Dalam sebuah survei yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan pada tahun 2020, terungkap fakta mencengangkan bahwa 7 dari 10 rumah tangga di Indonesia mengonsumsi air minum yang terkontaminasi bakteri E. coli (Escherichia coli). Hanya sekitar 11,9% rumah tangga yang memiliki akses terhadap air yang aman untuk dikonsumsi. Situasi ini menunjukkan bahwa masalah kualitas air minum di Indonesia masih menjadi tantangan serius yang berpotensi menyebabkan berbagai masalah kesehatan, mengingat bakteri E. coli dapat memicu penyakit yang serius hingga mengancam jiwa.
Berdasarkan temuan survei yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Bandung pada tahun 2013, dari 135 depot air minum yang diperiksa, 40% di antaranya tidak memenuhi syarat bakteriologis. Angka ini menunjukkan adanya laju yang tidak stabil dalam memenuhi standar kesehatan air minum. Di tahun 2014, angka tersebut meningkat menjadi 63%, tetapi kemudian menurun menjadi 20% pada tahun 2015. Namun, pada tahun 2016 terjadi peningkatan lagi, sehingga 54% depot air kembali tidak memenuhi standar. Hal ini mengindikasikan bahwa masalah ini tidak hanya bersifat temporer, tetapi merupakan tantangan yang terus berulang.
Lebih jauh, studi lain menunjukkan bahwa dari 89 depot air minum isi ulang yang diteliti di berbagai kota, termasuk Makassar, Padang, dan Jakarta, ditemukan bahwa 53 di antaranya tidak memenuhi standar kesehatan terkait kandungan bakteri coliform. Idealnya, kandungan coliform dalam air minum harusnya 0 per 100 ml sampel air. Bakteri ini dikenal sebagai penyebab berbagai penyakit, termasuk diare, yang dapat berujung pada dehidrasi dan komplikasi serius, terutama pada anak-anak dan orang tua.
Di Jakarta, sebuah penelitian yang dilakukan di lima wilayah menunjukkan bahwa hanya 20% dari depot air minum isi ulang yang telah memenuhi standar kandungan coliform sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 2 Tahun 2023. Meskipun ada regulasi yang mengatur tentang higiene sanitasi depot air minum, masih banyak depot yang tidak mematuhi standar tersebut. Hal ini menjadikan masyarakat berisiko tinggi terhadap paparan kontaminan berbahaya yang dapat mempengaruhi kesehatan jangka panjang.
Masyarakat diimbau untuk lebih memilih air minum yang terjamin kebersihan dan keamanannya. Penyuluhan tentang pentingnya pemilihan air minum dan pengetahuan mengenai depot air yang memenuhi syarat menjadi kunci untuk mengurangi risiko kesehatan. Bakteri dan kontaminan dalam air tidak dapat dengan mudah dihilangkan hanya dengan merebus. Beberapa bakteri dapat bertahan hidup di suhu tinggi, dan kontaminasi bisa terjadi di berbagai titik, termasuk proses penyimpanan air yang kurang bersih.
Setiap langkah menuju peningkatan kualitas air minum sangatlah penting, terutama dalam konteks seperti yang diungkapkan oleh dr. A. W. Rahman, seorang ahli epidemiologi yang menyatakan, "Kualitas air minum sangat berkaitan erat dengan tingkat kesehatan masyarakat. Pengetahuan masyarakat mengenai pemilihan air minum yang tepat harus ditingkatkan agar mereka dapat terhindar dari penyakit yang disebabkan oleh kontaminasi."
Pemerintah dan instansi terkait perlu meningkatkan pengawasan dan pelaksanaan regulasi yang ada, serta memberikan sanksi tegas kepada depot air minum yang tidak memenuhi standar kesehatan. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa air minum yang dikonsumsi masyarakat bersih, aman, dan bebas dari kontaminasi. Penegakan hukum terhadap pelanggaran hygiene sanitasi di depot air juga sangat diperlukan agar masyarakat tidak terjebak dalam produktivitas negatif yang dapat mempengaruhi kualitas kesehatan.
Dengan adanya temuan-temuan ini, masyarakat seharusnya lebih peka terhadap sumber air minum yang mereka konsumsi. Pemilihan air minum yang tepat dapat mencegah berbagai penyakit, yang sangat penting bagi kesehatan keluarga, terutama anak-anak yang lebih rentan. Penyuluhan kesehatan yang lebih intensif, serta kerjasama antara pemerintah dan masyarakat dalam mengedukasi tentang pentingnya kualitas air minum, diharapkan dapat mengurangi prevalensi penyakit yang disebabkan oleh air minum yang terkontaminasi.
Ketika memilih depot air minum, ada baiknya untuk memperhatikan faktor-faktor seperti kondisi kebersihan depot, proses pembuatan, dan izin edar yang dimiliki. Hal ini bukan hanya untuk melindungi diri sendiri, tetapi juga untuk menjaga kesehatan masyarakat secara keseluruhan. Dalam jangka panjang, kesadaran dan tindakan kolektif ini diharapkan dapat mengubah peta kesehatan masyarakat di Indonesia menjadi lebih baik.
Kasus kontaminasi air minum isi ulang menunjukkan bahwa isu kesehatan masyarakat harus menjadi perhatian utama bagi semua pihak. Tindakan preventif yang diambil oleh masyarakat dan pengawasan dari pemerintah dapat membantu menurunkan angka kontaminasi dan meningkatkan akses terhadap air minum yang berkualitas. Ini adalah langkah penting menuju Indonesia yang lebih sehat, di mana setiap individu dapat memperoleh akses terhadap air bersih dan aman untuk dikonsumsi.