Pemerintah Australia tengah mempertimbangkan perpanjangan visa sementara untuk warga Palestina yang telah mengungsi akibat konflik di Jalur Gaza. Menteri Imigrasi Australia, Tony Burke, menyatakan bahwa penerbitan visa bagi pengunjung Palestina adalah langkah yang tepat mengingat situasi darurat yang tengah berlangsung. Namun, visa tersebut kini mendekati masa berakhirnya.
Dalam wawancara dengan Sky News, Burke menegaskan bahwa pemerintah saat ini tengah mencari “langkah selanjutnya” bagi para pengungsi Palestina yang terdampak konflik, tetapi belum mencapai keputusan final terkait perpanjangan atau opsi lainnya. Ia menekankan bahwa saat ini tidak ada negara di dunia yang dapat mengirim kembali orang ke Gaza mengingat kondisi yang tidak aman, dan ini menimbulkan dilema atas status visa yang dimiliki oleh pengungsi.
Burke menyampaikan, “Kami harus memikirkan apa yang terjadi karena visa yang dimiliki oleh orang-orang itu sudah habis masa berlakunya.” Pernyataan ini menunjukkan bahwa pemerintah Australia menyadari urgensi dari masalah ini, mengingat warga Palestina yang berada dalam keadaan sangat rentan dan membutuhkan perlindungan sementara lebih lanjut.
Visa sementara yang dikeluarkan berfungsi untuk periode antara tiga hingga dua belas bulan. Namun, visa ini tidak memberi hak kepada penerimanya untuk bekerja, bersekolah, atau mendapatkan layanan kesehatan. Sebagai alternatif, Australia juga memiliki visa “Safe Haven”, yang memungkinkan penerima untuk tinggal di Australia selama lima tahun dan memberikannya akses ke layanan pemerintah seperti Medicare. Jika ada pertimbangan untuk memberikan visa Perlindungan Permanen, hal ini bisa memberikan kesempatan kepada pengungsi Palestina untuk tinggal tanpa batas waktu dan mendapatkan akses lebih baik terhadap layanan publik yang vital.
Banyak warga Palestina yang mengungsi telah kehilangan keluarga dan teman-teman mereka akibat serangan yang terjadi di tanah air mereka. Menurut Burke, situasi saat ini sangat menyedihkan, di mana banyak dari mereka kini tinggal di tempat yang sebelumnya adalah rumah, yang kini hancur menjadi puing-puing. Hal ini menggambarkan beratnya beban psikologis dan fisik yang harus ditanggung oleh para pengungsi ini.
Di sisi lain, kritik datang dari juru bicara oposisi, Andrew Hastie, yang menilai bahwa inisiatif pemerintah ini tampak terg匡匡 cu dalam prosesnya. Ia menyatakan keprihatinan bahwa visa baru mungkin dikeluarkan dengan terburu-buru tanpa pertimbangan yang matang. “Kami tidak ingin melihat visa yang terburu-buru dikeluarkan karena alasan politik,” ujarnya kepada Sky News. Kritikan ini menunjukkan pentingnya pendekatan yang hati-hati dan penuh pertimbangan dalam menangani isu ini, agar segala tindakan tidak hanya berdasarkan momen tetapi mempertimbangkan keutuhan dan keamanan jangka panjang bagi pengungsi.
Hingga akhir Juni 2023, Australia dilaporkan telah mengeluarkan 2.823 visa sementara untuk warga Palestina, termasuk 2.499 visa pengunjung sejak dimulainya konflik pada 7 Oktober 2023. Data mencatat bahwa sekitar 3.309 visa pengunjung juga telah diberikan kepada individu yang mengklaim sebagai warga negara Israel. Di samping itu, lebih dari 1.120 warga Palestina telah tiba di Australia hingga akhir Mei, menunjukkan adanya arus pengungsi yang cukup signifikan.
Namun, catatan yang lebih gelap juga menunjukkan bahwa pada Maret 2023, pemerintah Australia menghentikan visa bagi warga Palestina yang melarikan diri dari Jalur Gaza akibat serangan yang berkepanjangan. Pada bulan Juni, ada penolakan visa yang dikeluarkan untuk Jibril Rajoub, kepala Asosiasi Sepak Bola Palestina. Tindakan ini memunculkan kritik di dalam negeri, terkait bagaimana pemerintah Australia menangani isu-isu kemanusiaan dan hak asasi manusia.
Dalam konteks yang lebih luas, sikap pemerintah Australia terhadap isu Palestina mendapat perhatian internasional. Masyarakat sipil serta berbagai lembaga advokasi menyerukan Canberra untuk lebih aktif dalam melindungi warga Palestina dan mempertimbangkan perubahan kebijakan yang lebih lunak, seraya mengutuk tindakan brutal yang terjadi di Jalur Gaza. Panggilan untuk menghentikan pasokan senjata ke Israel menjadi salah satu tuntutan dari berbagai kelompok yang peduli dengan nasib warga sipil Palestina.
Meskipun masih dalam tahap wacana, potensi perpanjangan visa untuk pengungsi Palestina ini menunjukkan kepedulian Australia terhadap krisis kemanusiaan yang kelihatannya semakin mendesak. Melihat fakta bahwa situasi di Jalur Gaza tidak kunjung membaik, kebijakan pemerintah Australia tentu perlu diarahkan tidak hanya untuk memenuhi kewajiban kemanusiaan, tetapi juga untuk memberi rasa aman bagi mereka yang terpaksa keluar dari negara asalnya demi keselamatan dan hidup yang lebih baik.
Situasi ini tetap menjadi perhatian banyak pihak, terutama dengan adanya harapan akan kebijakan yang lebih inklusif dan humanis terhadap pengungsi. Kebijakan yang akan diambil tidak hanya berdampak pada kehidupan individu, tetapi juga mencerminkan komitmen Australia dalam memperjuangkan hak asasi manusia di tingkat global. Keputusan yang tepat dan hati-hati dari pemerintah akan menjadi cerminan ketulusan dalam menghadapi masalah global serta akan mempengaruhi bagaimana Australia dipandang di dunia internasional di tengah situasi yang kompleks ini.