Amerika Serikat (AS) mendorong Israel dan Hizbullah untuk "secepat mungkin" mengakhiri perang yang telah berlangsung hampir sebulan dan menimbulkan banyak korban jiwa. Dalam pernyataan resmi yang dikeluarkan pada Senin kemarin, Washington menjelaskan pentingnya penegakan Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mengharuskan Hizbullah, kelompok bersenjata asal Lebanon yang didukung oleh Iran, untuk menarik diri dari wilayah Lebanon selatan.
Pernyataan ini muncul pada saat serangan Israel terhadap berbagai target yang berkaitan dengan Hizbullah terus meningkat, sementara serangan di Jalur Gaza juga tidak menunjukkan tanda-tanda mereda setelah lebih dari satu tahun konflik berkepanjangan. Amos Hochstein, utusan AS yang saat ini berada di Beirut, menekankan bahwa masa depan Lebanon tidak seharusnya terkait dengan konflik-konflik lain yang terjadi di kawasan tersebut. “Mengaitkan masa depan Lebanon dengan konflik lain bukanlah kepentingan rakyat Lebanon,” ungkap Hochstein dalam keterangannya yang dilansir dari CNA, Selasa, 22 Oktober 2024.
Hochstein juga merujuk kepada Resolusi Dewan Keamanan PBB 1701, yang sebelumnya menghentikan perang antara Israel dan Hizbullah pada tahun 2006. Dia menyatakan bahwa resolusi tersebut seharusnya menjadi dasar bagi gencatan senjata yang baru. Namun, ia mencatat bahwa upaya dari semua pihak untuk menerapkan resolusi tersebut masih kurang memadai.
Dalam perkembangan terkait, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dijadwalkan untuk memulai tur ke Timur Tengah, dengan fokus utama pada pencarian gencatan senjata di Gaza di tengah kekhawatiran akan meluasnya perang. Israel telah meluncurkan serangan terus-menerus terhadap Hizbullah sebagai upaya untuk melindungi perbatasan utara mereka dan memperluas operasi militer di jalur Lebanon.
Informasi terbaru dari kementerian kesehatan Lebanon menyebutkan bahwa serangan Israel di Baalbek telah mengakibatkan setidaknya enam orang tewas, termasuk seorang anak. Sementara itu, bentrokan berat juga terjadi di daerah perbatasan, di mana Hizbullah meluncurkan serangan roket sebagai protes terhadap serangan tersebut. Dalam hampir sebulan pertempuran tersebut, jumlah korban di Lebanon diperkirakan mencapai setidaknya 1.470 orang, sedangkan di Gaza, angka kematian akibat serangan Israel telah mencapai 42.603 orang, mayoritas di antaranya adalah warga sipil.
Organisasi PBB mendesak semua pihak untuk menghormati prinsip-prinsip hak asasi manusia, setelah menerima laporan bahwa serangan Israel telah menyebabkan kerusakan besar pada infrastruktur sipil. Jerman juga telah meminta Israel untuk memberikan penjelasan mengenai insiden yang melibatkan misi penjaga perdamaian PBB. Dalam situasi yang semakin mendesak, banyak warga sipil di Gaza mencoba melarikan diri dari kekerasan, sedangkan kebutuhan pangan semakin sulit didapat. PBB memperingatkan bahwa risiko kelaparan mengancam ribuan orang yang terjebak di wilayah konflik ini.
Ketegangan yang meningkat di kawasan Timur Tengah menunjukkan perlunya dorongan diplomatik yang segera untuk menghentikan pertumpahan darah dan memulihkan stabilitas di wilayah yang sudah lama dilanda konflik. Dengan latar belakang yang penuh ketidakpastian ini, upaya diplomasi internasional menjadi semakin penting untuk menciptakan gencatan senjata yang bertahan dan menyelesaikan masalah struktural yang ada di kawasan tersebut.
Perang ini tidak hanya berdampak pada kedua belah pihak yang terlibat, tetapi juga berpengaruh pada keseluruhan stabilitas politik dan sosial di kawasan tersebut. Dalam menghadapi situasi yang semakin mencekam, langkah-langkah konkret perlu diambil agar perdamaian yang diharapkan dapat segera terwujud, dan para pemimpin dunia harus bersatu dalam misi mendamaikan konflik ini demi masa depan yang lebih baik bagi rakyat di Lebanon, Gaza, dan wilayah sekitarnya.