Fenomena dinasti politik yang terjadi dalam keanggotaan DPR-RI Periode 2024-2029 telah menimbulkan kekhawatiran serius mengenai dampaknya terhadap proses demokrasi di Indonesia. Menurut Arga Pribadi Imawan, seorang pakar politik dan demokrasi dari Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM), encik demokrasinya terganggu karena banyak anggota DPR berasal dari lingkaran keluarga dan kerabat pejabat, yang berpotensi mengurangi partisipasi individu dari kalangan masyarakat biasa.
Peningkatan Dinasti Politik pada Parlemen
Dalam catatan Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), tercatat 79 dari 580 anggota parlemen memiliki kekerabatan dengan pejabat lainnya. Jumlah ini menunjukkan adanya jaringan nepotisme yang signifikan dalam struktur legislatif, yang membuat masyarakat biasa sulit bersaing. Arga menjelaskan bahwa fenomena ini adalah hasil dari dominasi orang-orang elit dalam partai politik, di mana jabatan strategis seringkali jatuh kepada mereka yang memiliki hubungan keluarga dekat.
Modal Berpolitik yang Tidak Seimbang
Ada tiga faktor yang memengaruhi nasib seseorang dalam kontestasi pemilu, yaitu modal sosial, modal politik, dan modal ekonomi. Modal sosial di sini merujuk pada bagaimana jaringan kekerabatan dan relasi dapat meningkatkan popularitas calon, khususnya jika mereka dikenal sebagai public figure. Sedangkan modal politik berkaitan dengan dukungan yang diterima dari partai pengusung, di mana mereka yang memiliki pengaruh politik cenderung lebih diutamakan. Di sisi lain, modal ekonomi berhubungan dengan biaya yang dikeluarkan dalam proses kampanye, yang semakin menambah eksklusivitas dalam akses ke dunia politik.
Arga menekankan bahwa proses politik yang sehat seharusnya menyediakan peluang yang lebih adil bagi individu dari beragam latar belakang, bukan hanya bagi mereka yang memiliki ikatan keluarga dengan pejabat atau elit politik.
Dampak terhadap Representasi di Parlemen
Kondisi ini, menurut Arga, membawa efek yang merugikan terhadap kualitas representasi di parlemen. Dinasti politik dapat menurunkan tingkat representatif, karena anggota legislatif tersebut memiliki kontrak politik yang lebih kuat dengan partai daripada keterikatan mereka terhadap konstituennya. Dengan kata lain, pengambilan keputusan yang mereka lakukan lebih cenderung mengutamakan kepentingan partai daripada kepentingan masyarakat luas.
Terkait dengan aturan konstitusi, Arga menunjukkan bahwa Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum tidak secara tegas melarang anggota legislatif yang memiliki kerabat atau hubungan keluarga sesama pejabat. Meskipun terdapat upaya untuk membatasi hubungan ini dalam konteks Pemilihan Kepala Daerah melalui Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015, perdebatan politik yang intens telah mengikis keinginan untuk mempertahankan regulasi tersebut.
Meningkatnya Kolusi dan Nepotisme
Kekhawatiran mengenai dinasti politik ini tidak hanya terbatas pada keterwakilan yang berkurang, tetapi juga dapat meningkatkan potensi kolusi dan nepotisme di kalangan politikus. Sistem politik yang dikuasai oleh individu atau keluarga tertentu cenderung menghasilkan keputusan yang tidak transparan dan tidak mempertimbangkan kepentingan publik.
Arga mencatat bahwa sejarah menunjukkan bahwa meski dinasti politik juga terjadi di negara-negara besar seperti Amerika Serikat, peran mekanisme demokratis dan checks and balances yang kuat di sana dapat mencegah dampak negatif yang lebih besar. Di Indonesia, keberadaan dinasti politik justru berpotensi memperlemah demokrasi dengan menciptakan lingkaran kekuasaan yang terputus dari masyarakat.
Peran Akademik dalam Memperkuat Demokrasi
Dalam situasi ini, Harapan pun muncul untuk kembali membangkitkan muruah demokrasi nasional dari institusi akademis. Arga berharap bahwa kampus dapat berkontribusi melalui tulisan-tulisan, diskusi akademik, dan penelitian yang berkualitas. Menghadirkan ide-ide inovatif dan mendorong kesadaran publik menjadi esensial untuk menangkal eksklusivitas dalam politik.
Dengan cara ini, diharapkan mahasiswa dan generasi muda akan lebih memahami pentingnya partisipasi aktif dalam proses politik. Melalui keterlibatan masyarakat yang lebih luas, diharapkan demokrasi di Indonesia dapat berjalan lebih sehat, transparan, dan akuntabel.
Fenomena dinasti politik ini merupakan tantangan besar bagi sistem demokrasi yang selama ini diperjuangkan. Mengingat pentingnya representasi politik yang adil dan inklusif, langkah-langkah reformasi dalam kebijakan pemilihan dan pengaturan di parlemen harus segera diberlakukan. Dengan demikian, masyarakat dapat merasakan keberpihakan dan keadilan dalam proses politik negara yang mereka cintai.