Publik baru-baru ini ramai membahas mengenai adab yang ditunjukkan oleh Dul Jaelani, putra ketiga Ahmad Dhani dengan Maia Estianty, dalam hal rasa hormatnya kepada kedua kakaknya, Al Ghazali dan El Rumi. Dalam sebuah cuplikan video dari podcast, El Rumi mengungkapkan bahwa adiknya, Dul, memiliki kebiasaan yang menarik: ia selalu mencium tangan setiap kali mereka bertemu. “Si Dul kalau ketemu aku selalu cium tangan loh,” ujar El Rumi, menyoroti betapa istimewanya sikap Dul terhadap keluarganya.
Meskipun ketiga anak itu tidak terpaut jauh dalam hal usia, Dul menunjukkan rasa hormat yang patut diapresiasi kepada kedua kakaknya. Hal ini diungkapkan oleh Dul sendiri yang menjelaskan bahwa kebiasaan tersebut terinspirasi dari sang ayah, Ahmad Dhani. “Ya ini aja kan status ini adek, kebiasaan lihat ayah sih. Ayah kan sering cium tangan gitu kalau ketemu siapa, jadi secara enggak sadar kebawa aja itu,” ungkap Dul. Sikap menghargai dan sopan santun yang ditunjukkan oleh Dul mendapatkan pujian luas dari publik, dan banyak yang merasa terinspirasi oleh adab tersebut.
Kini, mari kita telaah beberapa manfaat luar biasa dari kebiasaan mencium tangan atau salim, yang sudah banyak dikenal dalam budaya kita. Banyak ahli psikologi dan pendidikan yang sepakat bahwa salim tidak hanya sekadar tradisi, melainkan memiliki dampak yang signifikan terhadap perkembangan anak.
Memupuk rasa hormat kepada orang tua adalah salah satu manfaat utama dari kebiasaan mencium tangan. Dengan mengenalkan anak pada perilaku ini sejak dini, mereka belajar untuk menghargai dan menghormati orang tua, serta orang-orang yang lebih tua di sekitar mereka, seperti kakak, nenek, atau bahkan tetangga. Ini menjadi landasan penting dalam membentuk karakter anak yang berbudi pekerti baik.
Mempererat hubungan antara anak dan orang tua juga merupakan keuntungan dari kebiasaan salim. Saat anak mencium tangan orang tua, ini tidak hanya menjadi formalitas, tetapi juga sebagai bentuk komunikasi yang memperkuat ikatan emosional. Hubungan yang erat ini penting untuk perkembangan sosial dan emosional anak, mengingat hubungan yang baik antara anak dan orang tua dapat berdampak positif bagi kesehatan mental anak di masa depan.
Lebih dari itu, salim dapat membantu mendeteksi kondisi anak. Sentuhan fisik yang terjadi saat melakukan salim memungkinkan orang tua untuk merasakan perubahan dalam keadaan anak. Melalui interaksi ini, orang tua dapat lebih peka terhadap kondisi fisik dan emosional anak, serta mengidentifikasi masalah lebih awal.
Kebiasaan mencium tangan juga berkontribusi dalam meningkatkan perkembangan psikososial anak. Hal ini berhubungan dengan kemampuan anak untuk berinteraksi dan berhubungan dengan orang lain. Dengan sering melakukan salim, anak belajar mengenai empati, kasih sayang, dan cara berhubungan yang sehat dengan lingkungan sosialnya.
Selain empat manfaat utama di atas, kebiasaan salim juga bisa berfungsi sebagai pengingat bagi anak akan nilai-nilai yang diajarkan oleh orang tua. Dengan melihat orang tua atau kakak-kakaknya saling menghormati satu sama lain, Dul, Al, dan El tidak hanya belajar etika, tetapi juga menginternalisasi nilai-nilai luhur dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Di era modern seperti saat ini, di mana banyak yang mulai melupakan adab dan etika dalam interaksi sosial, perilaku Dul patut menjadi contoh yang bisa ditiru oleh generasi muda. Dengan mempraktikkan adab mencium tangan, kita tidak hanya menegakkan tradisi, tetapi juga membangun karakter yang kaya akan rasa hormat dan kasih sayang.
Pendekatan ini mendapatkan perhatian luas di kalangan masyarakat, terutama di media sosial, di mana netizen memberikan dukungan dan pujian kepada Dul atas sikapnya yang mengagumkan. Banyak yang berharap agar tradisi tersebut dapat terus dilestarikan dalam keluarga dan masyarakat kita.
Melihat dari perspektif yang lebih luas, mengajarkan anak untuk menghormati orang yang lebih tua dengan cara yang simpel namun penuh makna seperti mencium tangan adalah sesuatu yang memiliki implikasi mendalam. Saat anak melakukan ini, mereka tidak hanya mempraktikkan nilai moral yang baik, tetapi juga membangun fondasi yang kuat bagi hubungan antarmereka di masa mendatang.
Dalam konteks yang lebih luas, adab yang ditunjukkan oleh Dul sebagai penghormatan kepada kakaknya ini seharusnya menjadi inspirasi bagi semua untuk memperkuat hubungan keluarga dan masyarakat dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kesopanan. Setiap tindakan kecil, seperti mencium tangan, bisa menjadi langkah besar dalam menjaga tradisi dan moralitas di tengah arus perubahan zaman yang begitu cepat.
Dengan demikian, menghormati orang tua dan kakak melalui tindakan salim seperti yang dilakukan oleh Dul Jaelani bukan hanya sekadar kebiasaan, tetapi merupakan bagian dari pendidikan karakter yang sangat penting. Ini adalah warisan berharga yang harus terus dipraktikkan dan diajarkan kepada generasi mendatang agar mereka tumbuh menjadi individu yang penuh rasa hormat, empati, dan kasih sayang.