Pendidikan

Aturan Paskibraka Lepas Jilbab Dibatalkan, Ombudsman: Evaluasi Tetap Diperlukan

Ombudsman Republik Indonesia mengeluarkan pernyataan tegas mengenai peristiwa pengukuhan anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) 2024 yang berlangsung pada 13 Agustus lalu. Dalam acara tersebut, 18 anggota Paskibraka putri terlihat melepas jilbab mereka. Meskipun Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) telah membatalkan aturan yang mewajibkan pelepasan jilbab, Ombudsman menilai bahwa evaluasi terhadap kebijakan ini masih sangat diperlukan.

Anggota Ombudsman RI, Indraza Marzuki Rais, mengemukakan bahwa tindakan evaluasi tersebut penting untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang. Menurutnya, aturan yang mengharuskan anggota Paskibraka melepas jilbab dapat dikategorikan sebagai bentuk diskriminasi terhadap kebebasan beragama. "Aturan melepas jilbab dapat dinilai sebagai diskriminasi dalam kebebasan memeluk agama dan menjalankan keyakinan agama sebagaimana diamanatkan dalam Pancasila," ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima pada 16 Agustus 2024.

Indraza juga menyoroti bahwa meski aturan tersebut tidak secara eksplisit melarang pemakaian jilbab, adanya instruksi yang mengharuskan peserta untuk menandatangani Surat Pernyataan Kesediaan Mematuhi Aturan Pembentukan dan Pelaksanaan Tugas Paskibraka Tahun 2024 menciptakan situasi di mana anggota tidak memiliki opsi lain kecuali untuk mematuhi aturan tersebut. Penandatanganan surat pernyataan ini terangkum dalam Surat Edaran Deputi Bidang Pendidikan dan Pelatihan BPIP Nomor 1 Tahun 2024 yang mengatur pembentukan anggota Paskibraka tingkat kabupaten/kota dan provinsi.

Dalam Lampiran Surat Keputusan Kepala BPIP Nomor 35 Tahun 2024, di bagian tertentu dijelaskan bahwa ukuran rambut bagi anggota Paskibraka putri tidak boleh lebih dari satu sentimeter di atas kerah baju bagian belakang. Selain itu, terdapat visualisasi yang hanya menampilkan Paskibraka putri tanpa jilbab. Hal ini kembali menjadi sorotan, karena bisa dianggap sebagai bentuk pengabaian terhadap keberagaman, yang seharusnya dihormati merujuk pada prinsip Bhinneka Tunggal Ika.

Indraza menegaskan bahwa Bhinneka Tunggal Ika harusnya diinterpretasikan dengan makna memperkuat persatuan meski terdapat perbedaan. "Ketunggalan dan keseragaman tidak berarti keseragaman dalam penampilan, tetapi seharusnya bisa diartikan bahwa meskipun berbeda, para anggota Paskibraka memiliki satu tujuan yang sama—mengibarkan Sang Saka Merah Putih," jelasnya. Ombudsman dengan tegas menolak setiap aturan yang mengharuskan pelepasan jilbab selama pengukuhan, pengibaran, dan penurunan bendera di upacara resmi di Istana Negara Ibu Kota Nusantara.

Lebih jauh, Indraza juga merujuk pada Pancasila, khususnya pada sila pertama yang menekankan bahwa Ketuhanan Yang Maha Esa berkaitan dengan keyakinan untuk menganut agama dan menjalankan ibadah sesuai dengan ajaran masing-masing. Hal ini diperkuat oleh Pasal 29 Undang-Undang Dasar 1945 yang menegaskan bahwa negara menjamin kemerdekaan setiap individu untuk memeluk agama dan beribadah menurut kepercayaannya.

Ombudsman RI memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa semua warga negara, tanpa terkecuali, diperlakukan secara adil dalam menjalani hak-hak mereka, termasuk dalam hal beribadah. Indraza menyatakan bahwa kebijakan atau aturan yang menindas hak-hak beragama tidak dapat diterima, terutama dalam institusi publik yang seharusnya menjadi contoh dalam perlindungan kebebasan beragama.

Dalam konteks lebih luas, pernyataan ini mencerminkan dinamika yang lebih besar dalam masyarakat Indonesia, di mana isu mengenai toleransi beragama dan pengakuan terhadap keragaman terus menjadi perdebatan. Kejadian di Paskibraka ini mengingatkan masyarakat akan pentingnya memperjuangkan hak asasi dan menghormati pilihan individu dalam beragama tanpa tekanan dari institusi.

Pihak-pihak terkait diharapkan untuk melakukan dialog terbuka mengenai masalah ini, agar bisa menemukan solusi yang mencerminkan komitmen terhadap nilai-nilai Pancasila dan menghormati hak-hak individu. Diharapkan, langkah-langkah evaluasi yang diusulkan oleh Ombudsman dapat menghasilkan kebijakan yang lebih inklusif dan tidak diskriminatif serta diharapkan pula mampu menciptakan kedamaian di tengah keragaman masyarakat Indonesia.

Dengan demikian, kasus pelepasan jilbab di kalangan anggota Paskibraka dapat menjadi pelajaran berharga bagi masyarakat Indonesia tentang pentingnya penghormatan terhadap perbedaan dan hak asasi dalam bingkai keberagaman. Setiap individu berhak untuk menjalankan keyakinan mereka tanpa adanya tekanan yang merugikan, dan negara harus hadir untuk menjamin hak tersebut bagi setiap warganya.

Redaksi Ilmiah

Ilmiah merupakan situs media online yang menyajikan berita dan informasi terbaru di Indonesia yang paling update.
Back to top button