Gaya Hidup

Bukan Faktor Mistis: Dokter Jelaskan Penyebab Ketindihan Saat Tertidur

Ketindihan saat tertidur sering kali disangka sebagai gangguan yang disebabkan oleh faktor mistis atau makhluk halus. Namun, menurut dokter spesialis neurologi dari Rumah Sakit Pusat Otak Nasional (PON) Prof. Dr. dr. Mahar Mardjono, dan dr. Rizka Ibonita, Sp.N., kondisi ini sebenarnya berkaitan dengan fenomena medis yang disebut "sleep paralysis". Dalam diskusi daring yang diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan di Jakarta, Rabu (tanggal tidak disebutkan), Rizka menjelaskan bahwa sleep paralysis adalah kondisi yang berlangsung saat seseorang tertidur di fase mata bergerak cepat atau REM (rapid eye movement).

Fase REM adalah tahap tidur di mana otak sangat aktif dan mimpi biasanya terjadi. Selama fase ini, sistem saraf sistematis mencegah kontraksi otot, sehingga mengakibatkan tubuh tidak dapat bergerak. Tujuan dari mekanisme ini adalah untuk melindungi individu dari kemungkinan cedera saat bermimpi. Namun, ada kalanya seseorang terbangun sebelum fase REM selesai, sehingga otak tidak siap mengirimkan sinyal untuk menggerakkan otot. Akibatnya, kondisi ini membuat orang tersebut merasa sadar tetapi tidak dapat menggerakkan tubuhnya.

Menurut Rizka, "Biasanya orang jadi panik. Matanya panik tapi serasa lumpuh. Nggak bisa digerakkan." Rasa panik ini sering memperburuk pengalaman, karena seseorang yang mengalami sleep paralysis biasanya juga berhalusinasi. Hal ini yang menjadikan masyarakat beranggapan bahwa mereka mengalami tindihan oleh makhluk halus.

Berbagai faktor dapat memicu terjadinya sleep paralysis. Kelelahan adalah penyebab yang paling umum. Selain itu, orang-orang dengan pola tidur yang tidak teratur, faktor genetik, dan tingkat stres yang tinggi juga berisiko mengalami kondisi ini. “Hal ini dapat terjadi pada siapa saja, tetapi lebih umum pada mereka yang memiliki gaya hidup yang tidak sehat atau tidak mempertahankan rutinitas tidur yang baik,” kata Rizka.

Durasi sleep paralysis dapat bervariasi, tergantung pada fase REM saat kejadian tersebut. Jika terjadi di awal fase, kondisi ini bisa berlangsung hingga 20 menit. "Bagi banyak orang, hal ini bisa terasa sangat lama," tambahnya.

Rizka mengingatkan bahwa penting untuk tetap tenang saat mengalami sleep paralysis. “Semakin panik seseorang, maka akan semakin terputus hubungan antara bangunnya otak dan kelumpuhan otot,” ujarnya. Dia merekomendasikan untuk mencoba perlahan-lahan menggerakkan bagian tubuh yang tidak lumpuh, seperti mata atau jari tangan dan kaki. Mengatur pernapasan dengan tenang juga merupakan strategi yang baik untuk membantu mengatasi kondisi ini.

Bagi keluarga atau pasangan yang menyaksikan orang lain mengalami sleep paralysis, Rizka menyarankan agar tidak menunjukkan rasa panik dan tidak menggoyang-goyangkan tubuh orang tersebut. "Kita boleh membangunkan tapi jangan menambah rasa panik. Bangunkan secara perlahan dengan merangsang di bagian tangannya lalu tenangkan orang yang mengalami hal tersebut," jelasnya.

Pentingnya meningkatkan pemahaman masyarakat tentang kondisi ini sangat diperlukan, agar tidak terjebak dalam mitos-mitos yang salah. Kesehatan tidur merupakan aspek penting dari kesehatan mental dan fisik, dan memahami bahwa ketindihan bukanlah sesuatu yang mistis, melainkan kondisi medis, dapat membantu individu menghadapi situasi sulit ini dengan lebih baik.

Mengatur pola tidur yang baik dan mengelola stres dapat menjadi langkah pencegahan yang efektif. Rizka juga mendorong orang-orang untuk mencari bantuan medis jika mereka mengalami sleep paralysis secara berulang, karena bisa jadi ada gangguan kesehatan lainnya yang mendasarinya. Dengan pengetahuan dan kesadaran yang tepat, harapannya, masyarakat bisa lebih siap menghadapi dan memahami fenomena ketindihan saat tidur.

Redaksi Ilmiah

Ilmiah merupakan situs media online yang menyajikan berita dan informasi terbaru di Indonesia yang paling update.

Artikel Terkait

Back to top button