Teknologi

AI Perbesar Badai PHK di Sektor Teknologi, 200.000 Pekerja Terancam Pada 2024

Kehadiran kecerdasan buatan (AI) menjadi sorotan utama dalam perbincangan mengenai masa depan lapangan pekerjaan, terutama di sektor teknologi. Diperkirakan bahwa pada tahun 2024, dampak dari tren ini akan semakin terasa dengan lebih dari 200.000 pekerja yang terancam kehilangan pekerjaan akibat pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dilakukan oleh berbagai perusahaan. Angka ini menjadi peringatan serius bagi banyak pihak, mengingat fenomena gelombang PHK sudah mulai terlihat sejak 2022, seiring dengan meningkatnya investasi di bidang AI.

Menurut situs pelacak PHK, layoffs.fyi, lebih dari 264.000 pekerja sudah mengalami PHK pada tahun 2023, satu peningkatan signifikan dibandingkan dengan jumlah 165.000 pekerja yang kehilangan pekerjaan pada tahun sebelumnya. Data terbaru dari Trueup.io dan BestBrokers menunjukkan bahwa sudah ada 703 pengumuman PHK yang berdampak pada 203.946 pekerja teknologi sejak awal tahun ini saja, dengan sektor yang paling terdampak berada di Amerika Serikat dan Inggris. Di AS, sebanyak 115.257 pekerja kehilangan pekerjaan, sedangkan di Inggris angka tersebut mencapai 3.471 orang.

Penyebab utama dari gelombang PHK ini adalah transformasi yang dipicu oleh adopsi AI secara masif di berbagai perusahaan teknologi. Banyak perusahaan yang kini lebih memilih berinvestasi pada teknologi AI yang dapat meningkatkan efisiensi operasional, alih-alih mempertahankan tenaga kerja yang ada. Hal ini diperparah dengan tantangan ekonomi, seperti kenaikan suku bunga yang memaksa perusahaan-perusahaan teknologi untuk melakukan restrukturisasi agar tetap kompetitif.

Perusahaan besar yang menjadi penyebab utama PHK besar-besaran di sektor teknologi antara lain adalah Dell, Intel, dan Tesla. Dell mengumumkan pemangkasan tenaga kerja sebanyak 18.500 orang sebagai bagian dari upaya restrukturisasi yang berfokus pada pengembangan AI. Tak jauh berbeda, Intel juga memangkas 15.000 pekerja, yang menurut analisis berkaitan dengan kegagalan perusahaan dalam memanfaatkan potensi pasar AI seperti yang ditunjukkan oleh pesaingnya, Nvidia.

Tesla pun mengalami penurunan jumlah karyawan sebanyak 14.000 orang, yang mencerminkan penyesuaian pascapandemi untuk menyesuaikan dengan laju pertumbuhan perusahaan yang lebih berkelanjutan. PHK yang dilakukan oleh Microsoft di tahun 2023 juga berkaitan dengan kemerosotan ekonomi dan munculnya AI, dimana perusahaan ini tengah berinvestasi di OpenAI, pengembang ChatGPT.

Google juga tidak ketinggalan dalam melakukan pemangkasan tenaga kerja, di mana perusahaan tersebut mengurangi 12.000 pekerjaan pada awal tahun 2023. Meskipun tidak semua keputusan PHK dari perusahaan-perusahaan ini dapat langsung dihubungkan dengan kecerdasan buatan, para analis menekankan bahwa ada pergeseran strategis di dalam organisasi untuk fokus pada teknologi yang lebih maju dan efisien.

Kondisi yang semakin mengkhawatirkan ini jadi tantangan tidak hanya bagi pekerja yang bergantung pada visa, tetapi juga bagi seluruh ekosistem tenaga kerja global. Kebijakan ketenagakerjaan yang longgar dan ketergantungan pada pekerjaan di industri teknologi semakin memperburuk situasi bagi para pekerja asing yang harus berjuang untuk mendapatkan izin tinggal jika kehilangan pekerjaan mereka. Para pekerja ini merasakan dampak yang lebih parah dari gelombang PHK, menciptakan kecemasan tersendiri bagi mereka yang berusaha menavigasi masa depan yang semakin tidak pasti.

Dalam konteks yang lebih luas, gelombang PHK ini mencerminkan perubahan paradigma di dunia kerja, di mana kemampuan teknologi baru seperti AI dipandang sebagai solusi untuk mengurangi biaya dan meningkatkan produktivitas. Namun, pergeseran ini membawa konsekuensi sosial yang signifikan, di mana banyak pekerja dengan keterampilan tradisional mungkin tidak memiliki daya tarik yang sama di pasar kerja yang terus berubah.

Para ahli mendorong adanya dialog yang lebih luas mengenai masa depan kerja di era digital dan bagaimana kebijakan pemerintah dan sektor swasta dapat beradaptasi untuk melindungi pekerja yang terdampak. Aspek yang menjadi perhatian utama adalah pentingnya pelatihan ulang dan peningkatan keterampilan bagi para pekerja, agar mereka dapat beradaptasi dengan kebutuhan dan tuntutan industri yang terus berubah. Banyak yang percaya langkah ini diperlukan untuk menghindari krisis lebih lanjut di pasar tenaga kerja global.

Yayasan serta lembaga non-pemerintah juga diharapkan bisa berperan aktif dalam menghadirkan solusi, seperti program-program pelatihan dan kursus yang dapat membantu pekerja beralih ke bidang yang berpotensi lebih stabil dan berkembang pesat di masa depan.

Di tengah pesatnya perkembangan teknologi, tantangan yang akan dihadapi baik oleh para pekerja maupun perusahaan tidak dapat diremehkan. Bagaimana industri teknologi dapat menemukan keseimbangan antara efisiensi dan tanggung jawab sosial akan menjadi kunci dalam menentukan arah dan bentuk dari dunia kerja yang lebih inklusif dan berkelanjutan di era kecerdasan buatan ini.

Redaksi Ilmiah

Ilmiah merupakan situs media online yang menyajikan berita dan informasi terbaru di Indonesia yang paling update.
Back to top button