Kesehatan

Bolehkah Teh untuk Balita? Pahami Dampaknya untuk Kesehatan Si Kecil!

Belakangan ini, masyarakat Indonesia dihebohkan dengan informasi yang beredar di media sosial mengenai larangan pemberian teh kepada balita. Imbauan tersebut pertama kali diperkenalkan oleh seorang dokter anak yang membagikan informasi tersebut melalui template Instagram Story. Ia menekankan bahwa konsumsi teh dapat mengganggu penyerapan zat besi pada anak, yang berpotensi memicu anemia. Pernyataan ini turut menciptakan polemik di antara orang tua yang hendak mengetahui lebih jauh mengenai apakah teh boleh diberikan kepada balita atau tidak.

Teh dan Zat Besi

Dalam informasi yang beredar, dijelaskan bahwa teh mengandung zat bernama fitat, yang dapat menghambat penyerapan zat besi, terutama zat besi yang berasal dari sumber tumbuhan. Hal ini sangat penting karena zat besi memiliki peranan krusial dalam pertumbuhan dan perkembangan anak, termasuk dalam proses perkembangan otak, peningkatan imunitas, dan sebagai sumber energi otot. Tanpa asupan zat besi yang cukup, anak berisiko mengalami anemia, suatu kondisi di mana jumlah sel darah merah atau hemoglobin dalam tubuh berada di bawah batas normal.

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menekankan bahwa penelitian mengenai manfaat teh umumnya dilakukan pada orang dewasa. Dalam konteks anak balita, khususnya pada usia di bawah dua tahun, masih belum jelas manfaat teh, termasuk teh manis. Selama enam bulan pertama kehidupannya, bayi hanya diperbolehkan mengonsumsi ASI eksklusif. Setelah itu, ketika bayi mulai diperkenalkan dengan makanan pendamping ASI (MPASI), sebaiknya teh tetap dihindari, mengingat saluran pencernaan mereka masih dalam tahap adaptasi.

Dampak Teh untuk Kesehatan Balita

Meskipun teh sering menjadi pilihan minuman favorit anak, ada beberapa dampak kesehatan yang perlu diperhatikan orang tua jika mereka tetap memilih untuk memberikan teh kepada balita. Beberapa dampak tersebut adalah:

1. Meningkatkan Risiko Anemia Defisiensi Zat Besi
Seperti telah disebutkan sebelumnya, teh mengandung fitat yang dapat menghalangi penyerapan zat besi dari makanan. Jika anak terbiasa minum teh saat makan, penyerapan zat besi akan terhambat. Dalam jangka panjang, hal ini dapat menyebabkan anemia defisiensi zat besi, yang dapat berdampak serius pada aktivitas harian anak dan perkembangan keseluruhan mereka.

2. Memengaruhi Penyerapan Zat Makanan Lain
Kandungan fitat dalam teh tidak hanya memengaruhi penyerapan zat besi, tetapi juga dapat mengganggu penyerapan vitamin dan mineral lainnya. Di saluran cerna, fitat dapat berinteraksi dengan beberapa nutrisi penting, yang pada akhirnya akan dikeluarkan dari tubuh melalui feses. Ini dapat menyebabkan kekurangan beragam nutrisi pada anak dan berdampak negatif pada kesehatan secara keseluruhan.

3. Risiko Obesitas
Teh manis, yang biasa disukai anak-anak, mengandung kadar gula yang cukup tinggi. Jika anak mengonsumsi teh manis terlalu sering, mereka berisiko mengalami obesitas. Gula yang berlebihan dalam tubuh akan diubah menjadi lemak, dan penumpukan lemak dalam waktu jangka panjang berpotensi meningkatkan risiko masalah kesehatan lainnya, termasuk diabetes dan penyakit jantung.

4. Sulit Tidur
Teh juga mengandung kafein, yang diketahui dapat memengaruhi kualitas tidur anak. Anak yang mengonsumsi teh berisiko mengalami kesulitan tidur, yang dapat berdampak pada perkembangan fisik dan mental mereka. Tidur yang baik adalah sangat penting untuk tumbuh kembang anak, karena selama tidur tubuh melakukan banyak proses regeneratif.

5. Lebih Sering Buang Air Kecil
Dalam konteks kesehatan, kafein dalam teh juga bersifat diuretik, yang berarti dapat meningkatkan frekuensi buang air kecil. Anak-anak, terutama balita, mungkin belum sepenuhnya mampu mengontrol kebiasaan buang air kecil mereka. Oleh karena itu, sering buang air kecil akibat kafein dapat mengakibatkan ketidaknyamanan, terutama jika mereka sedang bermain atau tidak ada akses mudah ke toilet.

Mengacu pada informasi yang beredar, sangat disarankan bagi orang tua untuk meminimalkan pemberian teh pada anak balita. Selain menghindari potensi dampak negatif pada kesehatan, langkah ini juga penting untuk menjaga kecukupan nutrisi yang dibutuhkan anak selama masa pertumbuhan. Sebagai alternatif, orang tua dapat memilih memberikan air putih atau jus buah tanpa tambahan gula untuk memenuhi kebutuhan hidrasi anak.

Dalam menghadapi berbagai informasi mengenai kesehatan anak, orang tua sebaiknya selalu berkonsultasi dengan tenaga medis atau ahli gizi. Dengan demikian, mereka dapat memperoleh informasi yang akurat dan berdasarkan bukti mengenai apa yang terbaik untuk kebutuhan gizi dan kesehatan anak mereka. Pemberian makanan dan minuman pada anak bukan hanya sekadar soal rasa, tetapi juga berkaitan dengan dampak jangka panjang terhadap kesehatan dan perkembangan mereka.

Secara keseluruhan, penting bagi orang tua untuk memahami bahwa pola makan dan minum anak harus diperhatikan dengan cermat. Memberikan nutrisi yang tepat dan menghindari minuman yang berpotensi merugikan adalah langkah penting dalam memastikan perkembangan anak yang sehat dan optimal.

Redaksi Ilmiah

Ilmiah merupakan situs media online yang menyajikan berita dan informasi terbaru di Indonesia yang paling update.
Back to top button