Teknologi

Bayang-bayang Aplikasi Temu Hantui Bisnis UMKM: Tantangan dan Peluang di Era Digital

Aplikasi e-commerce asal China, Temu, semakin agresif dalam upayanya masuk ke pasar Indonesia. Meskipun telah mengajukan permohonan tiga kali ke Kementerian Hukum dan HAM, semua upaya tersebut tidak berhasil karena dikatakan bahwa model bisnis Temu tidak sesuai dengan regulasi yang ada di Indonesia. Salah satu contohnya adalah model bisnis Factory to Consumer (FTC), yang memungkinkan produsen mengakses konsumen secara langsung tanpa perantara. Model ini bisa memberikan keuntungan berupa harga yang lebih murah untuk konsumen dan kontrol kualitas yang lebih baik bagi produsen. Namun, di Indonesia, praktik ini terhambat oleh berbagai regulasi, termasuk Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perdagangan.

Berdasarkan laporan dari Kementerian Perdagangan, Temu menghadapi berbagai tantangan dalam menyesuaikan diri dengan aturan yang ada di Indonesia, termasuk kewajiban penggunaan label berbahasa Indonesia dan pengawasan terhadap barang-barang yang diperdagangkan. Selain itu, Permendag No. 31/2023 juga menambah lapisan regulasi yang harus dipatuhi oleh platform e-commerce yang ingin beroperasi di Indonesia.

Dengan tantangan regulasi yang sangat ketat, strategi Temu untuk menawarkan harga yang sangat murah menjadi sorotan. Aplikasi ini dikenal sering memberikan diskon besar dan pengiriman gratis, sehingga dapat menarik banyak konsumen. Menurut laporan dari ECDB, Temu diproyeksikan dapat mencapai Gross Merchandise Value (GMV) sebesar US$29,5 miliar pada tahun 2024 dan US$41 miliar pada tahun 2025. Hal ini mengindikasikan bahwa meskipun ada hambatan, potensi pasar tetap menarik bagi Temu.

Meskipun Temu belum beroperasi secara resmi di Indonesia, Fiki Satari, Staf Khusus Kemenkop UKM Bidang Pemberdayaan Ekonomi Kreatif, mengungkapkan keprihatinannya tentang potensi dampak negatif yang bisa muncul bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di tanah air. Fiki mencatat bahwa usaha Temu untuk mendirikan operasional di Indonesia terhambat oleh kompleksitas pendaftaran merek, di mana telah ada pihak lain yang mengklaim nama Temu. Kejadian ini berpotensi mengganggu ekosistem UMKM yang sudah ada, mengingat produk yang dijual Temu berasal dari pabrik dan langsung dikirim ke konsumen tanpa melalui saluran distribusi lokal.

Direktur Utama Smesco Indonesia, Wientor Rah Mada, meng kritik Temu sebagai aplikasi "jahat" dari China. Menurutnya, sistem yang diterapkan Temu menggerogoti pelaku bisnis lokal dengan menyediakan barang langsung dari pabrik ke konsumen. Wientor menambahkan bahwa indeks diskon yang diberikan Temu dapat mencapai 90%, dan dalam beberapa situasi menduga mereka bahkan memberikan harga 0%, sehingga konsumen hanya membayar biaya pengiriman. Hal ini mengarah pada spekulasi bahwa Temu mungkin sedang berupaya untuk menghabiskan stok barang yang tidak laku di pasar domestiknya.

Ketidakpastian mengenai langkah Temu selanjutnya di pasar Indonesia dapat dilihat dari kenyataan bahwa meskipun model bisnis mereka belum bisa diterima, mereka tetap berupaya dengan mengajukan nama merek baru. Proses ini sangat penting karena melibatkan tidak hanya perizinan tetapi juga penyesuaian terhadap aturan lokal yang ada. Meskipun demikian, banyak pihak di kementerian terkait maupun pelaku bisnis lokal terlihat skeptis mengenai kemungkinan Temu untuk memenuhi semua regulasi yang ada.

Berdasarkan data dari berbagai pihak, termasuk kementerian dan pengamat industri, ekspansi Temu ke negara lain seperti Thailand dan Malaysia menunjukkan bahwa mereka memiliki rencana jangka panjang untuk meningkatkan kehadiran mereka di pasar Asia Tenggara. Namun, potensi dampak negatif bagi UMKM di Indonesia tetap menjadi perhatian utama. Banyak pelaku usaha kecil khawatir bahwa jika Temu berhasil memasuki pasar lokal, daya saing mereka akan tergerus oleh harga yang lebih murah dan efisiensi distribusi yang ditawarkan oleh Temu.

Seiring dengan perkembangan ini, perhatian harus diberikan tidak hanya kepada kebijakan yang mendukung UMKM, tetapi juga pada pengaturan yang lebih ketat untuk platform e-commerce yang menggunakan model bisnis yang berpotensi merugikan pelaku usaha lokal. Dengan mempertahankan ekosistem bisnis yang sehat, diharapkan dapat tercipta keseimbangan antara kemajuan teknologi dan keberlanjutan ekonomi lokal.

Kesadaran masyarakat dan pemerintah tentang dampak jangka panjang dari kehadiran aplikasi asing seperti Temu memainkan peran penting dalam mendukung dan melindungi keberadaan UMKM di Indonesia. Ketika dunia digital terus berkembang, sangat penting untuk terlibat dalam diskusi mengenai regulasi yang diperlukan agar bisnis lokal dapat bersaing secara adil dan berkelanjutan di era digital ini.

Redaksi Ilmiah

Ilmiah merupakan situs media online yang menyajikan berita dan informasi terbaru di Indonesia yang paling update.
Back to top button