Dalam dunia astronomi, batas-batas pengetahuan manusia terus diperluas oleh kemajuan teknologi, salah satunya melalui penerapan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI). Dr. Robiatul Muztaba, seorang astronom dari Institut Teknologi Sumatera (Itera), menyoroti bagaimana AI kini menjadi alat yang vital dalam menggali informasi dari langit. Dalam sebuah diskusi daring baru-baru ini, ia menjelaskan pemanfaatan AI dalam penelitian astronomi yang sebelumnya dianggap sebatas fiksi ilmiah.
Pemanfaatan AI dalam Astronomi
Menggunakan AI dalam bidang astronomi memungkinkan para ilmuwan untuk mengamati dan menganalisis data dengan lebih efisien. Robiatul menyatakan bahwa AI telah digunakan secara luas untuk identifikasi kawah bulan, galaksi, dan berbagai objek astronomi lainnya. Dengan perkembangan teknologi kamera dan sistem penyimpanan data, para astronom kini dihadapkan pada rentetan besar data—sehingga memerlukan metode inovatif untuk mengolahnya.
Era Big Data dalam Astronomi
Dunia saat ini telah memasuki era big data, di mana volume informasi astronomis yang dihasilkan sangat besar, mencapai ukuran petabyte (satu petabyte setara dengan satu juta gigabyte). Tantangan ini didorong oleh kemajuan teknologi, yang memungkinkan pengambilan gambar dan penyimpanan data dalam jumlah yang signifikan. Hal ini membuat tren penggunaan AI dalam penelitian astronomi semakin mendesak dan relevan.
Robiatul menegaskan bahwa AI dapat mengidentifikasi dan mengamati gambar objek astronomi dengan automasi, menggantikan metode manual yang selama ini dilakukan. Melalui pemanfaatan AI, para peneliti tidak lagi bergantung pada pengamatan visual manusia untuk mendapatkan informasi dari citra yang kompleks.
Proses Identifikasi Menggunakan AI
Kemampuan AI dalam mengidentifikasi objek astronomi didasarkan pada metode pembelajaran mesin (machine learning) dan pembelajaran mendalam (deep learning). Pada metode machine learning, peneliti terlebih dahulu harus memasukkan fitur-fitur dari objek astronomi ke dalam data yang ingin diidentifikasi. Sistem AI kemudian mempelajari objek itu dan memberikan hasil identifikasinya.
Robiatul menjelaskan, “Klasifikasi ini secara tidak langsung bergantung pada input objek yang mau kita masukkan. Jadi, komputer itu kita kasih tahu dia mau belajar apa? Semakin banyak objek yang kita inginkan, maka semakin kompleks algoritmanya.” Dengan kata lain, semakin banyak informasi yang diberikan kepada AI, semakin akurat dan efisien hasil identifikasinya.
Di sisi lain, ketika menggunakan metode deep learning, proses input fitur dan pembelajaran objek dilakukan simultan. Pada teknik ini, peneliti tidak perlu menyerahkan informasi dengan cara konvensional, memungkinkan proses menjadi lebih efisien dan efektif. Semakin banyak dan kompleks data yang digunakan, sistem AI dapat membuat lapisan pembelajaran yang beragam, mendorong kemampuan identifikasi untuk menjadi semakin tajam.
“Kalau kita menggunakan deep learning untuk pengenalan sebuah benda dalam foto, maka metode itu lebih cocok untuk identifikasi automatis. Kita bisa mengidentifikasi objek dalam citra dengan jauh lebih baik,” ungkap Robiatul.
Kesimpulan dan Prospek di Masa Depan
Dari penjelasan ini, jelas bahwa penggunaan AI di bidang astronomi membuka peluang baru dalam penelitian dan pengamatan. Kemampuan AI untuk menganalisis data dengan kecepatan dan ketepatan sangat dibutuhkan untuk mengatasi tantangan yang dihadapi oleh astronom di seluruh dunia. Dengan semakin banyaknya data yang dapat diakses, dan terus berkembangnya teknologi kecerdasan buatan, masa depan penelitian astronomi tampaknya sangat menjanjikan.
Kehadiran teknologi ini menjungkirbalikkan cara kita memahami dan menjelajah langit. Baud kestabilan yang selama ini menjadi tantangan kini teratasi, dan pengolahan data tidak lagi menjadi penghalang dalam pencarian pengetahuan baru. Apa yang dulunya menjadi mimpi atau fiksi ilmiah, kini telah menjadi kenyataan berkat perpaduan antara astronomi dan AI.