![6 Pernyataan Kontroversial Dharma Pongrekun tentang Covid-19: Dari Konspirasi hingga Farmasi](https://ilmiah.id/wp-content/uploads/2024/10/6-Pernyataan-Kontroversial-Dharma-Pongrekun-tentang-Covid-19-Dari-Konspirasi-hingga.jpg)
Calon Gubernur Jakarta dari jalur independen, Dharma Pongrekun, baru-baru ini menjadi sorotan akibat berbagai pernyataan kontroversialnya mengenai pandemi Covid-19. Dia dikenal lantang mengungkapkan pandangannya di berbagai platform, menuduh adanya konspirasi di balik virus yang telah menjangkit dunia ini. Melalui serangkaian wawancara dan podcast, Dharma menyampaikan enam pernyataan yang mengundang kritik dan perdebatan publik.
Pandemi Covid-19 adalah konspirasi menjadi pernyataan pertama yang menjadi perhatian. Dharma berargumen bahwa pandemi ini adalah hasil dari perencanaan yang sudah dilakukan sejak tahun 2010 oleh Rockefeller Foundation. Dalam salah satu wawancaranya, dia mengatakan, "(Covid-19) sudah direncanakan tahun 2010 oleh Rockefeller Foundation dan disimulasikan tahun 2012, lalu dimainkan tahun 2020 untuk di Indonesia, tapi kalau di luar sudah disosialisasikan tahun 2019 gitu." Poin ini mencerminkan kecurigaan mendalam Dharma terhadap institusi dan teori-teori konspirasi yang berkembang di masyarakat.
Selanjutnya, Covid-19 alat untuk percepatan digitalisasi menjadi pernyataan kedua yang mencuat. Dharma menyatakan bahwa penyebaran wabah ini bertujuan untuk mempercepat program digitalisasi yang akhirnya akan mengarah pada kontrol total masyarakat dunia. Dia meyakini bahwa inisiatif ini bertujuan menciptakan identitas digital sebagai syarat untuk beraktivitas di tempat umum. "Sebagai identitas digital untuk menjadi persyaratan boleh kemana-mana. Itulah yang permainan mereka. Mereka mengendalikan kita melalui sistem," jelasnya, secara tidak langsung menuduh adanya manipulasi besar-besaran di balik respon terhadap pandemi.
Pernyataannya yang lain adalah bahwa Covid bukan singkatan dari Corona Virus. Dharma mengklaim bahwa penyebutan ini seharusnya dipahami sebagai singkatan dari Certificate of Vaccine Identity Digital. "Itulah yang permainan mereka. Mereka mengendalikan kita melalui sistem," katanya, yang menambahkan lapisan ketidakpercayaan terhadap vaksinasi dan langkah-langkah kesehatan masyarakat yang diambil oleh pemerintah.
Berlanjut ke pernyataan keempatnya, Dharma menuduh adanya permainan kotor industri farmasi. Dalam sebuah podcast, dia menegaskan bahwa virus dan vaksin Covid-19 merupakan bagian dari strategi besar industri farmasi untuk memperdaya umat manusia. Ia menyebutkan bahwa semua bangsa disesatkan dengan permainan farmasi ini dan mengaitkannya dengan pengertian bahasa Yunani ‘farmakea’ yang berarti ilmu sihir. "Semua bangsa disesatkan. Hanya dengan permainan farmasi," ujarnya, mengarahkan kritiknya kepada industri yang bergerak dalam sektor kesehatan.
Dharma tidak hanya menolak vaksinasi, tetapi juga menyebut vaksin sebagai berhala. Dia mengungkapkan keyakinan bahwa vaksin yang diwajibkan kepada masyarakat merupakan sesuatu yang dianggapnya tidak sesuai dengan keyakinannya : "Berhala di mata saya berhala di mata Dia. Tuhan marah pada saya… Mereka aja yang nyuruh kita gak bisa menyelamatkan hidupnya." Pernyataan ini menunjukkan penolakannya yang kuat terhadap vaksinasi dari sudut pandang spiritual.
Di debat perdana Pilgub Jakarta, Dharma kembali mempertegas pandangannya dengan berargumen bahwa PCR bukan metode mendeteksi virus. Dia mempertanyakan keabsahan metode tes yang umum digunakan itu dengan mengatakan, "PCR yang dipakai itu bukan untuk mengetes virus, kenapa harus dicolok-colok, kenapa tidak mengambil ludah." Argumennya ini menambah deretan kritik terhadap metode deteksi yang telah diterima secara luas dalam komunitas medis.
Pernyataan-pernyataan kontroversial ini bukan hanya mengundang beragam reaksi dari publik, tetapi juga mencerminkan ketidakpastian dan kekhawatiran yang ada di masyarakat. Sebagian orang mungkin mendukung pandangan Dharma, percepatan digitalisasi dan kontrol yang lebih ketat, sementara yang lain menganggapnya berbahaya dan salah kaprah.
Di tengah situasi ini, para ahli kesehatan dan pemerintah tetap menekankan pentingnya vaksinasi dan pemahaman berbasis bukti atas Covid-19. Dengan adanya pernyataan Dharma, diskusi mengenai pandemi dan langkah-langkah yang diambil terhadapnya menjadi semakin kompleks. Dengan Pilkada yang semakin dekat, pernyataan-pernyataan ini bisa jadi akan memengaruhi keputusan pemilih dalam menentukan calon pemimpin mereka.
Kontroversi ini menyoroti bagaimana pandemi telah memunculkan berbagai opini dan teori, yang tidak jarang menimbulkan perdebatan di antara masyarakat. Di tengah polemik yang ada, fakta dan data ilmiah tetap menjadi hal yang sangat krusial untuk dipahami demi kesehatan masyarakat secara keseluruhan.