Pendidikan

Bappenas: Anggaran Pendidikan Sering Dicuri K/L Tanpa Kepentingan Resmi

Jakarta – Dalam sebuah pernyataan mengejutkan, Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan Bappenas, Amich Alhumami, mengungkap adanya masalah dalam pengelolaan anggaran pendidikan di Indonesia. Ia menegaskan bahwa anggaran pendidikan kerap dicaplok oleh kementerian dan lembaga (K/L) yang tidak berkepentingan langsung, yang memicu kekhawatiran atas efektivitas dan transparansi penggunaan dana tersebut.

Anggaran pendidikan Indonesia saat ini mengacu pada ketentuan undang-undang yang menetapkan alokasi sebesar 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dengan total anggaran negara yang mencapai sekitar Rp650 triliun, jumlah yang dialokasikan untuk pendidikan seharusnya sebesar Rp130 triliun. Namun, Amich menambahkan bahwa hanya 15 persen dari jumlah tersebut, atau sekitar Rp98,9 triliun, yang benar-benar diterima oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).

Anggaran tersebut tidak sepenuhnya dapat dimanfaatkan untuk program-program pendidikan yang mendasar. Sebagian besar anggaran pendidikan, yaitu 52 persen, justru dialokasikan untuk transfer ke daerah. Dana ini dimanfaatkan untuk membayar gaji guru, Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik, serta berbagai tunjangan yang berkaitan dengan pelaksanaan pendidikan di daerah.

Dalam konteks ini, Amich menegaskan bahwa penggunaan anggaran pendidikan tidak selalu ditempatkan pada posisi yang tepat. Dia mencatat bahwa meskipun 20 persen dari APBN ditujukan untuk pendidikan, terdapat K/L lain, seperti Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), yang juga mengambil bagian dari dana ini dengan tujuan membangun infrastruktur pendidikan, termasuk menyelesaikan proyek-proyek yang mangkrak.

Lebih lanjut, Amich mengungkapkan bahwa ada K/L yang terlibat dalam kegiatan yang seharusnya tidak termasuk dalam lingkup pendidikan. Contohnya adalah Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah yang mengadakan pelatihan untuk masyarakat umum, serta Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) yang juga mengklaim mendapatkan alokasi untuk pelatihan yang tidak spesifik menargetkan layanan pendidikan formal. "Ini yang kami sebut bagian yang tidak tepat," ujarnya.

Persoalan ini lebih jauh diperburuk dengan penggalangan anggaran yang tidak berdasarkan kebutuhan pendidikan yang jelas. Amich menyampaikan bahwa Bappenas dalam setiap proses penyusunan anggaran selalu berusaha untuk menolak K/L yang seharusnya tidak menerima alokasi pendidikan, Namun, sering kali kebijakan tersebut diambil dari tingkat politik yang lebih tinggi, yang berdampak pada distribusi anggaran yang tidak sesuai dengan tujuan pendidikan itu sendiri.

"Munculnya bukan di meja kami tapi munculnya adalah di meja diskusi politik di domain yang berbeda," ungkap Amich, menuturkan bahwa keputusan alokasi anggaran seringkali berasal dari keputusan politik yang tidak bisa dihindari.

Kendati anggaran pendidikan di Indonesia sudah ditetapkan, realisasinya masih jauh dari harapan. Dalam konteks global, pengurangan anggaran pendidikan oleh K/L yang tidak berkepentingan sangat merugikan sektor pendidikan. Terlebih, jika mempertimbangkan tantangan pendidikan di Indonesia yang harus terus ditingkatkan baik dari kualitas maupun aksesnya.

Pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan anggaran menjadi aspek penting yang perlu diperhatikan. Bappenas sendiri tengah mendorong perubahan dalam kebijakan anggaran pendidikan agar semua pihak berfokus pada tujuan utama, yaitu menghasilkan generasi yang berkualitas dan berdaya saing global.

Pemerintah telah menghadapi tantangan dalam menyeimbangkan kebutuhan pendidikan dengan sumber daya yang ada. Dorongan untuk meningkatkan alokasi pendidikan juga harus disertai dengan upaya konkret untuk memastikan bahwa semua anggaran yang dialokasikan benar-benar digunakan untuk kebutuhan pendidikan yang relevan dan membawa dampak positif bagi masyarakat.

Kondisi ini menunjukkan betapa pentingnya kolaborasi antara kementerian dan lembaga dalam merumuskan rencana anggaran yang komprehensif dan terintegrasi, serta memperkuat komunikasi dengan berbagai pemangku kepentingan di bidang pendidikan. Ini akan memudahkan pengawasan dan mengurangi potensi penyimpangan dalam penggunaan anggaran pendidikan yang seharusnya untuk kepentingan para siswa dan pengembangan pendidikan di seluruh Indonesia.

Dengan situasi ini, pengawasan ketat dan audit berkala merupakan langkah strategis yang tidak bisa diabaikan untuk meningkatkan akuntabilitas penggunaan anggaran pendidikan. Di sisi lain, kebijakan yang lebih baik dalam pemisahan antara program pendidikan dan program yang tidak berkaitan diharapkan dapat meningkatkan efektifitas pengeluaran anggaran di sektor ini.

Dalam suatu kesempatan, Amich juga mengingatkan pentingnya upaya sinergi antara pemerintah pusat dan daerah demi tersedianya pendidikan yang lebih baik dan merata. Semua pihak harus memiliki pandangan yang sama bahwa pendidikan adalah investasi jangka panjang yang manfaatnya akan dirasakan oleh generasi mendatang.

Tampaknya, masalah ini menuntut perhatian lebih dari seluruh pemangku kepentingan guna memperbaiki kualitas dan akses pendidikan di Indonesia, menghindari kesalahan pengalokasian anggaran pendidikan, serta memastikan bahwa anggaran tersebut digunakan secara optimal untuk kepentingan masyarakat luas.

Redaksi Ilmiah

Ilmiah merupakan situs media online yang menyajikan berita dan informasi terbaru di Indonesia yang paling update.
Back to top button