Pendidikan

Dekan FK Undip Akui Masih Ada Kasus Perundungan, Targetkan Lingkungan yang Lebih Sehat

Mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (Undip) Aulia Risma Lestari ditemukan meninggal dunia diduga akibat bunuh diri. Kejadian ini mengejutkan banyak pihak, terutama karena Aulia diduga mengalami perundungan dan tekanan kerja yang berlebihan saat menjalani pendidikan di RSUP dr. Kariadi, Semarang. Kasus ini mengungkapkan permasalahan serius mengenai perundungan di lingkungan pendidikan tinggi, terutama di bidang kedokteran, yang kerap menimbulkan dampak negatif bagi mahasiswa.

Dekan FK Undip, Yan Wisnu Prajoko, mengakui bahwa fakultasnya belum 100 persen bebas dari perundungan. Dalam sebuah konferensi pers yang diadakan secara daring pada tanggal 23 Agustus 2024, Wisnu mengungkapkan bahwa meskipun ia tidak mengalami perundungan selama pendidikan spesialis di Undip, tetapi ia tidak dapat menutup mata terhadap kenyataan bahwa perundungan di kalangan mahasiswa masih ada. "Kalau saya bilang tidak ada perundungan di Undip, di FK Undip saya, terkhusus pendidikan spesialis, saya naif kalau bilang tidak ada," ujarnya.

Pernyataan ini memberikan gambaran yang jelas tentang kondisi yang mungkin dihadapi oleh mahasiswa di FK Undip. Di tengah berbagai tantangan yang ada dalam dunia pendidikan kedokteran, perundungan tampaknya tetap menjadi masalah yang harus dihadapi dan ditangani dengan serius. Wisnu menekankan pentingnya momen tragis yang dialami oleh Aulia sebagai pemicu untuk melakukan perubahan yang lebih baik dan menghilangkan praktik perundungan di lingkungan akademik.

Berbagai upaya telah dilakukan oleh fakultas untuk memerangi perundungan, termasuk pengembangan sistem regulasi, pengawasan, dan monitoring bagi mahasiswa baru. Wisnu menyatakan bahwa mereka telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Perundungan dan Kekerasan Seksual yang diperkenalkan pada Agustus 2023. Setiap mahasiswa baru diminta untuk menandatangani pakta integritas yang menyatakan bahwa mereka tidak akan melakukan perundungan dan akan siap menerima sanksi jika melanggar.

Meskipun langkah-langkah ini diambil untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman dan mendukung, Wisnu mengakui bahwa sisa-sisa perundungan masih mungkin ada. "Dari hasil 2024 tahun ini, kalau dikatakan masih ada residu, mungkin saja masih ada," tambahnya, menunjukkan kesadaran akan tantangan yang masih harus dihadapi oleh institusi pendidikan dalam menciptakan lingkungan yang sepenuhnya bebas dari perundungan.

Kasus Aulia menjadi sorotan publik dan telah membuka diskusi lebih lanjut mengenai budaya perundungan yang dapat terjadi dalam dunia pendidikan, terutama di jurusan-jurusan yang memiliki tekanan tinggi seperti kedokteran. Banyak mahasiswa yang merasa kesepian, terisolasi, dan mengalami tekanan mental akibat tuntutan akademis dan lingkungan kerja yang keras. Oleh karena itu, penting bagi institusi untuk lebih memperhatikan kesehatan mental mahasiswa dan memberikan dukungan yang sesuai.

Tidak sedikit mahasiswa yang mengungkapkan kekhawatiran mereka terhadap situasi yang ada di fakultas. Mereka bercerita tentang pengalaman pribadi dan rekan-rekan mereka yang merasa tertekan dan tidak nyaman dengan perlakuan yang diterima di dalam lingkungan akademik. Kenyataan ini menggambarkan perlunya program-program lebih lanjut yang dapat membantu mendukung kesehatan mental mahasiswa.

Seiring dengan berkembangnya kesadaran akan isu perundungan, mahasiswa juga mulai berani untuk bersuara dan meminta perubahan. Sebuah inisiatif dari mahasiswa FK Undip telah muncul untuk meningkatkan kesadaran di kalangan rekan-rekan mereka mengenai pentingnya saling mendukung dan menciptakan lingkungan yang lebih sehat. Mereka percaya bahwa dengan bersatu dan saling mendengarkan, mereka dapat menciptakan perubahan positif yang dapat mengurangi praktik perundungan.

Dengan adanya perhatian yang lebih besar terhadap isu kesehatan mental dan perundungan di kalangan mahasiswa kedokteran, harapannya adalah agar setiap mahasiswa dapat menikmati lingkungan belajar yang kondusif, tanpa rasa takut akan intimidasi atau perundungan. Upaya ke arah itu harus melibatkan semua pihak, termasuk dosen, administrasi fakultas, hingga lembaga eksternal yang berfokus pada pemberdayaan mahasiswa dan menangani isu-isu kesehatan mental.

Ke depan, penciptaan kebijakan dan program yang lebih komprehensif untuk menangani masalah ini diperlukan agar insiden yang menimpa Aulia tidak terulang. Dekan Wisnu, dalam konferensi persnya, mencatat bahwa edukasi dan pelatihan untuk staf pengajar juga diperlukan untuk memahami tanda-tanda perundungan dan memahami cara mendukung mahasiswa yang mungkin terjebak dalam situasi sulit.

Keterlibatan semua pihak dalam menciptakan suasana belajar yang aman dan mendukung adalah langkah penting untuk memastikan bahwa perundungan tidak lagi menjadi bagian dari pengalaman pendidikan di Fakultas Kedokteran Undip. Kesadaran kolektif yang semakin meningkat di kalangan masyarakat terkait masalah ini juga dapat berdampak positif pada perubahan norma-norma sosial yang mengizinkan perundungan untuk terjadi.

Dengan implementasi kebijakan dan program tersebut, diharapkan FK Undip dapat mengarah pada lingkungan akademis yang lebih baik, di mana mahasiswa dapat belajar dan berkembang tanpa mengalami perundungan. Kasus Aulia harus menjadi pengingat yang kuat untuk semua pihak bahwa kesehatan mental mahasiswa harus menjadi prioritas utama dalam setiap institusi pendidikan.

Redaksi Ilmiah

Ilmiah merupakan situs media online yang menyajikan berita dan informasi terbaru di Indonesia yang paling update.
Back to top button