Kesehatan

5 Fakta Seputar Gas Air Mata dari Polisi: Benarkah Efeknya Hanya Sementara?

Viral di media sosial baru-baru ini, momen ketika aparat kepolisian Polda Jawa Tengah menggunakan gas air mata untuk meredakan aksi demonstrasi yang dikenal dengan sebutan "Jateng Bergerak" di Semarang. Insiden tersebut memicu reaksi keras dari masyarakat, terutama karena gas air mata tersebut tidak hanya mengenai para demonstran, tetapi juga anak-anak, ibu-ibu, dan masyarakat sipil lainnya yang berada di sekitar lokasi. Kombes Pol Artanto, selaku Kabid Humas Polda Jateng, dalam penjelasannya menyatakan bahwa penggunaan gas air mata tersebut sudah sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP). Menurutnya, gas air mata hanya memberikan efek sementara yang tidak berbahaya dan akan hilang setelah beberapa menit. Namun, benarkah efek gas air mata sesederhana itu?

Pertama, cara kerja gas air mata sangat berbeda dari yang mungkin dipahami oleh masyarakat awam. Meskipun disebut gas air mata, sebenarnya substansi ini berupa bubuk kimia yang disemprotkan ke udara dalam bentuk kabut halus. Gas ini dengan cepat menyebar dan menciptakan awan putih yang menutupi pandangan, memaksa siapa pun yang terjebak di dalamnya untuk mundur. Karena bentuknya yang relatif kecil, gas air mata mudah disembunyikan dan ditembakkan melalui berbagai alat, mulai dari semprotan hingga granat.

Kedua, efek gas air mata langsung terasa dalam hitungan detik setelah paparan. Sensasi terbakar yang tajam pada mata, air mata yang terus mengalir, pandangan yang menjadi buram, serta batuk dan sesak napas adalah beberapa gejala awal yang dialami korban. Apalagi bagi mereka yang memiliki masalah pernapasan, seperti asma, paparan gas air mata dapat menjadi ancaman serius yang memerlukan penanganan medis. Jika korban segera menjauh dari sumber gas, efek tersebut bisa bertahan minimal antara 30 menit hingga satu jam.

Ketiga, dampak jangka panjang dari paparan gas air mata juga patut dicermati. Selain efek seketika, senyawa kimia ini dapat menyebabkan masalah kesehatan yang serius di kemudian hari. Risiko penyakit pernapasan, kerusakan mata yang bisa berujung pada kebutaan, serta luka bakar kimia pada kulit adalah beberapa ancaman yang muncul. Terutama di ruang tertutup atau dalam dosis tinggi, dampak jangka panjangnya bisa mengganggu kesehatan korban secara permanen.

Keempat, pertolongan pertama saat terpapar gas air mata menjadi sangat krusial. Langkah pertama adalah membilas mata dengan air bersih untuk mengurangi rasa terbakar. Selanjutnya, korban harus mandi dan mencuci seluruh tubuh dengan sabun untuk menghilangkan partikel kimia yang mungkin masih menempel. Sangat penting untuk segera mengganti pakaian dan mencuci semua barang yang terpapar, karena partikel kimia ini bisa aktif selama beberapa hari dan berpotensi menyebabkan bahaya lebih lanjut.

Kelima, regulasi mengenai penggunaan gas air mata perlu ditinjau dan diperketat. Di Indonesia, penggunaan gas air mata dalam pengendalian kerusuhan harus dilihat dari dua sisi: meredakan kerusuhan dan juga melindungi kesehatan masyarakat. Kerjasama lintas sektor, termasuk polisi, medis, dan pemerintah, diperlukan untuk menciptakan panduan dan regulasi yang jelas dalam penggunaan senjata ini.

Gas air mata seringkali dianggap sebagai alat yang tidak mematikan, namun kerap kali memberikan dampak yang jauh lebih besar daripada yang diperkirakan. Dari pernyataan Kombes Pol Artanto, yang meremehkan efek gas air mata sebagai sesuatu yang hanya bersifat sementara, muncul sejumlah pertanyaan yang layak untuk diajukan. Bagaimana dengan masyarakat yang tidak terlibat langsung dalam demonstrasi tetapi terkena dampak? Apakah penggunaan gas air mata sudah sepenuhnya sesuai dengan prinsip perlindungan hak asasi manusia?

Perlu dicatat bahwa, meskipun gas air mata dirancang untuk membubarkan kerumunan, dampaknya bisa sangat merusak baik bagi kesehatan fisik maupun psikologis individu. Masyarakat perlu lebih memahami bahayanya, serta pentingnya bersikap bijak dan bertanggung jawab dalam penggunaan senjata pengendalian kerumunan.

Dalam menghadapi potensi penggunaan gas air mata di masa depan, pengetahuan mengenai cara memberikan pertolongan pertama harus dimiliki oleh semua orang. Dalam situasi darurat, informasi yang tepat bisa menjadi penentu antara keselamatan dan risiko kesehatan yang lebih serius. Selalu penting untuk terus mendorong diskusi dan tindakan yang lebih adil terkait dengan kebijakan penggunaan gas air mata, agar situasi serupa tidak terus berulang dan masyarakat tetap terlindungi.

Redaksi Ilmiah

Ilmiah merupakan situs media online yang menyajikan berita dan informasi terbaru di Indonesia yang paling update.
Back to top button