Kekhawatiran akan potensi eskalasi konflik yang lebih luas di Timur Tengah telah menyebabkan banyak maskapai penerbangan internasional mengambil langkah-langkah proaktif dengan menunda atau membatalkan penerbangan ke wilayah tersebut. Tindakan ini diambil dengan berlandaskan pada rekomendasi pemerintah dan analisis situasi keamanan yang terus berkembang.
Pemerintah Inggris, misalnya, telah mengeluarkan peringatan kepada maskapai penerbangan negeri itu untuk menghindari wilayah udara Lebanon dari tanggal 8 Agustus hingga 4 November. Alasan di balik keputusan ini adalah adanya “potensi risiko terhadap penerbangan akibat aktivitas militer”. Dalam konteks ini, maskapai-maskapai penerbangan tampaknya berusaha mengambil langkah preventif untuk menjaga keselamatan penumpang dan awak pesawat.
Deretan Maskapai yang Menghindari Wilayah Udara Timur Tengah
Beberapa maskapai penerbangan dari berbagai negara telah melakukan penyesuaian layanan penerbangan mereka terkait situasi ini. Berikut adalah daftar maskapai yang telah melakukan penundaan atau pembatalan penerbangan:
Aegean Airlines: Maskapai penerbangan asal Yunani ini membatalkan semua penerbangannya ke dan dari Beirut, Amman, dan Tel Aviv hingga 19 Agustus.
Air Algérie: Maskapai Aljazair menangguhkan penerbangan ke dan dari Lebanon hingga pemberitahuan lebih lanjut.
AirBaltic: Maskapai dari Latvia ini juga membatalkan semua penerbangan ke dan dari Tel Aviv hingga 18 Agustus.
Air India: Maskapai penerbangan berbendera India ini menangguhkan penerbangan terjadwal ke dan dari Tel Aviv hingga pemberitahuan lebih lanjut.
Air France-KLM: Air France memperpanjang penangguhan penerbangan antara Paris dan Beirut hingga 14 Agustus, sedangkan KLM membatalkan semua penerbangan ke dan dari Tel Aviv hingga 26 Oktober. Unit berbiaya rendah Transavia bahkan membatalkan penerbangan hingga 31 Maret 2025.
Cathay Pacific: Maskapai yang berbasis di Hong Kong ini juga membatalkan semua penerbangan ke Tel Aviv hingga 27 Maret 2025.
Delta Air Lines: Maskapai asal Amerika Serikat ini memperpanjang penangguhan penerbangan antara New York dan Tel Aviv hingga 31 Agustus.
EasyJet: Maskapai penerbangan hemat Inggris ini menghentikan penerbangan ke dan dari Tel Aviv sejak bulan April, dengan rencana untuk melanjutkan penerbangan pada 30 Maret 2025.
Finnair: Maskapai asal Finlandia ini memutuskan untuk tidak menggunakan wilayah udara Iran untuk rutenya, yang berdampak pada perpanjangan waktu penerbangan ke dan dari Doha.
ITA Airways: Maskapai dari Italia ini memperpanjang penangguhan penerbangan ke dan dari Tel Aviv hingga 15 Agustus.
Lufthansa: Grup maskapai penerbangan Jerman ini memperluas penghindarannya dari wilayah udara Iran dan Irak, serta menangguhkan penerbangan ke Tel Aviv, Teheran, Beirut, Amman, dan Erbil, Irak hingga 21 Agustus.
Ryanair: Maskapai penerbangan hemat terbesar di Eropa ini membatalkan penerbangan ke dan dari Tel Aviv hingga 26 Agustus karena "pembatasan operasional".
SunExpress: Perusahaan patungan antara Turkish Airlines dan Lufthansa ini membatalkan semua penerbangan ke Beirut hingga 14 Agustus.
Singapore Airlines: Maskapai penerbangan Singapura ini telah menghentikan semua penerbangan di atas wilayah udara Iran dan mengambil rute alternatif.
Tarom: Maskapai dari Rumania memperpanjang penangguhan penerbangan ke Tel Aviv, Amman, dan Beirut hingga 16 Agustus.
United Airlines: Maskapai yang berbasis di Chicago ini menangguhkan penerbangan ke Tel Aviv, setelah menghentikan layanan harian antara Newark, New Jersey dan Tel Aviv pada 31 Juli lalu.
- Vueling: Maskapai bertarif rendah asal Spanyol ini membatalkan semua penerbangan ke Tel Aviv dan Amman hingga 26 Oktober.
Langkah-langkah yang diambil oleh maskapai-maskapai penerbangan ini merupakan respons terhadap kebutuhan untuk melindungi keselamatan penumpang di tengah ketidakpastian yang menyelimuti kawasan Timur Tengah. Situasi keamanan yang sensitif dan kompleks, ditambah dengan meningkatnya ketegangan politik dan militer, membuat maskapai penerbangan sangat berhati-hati dalam operasional mereka.
Dari segi ekonomi, keputusan untuk menunda atau membatalkan penerbangan juga berdampak pada pendapatan maskapai dan jalur perjalanan internasional. Pemegang tiket mungkin menghadapi ketidaknyamanan dan dampak finansial akibat kebijakan ini, sehingga maskapai harus dapat memberikan kreasi solusi alternatif bagi para penumpang.
Dalam konteks yang lebih luas, penghindaran wilayah udara yang berisiko juga dapat menandakan tren di mana maskapai penerbangan semakin memperhatikan situasi geopolitik saat merencanakan rute penerbangan. Perubahan kebijakan dan rute dapat terus berlanjut seiring dengan munculnya situasi baru di lapangan.
Proses adaptasi maskapai penerbangan terhadap situasi yang tidak menentu seperti ini menunjukkan pentingnya manajemen risiko yang baik di sektor penerbangan. Selain itu, langkah-langkah perlindungan yang diambil tidak hanya melindungi keselamatan penumpang, tetapi juga membantu menjaga integritas industri penerbangan itu sendiri dalam menghadapi tantangan global.