan Israel dan stabilitas di kawasan Timur Tengah tetap dipertaruhkan dalam kontestasi kebijakan yang penuh risiko ini.