Geopolitik menjadi salah satu alasan utama munculnya standar ganda dalam penanganan konflik yang terjadi di Gaza dan Ukraina, dengan fokus utama pada kepentingan negara-negara besar. Hal ini diungkapkan oleh Bob Deen, Kepala Unit Keamanan di Clingendael Institute, dalam sesi diskusi bertajuk "Eyes on Palestine and Ukraine: Valuable Lessons for the Present and Future World Order" yang diadakan pada 7 September 2024. Deen menjelaskan bahwa perbedaan perlakuan terhadap dua konflik ini sangat mencolok, di mana negara-negara Barat cenderung memberikan dukungan yang lebih kuat kepada Ukraina dibandingkan dengan Gaza.
Pemicu Standar Ganda
Deen mengemukakan bahwa banyak faktor yang menyebabkan perbedaan perlakuan ini, termasuk unsur politik dan geopolitik. Negara-negara Barat, yang menggunakan bahasa hukum internasional untuk mengecam tindakan Rusia di Ukraina, tidak menerapkan prinsip yang sama ketika berhadapan dengan Israel. Hal ini diakui Deen sebagai suatu realitas yang mencolok dan mencerminkan adanya kepentingan yang berbeda di antara kedua pihak yang bersangkutan.
Rusia dianggap sebagai ancaman langsung bagi keamanan Eropa. Oleh karena itu, bagi negara-negara Barat, penting untuk mencegah Rusia meraih kemenangan dalam konfliknya di Ukraina. Deen menekankan bahwa dukungan dari negara-negara tersebut kepada Ukraina adalah demi kepentingan kolektif Eropa untuk menjaga stabilitas dan keamanan regional. Sebaliknya, Israel merupakan mitra strategis bagi Amerika Serikat, khususnya di kawasan Timur Tengah, yang memberikan alasan mengapa perlakuan terhadap Israel bisa berbeda.
Ringannya Respons Terhadap Israel
Sikap standar ganda yang diambil oleh negara-negara Barat ini terlihat jelas dalam respons mereka terhadap situasi krisis kemanusiaan di Gaza, di mana jumlah korban telah mencapai lebih dari 40 ribu jiwa, dengan mayoritasnya adalah anak-anak dan perempuan. Deen menyatakan bahwa terdapat kesan bahwa pemimpin-pemimpin Barat tampak mengabaikan tindakan agresi Israel dan memberikan dukungan, termasuk pengiriman bantuan militer ke Tel Aviv. Hal ini menunjukkan adanya kecenderungan untuk melindungi sekutu strategis, meskipun biaya kemanusiaan yang ditanggung oleh warga sipil sangat tinggi.
Geopolitik dan Rasa Bersalah Historis
Deen juga menyebutkan adanya faktor rasa bersalah historis yang mungkin mempengaruhi sikap negara-negara Eropa terhadap Israel, terutama di negara-negara seperti Jerman dan Belanda. Rasa bersalah terkait Holocaust menjadi latar belakang bagi pandangan yang lebih toleran terhadap tindakan Israel. "Negara-negara ini cenderung merasa perlu mendukung Israel tanpa syarat," katanya. Hal ini menunjukkan bahwa dinamika geopolitik tidak hanya didasarkan pada kepentingan strategis, tetapi juga faktor emosional dan sejarah.
Perbedaan Pendekatan dan Konsistensi
Pendekatan yang beragam terhadap konflik yang berbeda ini mengindikasikan adanya inkonsistensi dalam upaya negara-negara Barat menegakkan norma hukum internasional. Meskipun terdapat konvensi dan kesepakatan internasional yang mengatur perlindungan warga sipil dalam konflik bersenjata, realitas di lapangan menunjukkan bahwa kepentingan politik sering kali mengalahkan prinsip-prinsip tersebut. "Ada kesan bahwa para pemimpin Barat lebih rela ‘menutup mata’ terhadap situasi di Gaza dibandingkan dengan yang terjadi di Ukraina," lanjut Deen.
Dampak Terhadap Masyarakat Sipil
Situasi di Gaza yang terus memburuk, dengan serangan yang menyasar kamp pengungsi, fasilitas pendidikan, dan rumah sakit, semakin memperlihatkan betapa tragisnya kondisi yang dihadapi warga sipil. PBB dan organisasi kemanusiaan lainnya telah melaporkan angka kematian dan cedera yang meningkat secara dramatis, namun bantuan dan reaksi yang diterima dari komunitas internasional seringkali sulit untuk dibandingkan dengan yang dialami Ukraina. Hal ini memicu pertanyaan penting tentang keadilan dan kedisiplinan moral dari tindakan negara-negara besar dalam skenario internasional.
Perlunya Perubahan Pendekatan
Dengan kondisi yang semakin tidak menguntungkan di lapangan bagi masyarakat sipil, Deen berpendapat bahwa dunia internasional perlu menelaah kembali pendekatannya terhadap konflik ini. “Penting bagi negara-negara Barat untuk menghadapi kenyataan dan menunjukkan konsistensi dalam penegakan hukum internasional, tanpa memandang bulu atau kepentingan sekutu,” katanya, menekankan pentingnya perpaduan antara kepentingan geopolitik dan hak asasi manusia.
Kesimpulan dan Harapan
Dalam kancah geopolitik yang semakin rumit ini, masyarakat dunia mengharapkan adanya kesatuan dan konsistensi dalam merespons tragedi kemanusiaan, baik di Gaza maupun Ukraina. Dukungan terhadap keadilan dan perlindungan hak asasi manusia harus melebihi kepentingan politik jangka pendek. Di tengah ketegangan yang terus meningkat, harapan akan sebuah pendekatan yang lebih etis dan inklusif pada akhirnya akan membentuk tatanan dunia yang lebih adil dan berkelanjutan di masa depan.