Dalam sebuah acara diskusi buku yang diadakan oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas) di Jakarta pada tanggal 10 Oktober 2024, penulis sekaligus Staf Khusus Kementerian Pertahanan, Dahnil Anzar Simanjuntak, menyoroti pentingnya literasi pertahanan di kalangan masyarakat Indonesia. Dalam pembahasannya, Dahnil mengungkapkan bahwa tingkat pemahaman masyarakat mengenai isu pertahanan masih sangat rendah. Ia menekankan perlunya lebih banyak literatur dan sumber daya informasi yang dapat meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat mengenai pertahanan negara.
Dahnil berpendapat bahwa perpustakaan seharusnya menjadi sentral kampanye dan gerakan membaca yang dapat menghidupkan kembali tradisi membaca buku, yang menjadi warisan para founding father bangsa. "Ini adalah warisan yang harus dihidupkan terus menerus sebagai simbol peradaban Indonesia yang semakin maju," ucap Dahnil mengingatkan.
Dalam kesempatan tersebut, Dahnil juga memperkenalkan buku terbarunya yang berjudul "Politik Pertahanan". Buku ini terdiri dari beberapa poin penting yang perlu diperhatikan, terutama oleh perpustakaan, di antaranya Bela Negara dan Fenomena Clicktivism yang bisa ditemukan pada halaman 210 serta Milenial, Bela Negara, dan Tradisi Baca di halaman 234.
Salah satu sorotan utama dari pembahasan buku tersebut adalah fenomena clicktivism di kalangan generasi milenial. Dahnil menjelaskan bahwa fenomena ini menciptakan rasa kepuasan semu di mana seseorang merasa telah melakukan tindakan yang berarti hanya dengan memberikan komentar di media sosial, tanpa ada tindakan nyata yang diambil. “Clicktivism adalah sesuatu yang berbahaya dan harus dilawan. Mereka harus ditarik ke dunia nyata. Jika dibiarkan, akan menjadi ancaman serius untuk pertahanan kebudayaan kita,” tandasnya.
Dahnil melanjutkan bahwa tradisi baca kini semakin terancam dengan maraknya informasi yang tidak terverifikasi yang beredar di dunia maya. "Kelemahan kita saat ini adalah serbuan siber karena kita malas baca. Kemudian tradisi cek dan ricek informasi menjadi lemah karena sumbernya tidak ada. Tradisi baca ini tidak mudah untuk dijaga karena menjadi pintu masuk lemahnya pertahanan SDM kita,” paparnya, menggarisbawahi tantangan yang dihadapi masyarakat dalam menjaga kualitas informasi yang dikonsumsi.
Dalam sesi pembahasan, Sekretaris Utama Perpusnas, Joko Santoso, menambahkan bahwa kualitas pertahanan tidak hanya terbatas pada alat dan strategi, tetapi juga pada kemampuan dialog dan diskusi di antara masyarakat. "Sebuah dialog dan diskusi hanya dapat dilakukan oleh anak bangsa yang merawat rasionalitasnya. Untuk dapat terlibat dalam dialog yang aktif dan partisipatif, hanya bisa dilakukan dengan banyak membaca,” ucap Joko.
Dalam konteks yang lebih luas, Dahnil Anzar menekankan bahwa literasi pertahanan sangat penting untuk membangun rasa nasionalisme dan kesadaran bela negara di kalangan masyarakat. Pendidikan tentang pertahanan perlu dimasukkan dalam kurikulum pendidikan formal dan informal, agar generasi muda memahami peran mereka dalam menjaga kedaulatan dan keamanan negara.
"Masyarakat harus dilibatkan dalam memahami bagaimana cara melindungi negara mereka, bukan hanya sekadar mengandalkan alat pertahanan militer. Kesadaran akan bela negara ini harus disemai sejak dini," ungkapnya. Setiap individu perlu merasa bertanggung jawab dan mengetahui bagaimana kontribusi mereka dalam menjaga keutuhan bangsa.
Dahnil juga mendorongkolaborasi antar lembaga dan organisasi untuk meningkatkan literasi pertahanan. Menurutnya, perpustakaan, institusi pendidikan, dan lembaga pemerintah harus bekerja sama dalam menyediakan materi-dokumen dan program baca yang relevan dengan isu pertahanan. Hal ini bisa jadi langkah awal untuk membangun peradaban yang tangguh dan berdaya saing.
Dari sudut pandang jangka panjang, terus berlangsungnya kampanye literasi pertahanan diharapkan dapat menciptakan masyarakat yang tidak hanya lebih kritis, tetapi juga lebih proaktif dalam mengatasi permasalahan pertahanan dan kebudayaan yang kian kompleks. Secara keseluruhan, literasi adalah kunci untuk memahami dan menghadapi tantangan global yang ada, khususnya di era digital saat ini.
Dengan meningkatnya literasi pertahanan di Indonesia, diharapkan masyarakat dapat berkontribusi lebih besar dalam menjaga keutuhan negara serta mengurangi potensi ancaman dari luar maupun dalam negeri. Dalam dunia yang semakin terhubung, setiap individu harus menjadi bagian dari solusi, bukan sekadar penonton dalam perkembangan yang terjadi.