Teknologi

Deru Bisnis Ride Hailing GOTO Meredup di ASEAN: Tantangan di Thailand hingga Vietnam

PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk. (GOTO) mengalami tantangan yang signifikan dalam bisnis transportasi daringnya di Asia Tenggara, terutama di Thailand dan Vietnam. Keputusan untuk menghentikan layanan ride hailing di Vietnam pada 16 September 2024 menandai berakhirnya sebuah bab yang penuh harapan, tetapi juga penuh kesulitan. Sebelumnya, pada tahun 2021, GOTO juga menjual operasi Gojek di Thailand ke AirAsia, menandakan penurunan agresivitas ekspansi perusahaan di kawasan yang sangat kompetitif ini.

Gojek, yang dikenal sebagai salah satu pionir dalam industri ride hailing di Indonesia, memulai langkahnya ke Thailand dengan dapatkan dukungan pendanaan sebesar US$500 juta dari investor besar seperti Astra, Tencent, Google, dan Temasek. Melalui brand GET, Gojek berhasil menjalin hubungan dengan 50.000 mitra pengemudi dan 33.000 pedagang, serta melayani jutaan pelanggan di Thailand. Namun, meski dengan semua potensi yang dimiliki, Gojek tak mampu bersaing secara berkelanjutan dengan Grab yang tampaknya lebih dominan di pasar itu.

Persaingan sengit di Thailand berakhir pada Juli 2021, ketika Gojek melakukan langkah strategis dengan mengalihkan semua operasional ride hailing dan fintech kepada AirAsia Group. Nilai transaksi untuk akuisisi tersebut mencapai Rp720 miliar, yang lagi-lagi menunjukkan kesulitan GOTO dalam mempertahankan operasinya di luar Indonesia. Dalam waktu singkat, keberadaan Gojek di negeri Gajah Putih tidak lebih dari 2-3 tahun.

Setelah tiga tahun berpisah dari Thailand, GOTO kini menghadapi kenyataan pahit di Vietnam. Go-Viet, sebagai brand lokal Gojek di Vietnam, diresmikan pada tahun 2018 dengan partisipasi penting dari Presiden Joko Widodo. Namun, pasar di Vietnam yang awalnya menjanjikan kini tidak mampu memberikan hasil yang diharapkan. GOTO memutuskan untuk menutup Go-Viet setelah hanya enam tahun beroperasi. Menurut Corporate Secretary GOTO, Koesoemohadiani, langkah ini diambil demi fokus terhadap pertumbuhan yang lebih berkelanjutan.

Data dari GOTO menunjukkan bahwa bisnis di Vietnam hanya menyumbang kurang dari 0,5% dari Gross Transaction Value (GTV) grup, serta 2% dari GTV layanan on-demand pada kuartal kedua tahun 2024. Dengan angka-angka ini, GOTO menyadari bahwa keberadaan mereka di Vietnam tidak memberikan kontribusi signifikan terhadap kinerja keseluruhan perusahaan.

Meskipun keputusan ini tampak sebagai langkah mundur, Koesoemohadiani menekankan bahwa penghentian layanan di Vietnam tidak akan berdampak negatif pada operasional GOTO secara keseluruhan. Dalam upaya meminimalisir dampak, GOTO berkomitmen untuk memberikan dukungan bagi semua pihak yang terdampak oleh penutupan operasi. Rencananya, mereka akan mengikuti semua regulasi dan prosedur setempat selama proses transisi, memastikan bahwa hak-hak semua stakeholders terlindungi.

GOTO, dengan Direktur Utama Patrick Walujo di helm, terus menegaskan komitmennya untuk memberikan nilai tambah kepada pemegang saham. Walujo mengindikasikan perlunya menyeimbangkan pertumbuhan bisnis dengan manajemen biaya yang disiplin, demi mencapai target EBITDA yang disesuaikan pada tahun 2024. Upaya untuk memperkuat operasional yang dapat memberikan potensi pertumbuhan signifikan tampaknya menjadi prioritas utama bagi manajemen perusahaan.

Kondisi ini mencerminkan tantangan yang lebih besar di industri ride hailing Asia Tenggara, di mana persaingan sangat ketat dan dalam banyak kasus, akhir pertempuran ditentukan oleh kemampuan untuk mengelola biaya sambil tetap menyediakan layanan yang memadai. Penutupan GOTO di dua negara ini bisa jadi merupakan sinyal bagi perusahaan-perusahaan lain bahwa mereka harus hati-hati dalam memilih lokasi ekspansi. Dengan faktor-faktor seperti regulasi lokal, preferensi konsumen, dan kompetisi yang ketat, keputusan untuk beroperasi di pasar internasional harus didasarkan pada evaluasi yang mendalam.

GOTO tidak sendirian dalam menghadapi kesulitan ini. Banyak pemain lain di industri ride hailing telah berjuang untuk mendapatkan pijakan yang kuat di pasar baru dan harus mengadaptasi strategi mereka seiring dengan dinamika pasar yang terus berkembang. Fokus pada profitabilitas dan efisiensi tampaknya akan menjadi tema utama di tahun-tahun mendatang, terutama ketika kita melihat bagaimana industri ini terus bertransformasi.

Penghentian layanan GOTO di Vietnam dan penjualan operasional di Thailand menandai menurunnya agresivitas dalam strategi ekspansi yang sebelumnya dianggap sebagai langkah berani. Dengan langkah-langkah ini, GOTO berharap untuk menyusun kembali strategi dan fokus pada pengembangan operasional yang lebih menguntungkan di dalam negeri, sambil tetap berupaya untuk memenuhi harapan shareholder serta konsumen di pasar yang lebih lokal. Seiring berjalannya waktu, industri ride hailing di Asia Tenggara akan terus menghadapi tantangan dan peluang baru, dan GOTO harus menyesuaikan diri agar tetap relevan dan kompetitif.

Redaksi Ilmiah

Ilmiah merupakan situs media online yang menyajikan berita dan informasi terbaru di Indonesia yang paling update.
Back to top button