Gaya Hidup

Dari Self-Harm hingga Bunuh Diri: Memahami Risiko Kesehatan Mental di Kalangan Remaja

Dalam sebuah dialog mendalam dalam podcastnya, Wendy Walters berbagi cerita tentang perjalanan kesehatan mentalnya, menyentuh isu self-harm dan bunuh diri. Topik tersebut diangkat dalam diskusi dengan Denny Sumargo, yang memberikan wawasan penting mengenai stigma yang sering menyelimuti masalah kesehatan mental. Wendy, mantan istri influencer Reza Arap, mengakui bahwa masalah kesehatan mentalnya muncul setelah perceraian, yang membawanya untuk mencari bantuan profesional.

Wendy mengungkapkan bagaimana dia pernah merasa terpuruk dan menyalahkan diri sendiri untuk keadaan yang dia alami. “Aku blame myself, sangat sangat blame myself. Kayak mempertanyakan diri aku, kayak kenapa bisa sampai kayak gitu? Apakah karena aku begini? Apakah karena aku begitu? Tapi ya setelah itu aku ketemu psikolog. Itu perlu," ujarnya dalam obrolan tersebut. Pernyataan ini menunjukkan pentingnya mendapatkan dukungan psikologis, terutama dalam momen-momen krisis.

Stereotip mengenai kunjungan ke psikolog masih kuat dalam masyarakat, di mana banyak yang menganggapnya sebagai tanda kelemahan atau kegilaan. Namun, Wendy menegaskan bahwa justru mencari bantuan dari profesional adalah langkah positif menuju penyembuhan. “Menurut aku pergi ke psikolog atau ke psikiater itu bukan sesuatu yang memalukan. Justru dengan kalau lu mau ke orang yang profesional dan lu bisa menceritakan itu secara netral, secara terbuka," jelasnya, menandakan bahwa kesadaran akan kesehatan mental harus ditingkatkan.

Saat Denny menanyakan apakah Wendy pernah mempertimbangkan bunuh diri, ia langsung membantah, tetapi mengakui sering mengalami self-harm. Menurutnya, ini tidak berarti ia mendukung tindakan menyakiti diri, namun dia memahami mengapa orang lain bisa berpikir demikian. “Bunuh diri sebenernya tidak. Lebih ke kayak self-harm. Aku tidak menyetujui orang melakukan self-harm juga, tetapi aku juga tidak menyalahkan mengapa mereka memiliki pemikiran seperti itu,” ungkapnya.

Penting untuk dilihat bahwa self-harm tidak selalu berarti tindakan ekstrem seperti memotong tubuh; banyak individu berupaya mencari cara lain untuk merasakan kontrol atau rasa sakit emosional. Dalam kasus Wendy, ia menemukan cara alternatif melalui perawatan kecantikan yang positif. “Itu kan maksudnya kayak if you look for pain, yaudah. Kenapa kamu gak cari sesuatu yang bisa kasih hal positif ke kamu," kata Wendy, menjelaskan bahwa ia mencoba mengganti tindakan menyakiti diri dengan perawatan yang lebih konstruktif dan positif untuk tubuhnya.

Namun, Wendy juga mencatat bahwa ada masanya ketika ia terjebak dalam kebiasaan buruk yang bahkan lebih merusak, seperti mengonsumsi alkohol secara berlebihan. Ia mulai memahami efek negatif dari alkohol pada tubuhnya, terutama liver-nya. “Kalau dulu itu paling pas awal-awal paling lebih ke ngerusak badan, minum alkohol gitu-gitu doang. Tapi setelah itu… Jadi itu gak worth on me,” tuturnya, yang mencerminkan proses refleksi yang banyak orang lalui ketika berhadapan dengan kebiasaan yang merugikan.

Transformasi Wendy dimulai ketika dia menerapkan teknik journaling. Dengan mencatat pikiran dan perasaannya, ia mulai bertanya pada diri sendiri apakah dia benar-benar membutuhkan kebiasaan yang merugikan itu. "Lo butuh gak sih gini? Lo begini puas gak sama apa yang lo lakukan ini? Setelah lo minum gini-gini, apakah lo bahagia?," tanyanya pada diri sendiri, yang menunjukkan pendekatan introspektif yang bisa mengubah pola pikir seseorang.

Masalah kesehatan mental, termasuk self-harm dan bunuh diri, bukanlah hal yang sepele. Mereka bisa dipicu oleh berbagai faktor, termasuk stres emosional, tekanan sosial, dan situasi hidup yang sulit. Hal ini juga mencerminkan kebutuhan mendesak untuk meningkatkan kesadaran akan kesehatan mental di berbagai lapisan masyarakat.

Masyarakat perlu mengubah pandangannya tentang kesehatan mental, menyadari bahwa bantuan profesional adalah langkah awal yang dapat menyelamatkan nyawa. Wendy menekankan pentingnya memiliki lingkungan yang mendukung, di mana percakapan tentang kesehatan mental tidak hanya diterima tetapi juga dipahami. “Kita perlu mulai berbicara tentang ini. Jangan anggap sepele,” tandasnya, menyoroti peran penting komunikasi dalam mengatasi stigma.

Catatan penting untuk diketahui adalah bahwa bunuh diri bukanlah solusi untuk masalah yang dihadapi. Bagi mereka yang merasakan tekanan berat dan memunculkan pikiran untuk bunuh diri, sangat penting untuk mencari bantuan. Di Indonesia, ada hotline yang tersedia bagi mereka yang butuh dukungan, seperti hotline bunuh diri yang bisa dihubungi di nomor 1119 (ekstensi 8) atau hotline kesehatan jiwa Kementerian Kesehatan di nomor 021-500-454.

Wendy Walters adalah contoh nyata bahwa menghadapi masalah kesehatan mental adalah perjalanan yang kompleks, tetapi dengan keberanian dan dukungan yang tepat, pemulihan adalah mungkin. Meskipun perjalanan setiap orang berbeda, komunikasi terbuka dan akses ke bantuan profesional bisa menjadi langkah kunci dalam menangani tantangan kesehatan mental yang dihadapi individu saat ini.

YouTube video

Redaksi Ilmiah

Ilmiah merupakan situs media online yang menyajikan berita dan informasi terbaru di Indonesia yang paling update.

Artikel Terkait

Back to top button