Teknologi

Bos Telegram Pavel Durov Bebas, Tapi Tetap Jadi Tahanan Kota di Paris

CEO Telegram Pavel Durov kini berada dalam situasi yang kompleks setelah didakwa oleh pihak berwenang Prancis atas berbagai pelanggaran serius, termasuk dugaan keterlibatan dalam menyebarkan pornografi anak-anak dan kejahatan lainnya. Durov ditangkap pada Sabtu malam waktu setempat setelah jet pribadinya mendarat di bandara dekat Paris dan menjalani penahanan selama empat hari sebagai bagian dari penyelidikan yang sedang berlangsung. Pada Rabu malam, Durov telah dibebaskan, akan tetapi tetap dikenakan larangan untuk meninggalkan wilayah Prancis dan berada di bawah pengawasan peradilan.

Dalam keputusan tersebut, Durov diwajibkan untuk membayar jaminan sebesar 5 juta euro yang setara dengan sekitar 84,71 miliar rupiah. Selain itu, pria berusia 39 tahun ini juga harus melapor ke kantor polisi dua kali dalam seminggu. Jaksa Penuntut Prancis, Laure Beccuau, menyatakan bahwa Durov kini menjadi subjek penyelidikan formal terkait beberapa tuduhan berat, termasuk materi pelecehan seksual anak, perdagangan narkoba, dan pelanggaran atas pengimporan kriptologi tanpa deklarasi hukum.

Pihak berwenang Prancis menyoroti kurangnya kerja sama dari Telegram dalam menanggapi permintaan hukum yang diajukan selama proses penyelidikan ini. Hal tersebut membuat pihak berwenang memutuskan untuk membuka penyelidikan lebih lanjut mengenai kemungkinan tanggung jawab pidana dari para eksekutif yang terlibat dalam platform pesan tersebut.

Investigasi ini dimulai pada Februari 2024 dan dikoordinasikan oleh OFMIN, sebuah lembaga yang dibentuk untuk memerangi kekerasan terhadap anak di bawah umur. Dalam perjalanan penyelidikan, Durov dan perusahaannya dikritik keras karena tidak merespons permintaan dari pihak berwenang secara aktif. Menurut pernyataan dari Jaksa Beccuau, hal ini mengindikasikan adanya “kurangnya tanggapan total” dari pihak Telegram.

Sejak penangkapannya, negara asal Durov, Rusia, serta Uni Emirat Arab (UEA), telah meminta akses konsuler untuknya. Meskipun Durov memiliki kewarganegaraan di kedua negara tersebut, belum ada kejelasan mengenai alasan keberadaannya di Prancis, di mana ia juga memperoleh paspor Prancis setelah meninggalkan Rusia. Rusia kemudian secara resmi mengklaim bahwa penangkapannya adalah bagian dari upaya oleh Amerika Serikat untuk mengontrol platform Telegram melalui Prancis. Klaim ini disampaikan oleh Vyacheslav Volodin, Ketua Duma Negara Rusia, yang menegaskan bahwa Telegram tidak berada di bawah pengaruh AS.

Sementara itu, Presiden Prancis Emmanuel Macron menegaskan bahwa penahanan Durov tidak memiliki keterkaitan politik dan sepenuhnya merupakan keputusan dari pihak peradilan. Ia menekankan pentingnya kemerdekaan hukum dalam penegakan hukum di negara tersebut, menyatakan bahwa "terserah peradilan, dalam kemerdekaan penuh, untuk menegakkan hukum."

Pavel Durov dikenal sebagai pendiri Telegram, sebuah aplikasi pesan yang diluncurkan pada tahun 2013. Keberadaan Telegram sebagai platform komunikasi telah meningkat secara signifikan, terutama dalam konteks politik dan sosial, di berbagai belahan dunia. Namun, hubungan Durov dengan pemerintah Rusia telah memburuk sejak saat itu, yang memicu dia untuk mencari perlindungan di luar negeri.

Setelah mengundurkan diri dari VKontakte (VK) pada tahun 2014, Durov berfokus pada pengembangan Telegram, dan ia akhirnya memilih Dubai sebagai lokasi kantor pusat resmi perusahaan. Keputusannya untuk pindah ke UEA adalah bagian dari upayanya untuk menghindari tekanan dan pengaruh pemerintah Rusia yang dinilai mengekang kebebasan berekspresi.

Perkembangan terbaru dalam kasus ini menunjukkan betapa besar perhatian yang diberikan kepada platform Telegram dan tanggung jawab yang dimiliki oleh pengelolanya. Durov kini menghadapi tantangan besar dalam membantu menjaga citra perusahaan di tengah berbagai tuduhan berat ini.

Reaksi dari masyarakat dan pengguna Telegram pun beragam. Beberapa menyuarakan keprihatinan akan konsekuensi hukum yang dihadapi Durov, sementara yang lain menekankan pentingnya perlunya tindakan tegas terhadap penyalahgunaan platform yang bisa berujung pada aktivitas ilegal. Hal ini menimbulkan diskusi yang lebih luas mengenai tanggung jawab platform digital, khususnya yang berhubungan dengan konten berbahaya dan pelanggaran hukum.

Sebagai tokoh penting dalam industri teknologi, tindakan selanjutnya yang diambil oleh Durov dan Telegram akan menjadi sorotan utama. Penegakan hukum di Prancis menunjukkan bahwa negara tersebut berkomitmen untuk menindak tegas setiap upaya pelanggaran hukum, terutama yang melibatkan kejahatan terhadap anak. Sementara itu, perhatian dunia internasional terhadap Telegram sebagai salah satu dari sedikit platform besar yang tidak berada di bawah pengaruh Amerika Serikat menambah kompleksitas situasi ini.

Keberadaan dan masa depan Telegram kini menjadi pertanyaan besar di tengah dunia digital yang kian berkembang, di mana batas antara inovasi teknologi dan tanggung jawab sosial semakin harus diperjelas. Situasi Pavel Durov akan terus menjadi pusat perhatian seiring dengan berjalannya penyelidikan dan implikasi hukum yang mungkin mengikuti.

Redaksi Ilmiah

Ilmiah merupakan situs media online yang menyajikan berita dan informasi terbaru di Indonesia yang paling update.
Back to top button