Pendidikan

Cerita Ikhwan: Difabel Tunanetra Wujudkan Mimpi melalui UNY

Keterbatasan fisik sering kali menjadi penghalang bagi penyandang disabilitas dalam mengejar pendidikan, namun tidak bagi Ikhwan Khanafi. Pria berusia 24 tahun yang lahir di Magelang pada 2 Agustus 2000 ini berhasil diterima sebagai mahasiswa baru program studi Sastra Indonesia Fakultas Bahasa Seni dan Budaya Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) melalui jalur seleksi mandiri talent scouting. Dengan semangat yang membara, Ikhwan melawan stigma dan tantangan yang sering dihadapi oleh para disabilitas.

Dalam sebuah wawancara, Ikhwan menyatakan bahwa banyak penyandang disabilitas yang tidak diterima di universitas negeri. Dia menambahkan, “Namun hal ini justru memotivasi saya untuk berusaha lebih keras melanjutkan pendidikan ke jenjang universitas karena punya mimpi besar.” Hal ini menggarisbawahi keinginan kuatnya untuk tidak hanya meneruskan pendidikan, tetapi juga untuk menginspirasi orang lain yang memiliki keadaan serupa.

Sejak kecil, minat Ikhwan di bidang sastra telah terlihat. Dia sangat menyukai puisi, cerita, dan novel, yang kemudian berujung pada keputusan untuk memilih pendidikan di program studi Sastra Indonesia. Pilihan ini bukan sekadar untuk mendapatkan gelar akademik, tetapi juga untuk mengembangkan bakatnya dalam dunia sastra. Ikhwan dibekali oleh berbagai sertifikat kejuaraan di bidang sastra dan karya ilmiah, dan berani mendaftar melalui jalur mandiri di UNY berdasarkan keinginannya untuk berkontribusi di bidang kepenulisan.

Tak hanya berprestasi di akademik, Ikhwan juga aktif dalam komunitas menulis. Dia tergabung dalam Komunitas Yuk Menulis (KMY), di mana dia memperoleh banyak pengetahuan serta ilmu tentang kepenulisan. Hingga saat ini, Ikhwan telah menerbitkan dua buku antologi cerpen berjudul ‘Menuai Hikmah’ dan ‘Berkilau dalam Temaram’ melalui penerbit Goresan Pena. Salah satu cerpen yang ditulisnya, ‘Berkilau dalam Temaram’, mengisahkan pengalaman seorang difabel tunanetra bersekolah di sekolah biasa dan menyoroti pentingnya inklusivitas. Dalam cerpen ini, Ikhwan tidak hanya menceritakan hal yang berhubungan dengan dirinya, tetapi mengajak pembaca untuk memahami pentingnya penghargaan akan keberagaman, khususnya dalam konteks pendidikan dan masyarakat.

Sebagai seorang penyandang disabilitas, Ikhwan ingin menunjukkan bahwa keterbatasan bukan menjadi alasan untuk tidak berprestasi. Ia berencana untuk aktif di lingkungan kampus dengan bergabung dalam Keluarga Mahasiswa Sastra Indonesia (KMSI) dan UKM Al-Huda UNY, di mana ia berharap dapat menambah pengetahuan serta berbagi pengalaman dengan teman-teman ekuiperi lainnya. “Jika masih diberikan kesempatan, saya ingin lanjut S2 karena cita-cita saya ingin menjadi guru. Saya ingin berbagi ilmu dan memotivasi orang lain bahwa kekurangan tidak menghambat untuk meraih pendidikan yang tinggi,” jelas Ikhwan, menggambarkan harapannya untuk masa depan.

Berbicara tentang dukungan keluarga, ayahnya, Mudihanto, dan ibunya, Sujilah, merasa sangat bangga dan bersyukur atas pencapaian anak mereka. “Saya senang dan bangga karena seorang mahasiswa difabel tunanetra jarang dapat diterima di universitas negeri. Yang penting anaknya nyaman dan dapat berkembang dengan baik, saya akan terus mengarahkan dan memberikan support untuknya,” ungkap Mudihanto. Peran keluarga sangat krusial dalam perjalanan pendidikan Ikhwan, dan mereka berkomitmen untuk selalu mendukung dan mendorongnya dalam setiap langkah yang diambil.

Tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan merupakan salah satu kunci untuk mengubah stigma negatif terhadap penyandang disabilitas. Dengan menjadi mahasiswa di sebuah universitas ternama seperti UNY, Ikhwan telah membuka jalan dan memberikan harapan bagi banyak orang. Kikisan batasan dan anggapan bahwa disabilitas adalah hambatan merupakan langkah awal menuju inklusivitas. Dan, Ikhwan menjadi salah satu contoh nyata bahwa tekad dan semangat dapat mengubah pandangan dan membuka peluang bagi individu-individu dengan kebutuhan khusus.

Melalui perjalanan hidup yang penuh tantangan, Ikhwan Khanafi menunjukkan kebangkitan semangat yang dapat menginspirasi. Dia tidak hanya mendobrak batasan bagi dirinya pribadi, tetapi juga untuk komunitas difabel secara umum. Keterbatasan fisik yang dialaminya bukanlah penghalang, melainkan motivasi untuk mencapai mimpi dan berbagi pengetahuan. Dengan langkah ini, diharapkan akan lahir lebih banyak individu dari kalangan disabilitas yang mampu menembus dunia pendidikan tinggi, memecahkan stigma, dan menjadi teladan bagi generasi mendatang.

Dengan perjuangan dan keberanian yang dimiliki, Ikhwan menunjukkan bahwa impian setinggi langit bukanlah hal yang mustahil. Di era modern ini, saat pendidikan dan aksesibilitas semakin diperhatikan, individu sekaliber Ikhwan merupakan harapan bagi perubahan sosial yang lebih baik, untuk menciptakan lingkungan yang lebih inklusif bagi semua.

Redaksi Ilmiah

Ilmiah merupakan situs media online yang menyajikan berita dan informasi terbaru di Indonesia yang paling update.
Back to top button