Mobil berbahan bakar bioetanol kini semakin menarik perhatian sebagai salah satu alternatif kendaraan ramah lingkungan di tengah isu perubahan iklim dan pencarian sumber energi berkelanjutan. Bioetanol sendiri adalah bahan bakar alternatif yang dihasilkan dari sumber nabati seperti tebu, singkong, dan jagung, yang dapat dicampur dengan bensin dalam kendaraan bermotor. Berbagai negara, termasuk Amerika Serikat, Brasil, dan negara-negara di Eropa, telah mengembangkan penggunaan bioetanol dalam sistem transportasi mereka.
Di Indonesia, penggunaan bioetanol sebagai bahan bakar kendaraan masih dalam tahap awal. Saat ini, Pertamax Green 95 yang dijual di 75 SPBU di Jakarta dan Surabaya merupakan produk bahan bakar yang mengandung campuran bioetanol dengan kadar 5%. Pemerintah berencana untuk meningkatkan kadar campuran ini menjadi 10% pada tahun 2029, yang dikenal sebagai E10. Langkah ini diharapkan dapat mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil dan mempromosikan penggunaan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan.
Lantas, apa itu mobil bioetanol dan bagaimana cara kerjanya? Mobil yang dirancang untuk menggunakan bioetanol disebut flexy fuel vehicle (FFV). Kendaraan ini memiliki mesin yang mampu menggunakan kombinasi bahan bakar normal dan bioetanol, mulai dari kadar campuran 5% hingga 100%. Sistem bahan bakar pada FFV dirancang khusus agar dapat mengakomodasi perbedaan antara bensin dan bioetanol.
Meskipun ada pendapat bahwa efisiensi bahan bakar mungkin menurun ketika kadar etanol meningkat, beberapa mesin FFV justru menunjukkan kinerja akselerasi yang lebih baik dengan menggunakan campuran etanol yang lebih tinggi. Menurut Wakil Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN), Bob Azam, Toyota telah memproduksi sejumlah mobil yang dapat menggunakan bioetanol hingga kadar 10%. Mobil-mobil produksi setelah tahun 2016 bahkan sudah mampu beroperasi dengan campuran etanol hingga 20% atau E20.
Di tengah penurunan pasar domestik, Toyota mengambil langkah strategis dengan mengekspor mobil bioetanol ke negara-negara penghasil etanol. Bob Azam mengungkapkan bahwa saat ini, kontribusi ekspor sudah lebih dari 50%. Langkah ini sejalan dengan regulasi yang diterapkan di negara-negara seperti Amerika Serikat dan Brasil, yang telah mendorong penggunaan campuran bensin dengan bioetanol.
Pengujian performa mobil bioetanol pun menarik untuk dicermati. Baru-baru ini, adanya kesempatan untuk melakukan test drive terhadap Innova Zenix Q Hybrid menggunakan bioetanol di pabrik Toyota di Karawang, Jawa Barat, menunjukkan hasil yang menggembirakan. Mobil tersebut mampu berakselerasi dari 0-100 km/jam dalam waktu kurang dari 10 detik, meskipun menggunakan bahan bakar dengan kadar 100% bioetanol (E100). Kecepatan maksimum yang dicapai dalam pengujian tersebut adalah 120 km/jam.
Suspensi mobil juga terasa stabil saat melewati jalan bergelombang, menunjukkan kenyamanan berkendara yang tidak kalah dibandingkan kendaraan berbahan bakar konvensional. Innova Zenix hadir dalam dua varian, yaitu tipe hibrida (hybrid electric vehicle) dan varian berbahan bakar bensin. Untuk versi bensin, mesin yang digunakan adalah berkode M20A-FKS dengan kapasitas 2.0 liter, menghasilkan tenaga maksimum 171 hp dan torsi puncak 204 Nm. Sementara itu, varian hibrida menggunakan mesin M20A-FXS yang memiliki kapasitas serupa dengan tenaga maksimum 149 hp.
Keunggulan mobil bioetanol terletak pada penurunan emisi gas rumah kaca, sehingga berkontribusi terhadap upaya global dalam mengurangi dampak perubahan iklim. Dengan memanfaatkan sumber daya yang dapat diperbaharui, kendaraan ini tidak hanya memberikan solusi transportasi yang lebih bersih tetapi juga mendukung pertanian lokal.
Namun demikian, ada tantangan yang harus dihadapi dalam adopsi bioetanol secara luas. Salah satunya adalah infrastruktur yang masih perlu diperbaiki, termasuk penyediaan SPBU yang menjual bahan bakar campuran bioetanol. Selain itu, kesadaran masyarakat tentang manfaat dan keuntungan mobil bioetanol masih perlu ditingkatkan.
Keberadaan teknologi seperti flexy fuel vehicle merupakan langkah penting menuju masa depan yang lebih berkelanjutan. Dengan semakin banyaknya produsen mobil yang mengadopsi teknologi ini, diharapkan penggunaan bioetanol bisa semakin meluas dan menjadi salah satu pilar dalam diversifikasi sumber energi di sektor transportasi.
Dalam konteks ini, pemerintah juga memiliki peranan penting dalam mendorong penggunaan bioetanol melalui kebijakan dan insentif yang sesuai. Dengan dukungan yang tepat, bukan tidak mungkin Indonesia bisa menjadi salah satu negara unggulan dalam produksi dan penggunaan bioetanol sebagai bahan bakar kendaraan yang ramah lingkungan di kawasan Asia Tenggara.