Dunia

40.000 Orang Tewas di Gaza, Komisioner HAM PBB Sebut Israel Langgar Aturan Perang

Jenewa: Komisioner Tinggi Komisi Hak Asasi Manusia PBB, Volker Turk, mengungkapkan keprihatinannya yang mendalam terhadap situasi di Gaza, di mana lebih dari 40.000 warga Palestina telah dilaporkan tewas akibat serangan Israel selama sepuluh bulan terakhir. Pernyataan tersebut menggambarkan tragedi kemanusiaan yang sedang berlangsung dan konsekuensi serius dari konflik yang berkepanjangan di wilayah tersebut.

Dalam pernyataannya pada 15 Agustus, Turk menuduh militer Israel melanggar "aturan perang", menyoroti dampak signifikan yang dialami oleh warga sipil, dan menyatakan bahwa proporsi tinggi dari korban tersebut adalah perempuan dan anak-anak. Kementerian Kesehatan di Gaza, yang dikelola oleh Hamas, menyatakan bahwa jumlah korban tewas akibat konflik ini telah mencapai 40.005, dengan lebih dari 92.401 orang terluka. Sayangnya, data yang disampaikan tidak memisahkan antara korban sipil dan militan, menciptakan tantangan dalam memahami sepenuhnya dampak dari pertempuran ini.

“Hari ini menandai tonggak sejarah yang suram bagi dunia. Masyarakat Gaza kini berduka karena 40.000 nyawa warga Palestina melayang,” ujar Turk, menggarisbawahi kedalaman penderitaan yang dialami oleh penduduk Gaza. Ia menambahkan bahwa kekerasan yang berkelanjutan ini disebabkan oleh kegagalan berulang kali dari Pasukan Pertahanan Israel (IDF) dalam menghormati aturan perang internasional.

Kerusakan besar pada infrastruktur sipil, seperti rumah, rumah sakit, sekolah, dan tempat ibadah, menjadi isu lain yang disoroti oleh Turk. Hal ini mengindikasikan bahwa dampak dari serangan militer jauh melampaui angka korban jiwa, dengan banyaknya warga yang kehilangan tempat tinggal dan akses terhadap layanan dasar. Turk menyatakan bahwa pihaknya telah mendokumentasikan pelanggaran serius terhadap hukum humaniter internasional, baik oleh militer Israel maupun oleh kelompok bersenjata Palestina, termasuk Hamas.

Situasi di lapangan semakin mendesak adanya gencatan senjata. Turk menyerukan agar proses tersebut segera diterapkan, bersama dengan pembebasan para sandera Israel yang ditahan di Gaza serta warga Palestina yang ditahan secara sewenang-wenang. Negosiasi gencatan senjata dilaporkan tengah berlangsung di Qatar, menciptakan harapan bagi penyelesaian konflik yang telah melukai banyak pihak ini.

Perang ini dipicu oleh serangan Hamas yang belum pernah terjadi sebelumnya pada 7 Oktober, yang mengakibatkan 1.198 orang tewas di wilayah selatan Israel, mayoritas di antaranya adalah warga sipil, menurut data resmi Israel. Selain itu, Hamas juga dilaporkan menculik 251 orang, dengan 111 di antaranya masih ditahan di Gaza, termasuk 39 orang yang menurut militer Israel telah tewas. Kejadian ini menjadi pengingat akan kompleksitas dan kedewasaan dari konflik yang terus berlanjut.

Menanggapi pernyataan Turk, misi Israel di Jenewa menuduh kantor PBB tersebut “sekali lagi menyebarkan propaganda Hamas.” Mereka menegaskan bahwa selama hampir dua dekade, Hamas telah mengubah Gaza menjadi benteng teroris dan menggunakan strategi yang memanfaatkan warga sipil untuk menutupi tindakan mereka. “Nyawa yang hilang di kedua belah pihak adalah kemenangan bagi Hamas. Pernyataan hari ini hanya akan menguatkan Hamas dan mendorong mereka untuk melanjutkan kampanye disinformasi mereka,” ujar pernyataan itu.

Di tengah eskalasi konflik ini, suara-suara dari masyarakat internasional semakin mendesak untuk langkah-langkah nyata dalam menciptakan kedamaian. Komisi HAM PBB menekankan bahwa situasi di Gaza memerlukan perhatian serius dari dunia, dan pelanggaran hak asasi manusia harus segera ditangani. Keberadaan proses diplomatik yang berjalan, khususnya di Qatar, menunjukkan bahwa masih ada harapan untuk menemukan solusi damai bagi rakyat di kedua belah pihak.

Konflik ini terus menyisakan luka mendalam bagi masyarakat Gaza. Jumlah korban yang terus bertambah dan kerusakan yang luas membuat situasi kehidupan sehari-hari semakin sulit bagi mereka. Turk menekankan bahwa masyarakat internasional harus bersatu dan menuntut akuntabilitas serta perlindungan hak asasi manusia demi menghentikan siklus kekerasan yang tidak berujung.

Dalam pandangan yang lebih luas, pernyataan ini juga merefleksikan tantangan yang dihadapi oleh lembaga-lembaga internasional dalam memberikan peringatan dan mendorong tindakan terhadap pelanggaran yang terjadi. Tuntutan untuk gencatan senjata dan dialog yang konstruktif mungkin menjadi satu-satunya jalan untuk mengurangi penderitaan tak berujung yang dialami oleh sebanyak 40.000 jiwa yang kini kehilangan harapan dan masa depan.

Dalam situasi yang menyentuh kemanusiaan ini, perhatian global dan upaya kolaboratif untuk menciptakan kedamaian dan perdamaian di wilayah tersebut sangat penting. Ke depan, semua pihak harus bersedia menjadikan dialog sebagai cara untuk menyelesaikan perbedaan, agar tragedi serupa tidak terulang di masa depan.

Redaksi Ilmiah

Ilmiah merupakan situs media online yang menyajikan berita dan informasi terbaru di Indonesia yang paling update.

Artikel Terkait

Back to top button