Teknologi

Boikot Israel “All Eyes on Rafah” Dongkrak Produk Lokal, Merek Global Terpinggirkan

Gerakan sosial yang dikenal dengan nama “All Eyes on Rafah” telah menciptakan gelombang dukungan bagi produk lokal di Indonesia, seiring dengan seruan boikot terhadap merek-merek global yang dianggap terafiliasi dengan Israel. Fenomena ini mencerminkan kuatnya reaksi masyarakat terhadap isu-isu politik global dan dampaknya terhadap perilaku belanja. Dalam waktu singkat, realitas pasar, khususnya dalam sektor Fast-Moving Consumer Goods (FMCG), telah mengalami pergeseran signifikan, dengan masyarakat mulai beralih dari produk internasional ke produk dalam negeri.

Menurut riset dari Compas.co.id, dalam semester pertama tahun 2024, enam dari sepuluh merek dengan penjualan tertinggi di platform e-commerce di Indonesia adalah merek lokal. Hal ini merupakan pergeseran yang mencolok dari tahun sebelumnya, di mana merek global dan lokal berbagi posisi di lima besar. Hanindia Narendrata, Co-founder dan CEO Compas.co.id, menjelaskan bahwa penjualan merek lokal telah melampaui merek global dengan nilai total sekitar Rp5,01 triliun berbanding Rp4,62 triliun. Peningkatan penjualan ini menunjukkan bahwa konsumen mulai lebih mempercayai produk-produk lokal yang dianggap lebih sesuai dengan nilai-nilai mereka.

Kampanye boikot "All Eyes on Rafah," yang dimulai pada Oktober 2023, telah memberikan dampak menyeluruh baik di pasar offline maupun online. Pada awalnya, boikot ini menggerakkan masyarakat untuk tidak menggunakan merek-merek tertentu yang dianggap berhubungan dengan Israel, yang sesungguhnya telah menciptakan efek domino pada penjualan merek-merek global. Sebuah analisis dari data live dashboard Compas.co.id menunjukkan penurunan penjualan merek global dari subkategori pelembab yang signifikan. Dalam dua minggu pasca diluncurkannya kampanye, penjualan merek global mengalami penurunan sebanyak Rp95 juta, sedangkan merek lokal justru menikmati kenaikan nilainya hingga mencapai Rp456 juta.

Dampak boikot juga terasa di kategori makanan dan minuman serta produk untuk ibu dan bayi. Namun demikian, kategori kesehatan tercatat sebagai sektor yang paling sedikit terpengaruh oleh gerakan ini. Hal ini menunjukkan bahwa konsumen kini semakin cermat dalam memilih produk yang mereka konsumsi, memprioritaskan nilai-nilai yang sejalan dengan pandangan mereka.

Narendrata menambahkan, “Konsumen Indonesia kini semakin teliti dalam memilih produk yang sesuai dengan nilai-nilai yang sejalan dengan mereka.” Hal ini menjadi peluang bagi merek lokal untuk bersaing dengan lebih optimal di pasar yang kompetitif. Sebaliknya, merek global harus menghadapi tantangan berat untuk tetap mempertahankan performa yang positif seperti yang mereka alami di tahun 2023.

Fenomena ini semakin memperjelas betapa besar pengaruh gerakan sosial dalam mempengaruhi perilaku belanja masyarakat Indonesia. Konsumen kini tidak hanya berorientasi pada kualitas dan harga, tetapi juga mempertimbangkan faktor-faktor etika dan identitas nasional. Sebuah indikator yang jelas menunjukkan bahwa boikot ini tidak hanya bersifat temporer, tetapi berpotensi menjadi perubahan perilaku belanja yang lebih permanen di kalangan masyarakat.

Dengan meningkatnya kesadaran akan produk lokal, umumnya konsumen merasa bangga untuk mendukung industri dalam negeri. Tindakan ini memicu pertumbuhan ekonomi yang lebih berkelanjutan dan memberdayakan para pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) lokal. Pendekatan ini sejalan dengan upaya pemerintah Indonesia dalam mendorong penggunaan produk dalam negeri sebagai bagian dari langkah untuk memperkuat ekonomi nasional.

Sementara itu, brand-brand global kini dihadapkan pada rombakan strategi pemasaran mereka untuk menjawab tantangan dan mempertahankan pangsa pasar yang terus menyusut. Dengan meningkatnya sentiment anti-Brand yang dianggap berafiliasi dengan Israel, mereka dituntut untuk lebih transparan dalam mengungkap afiliasi dan kebijakan mereka terhadap isu-isu global yang sensitif.

Melihat tren ini, pelaku industri di dalam negeri sebaiknya memanfaatkan momentum ini untuk meningkatkan kualitas dan inovasi produk mereka. Serta meningkatkan daya saing produk lokal di pasar e-commerce dengan memanfaatkan teknologi dan pemasaran digital yang lebih efektif. Upaya ini diharapkan tidak hanya mampu meraih konsumen yang patriotik, tetapi juga membangun kepercayaan dan loyalitas jangka panjang dari konsumen.

Dalam menghadapi perubahan ini, produsen lokal juga diharapkan untuk mengedukasi konsumen tentang pentingnya memilih produk dalam negeri. Pendidikan konsumen dapat dilakukan melalui kampanye yang mendukung kekuatan dan kualitas produk lokal, memperlihatkan kepada masyarakat bahwa mereka memiliki alternatif yang tidak kalah baik dibandingkan produk internasional.

Situasi ini menjadi pengingat bahwa tindakan kolektif dapat mempengaruhi pasar secara signifikan. Dari sudut pandang ekonomi, kebangkitan produk lokal ini merupakan sinyal positif bagi pertumbuhan industri dalam negeri. Namun, merek global juga tidak akan tinggal diam; mereka diharapkan untuk beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan dinamika pasar dan merumuskan kembali strategi pemasaran yang lebih peka terhadap isu-isu sosial.

Gerakan “All Eyes on Rafah” membawa perubahan yang tidak hanya sekedar bersifat reaktif terhadap isu-isu global, tetapi juga menciptakan ruang bagi produk lokal untuk bangkit dan bersaing. Dengan dukungan konsumen yang semakin tinggi terhadap produk dalam negeri, masa depan industri lokal di Indonesia tampak semakin cerah.

Redaksi Ilmiah

Ilmiah merupakan situs media online yang menyajikan berita dan informasi terbaru di Indonesia yang paling update.
Back to top button