Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, baru saja mengecam dengan tegas keberadaan negara-negara yang dianggap bersekutu dengan Rusia, khususnya Iran dan Korea Utara, dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB di New York. Dalam kesempatan itu, Zelensky menyatakan bahwa Rusia tidak akan dapat mencapai perdamaian dan mengakhiri agresi tanpa adanya tekanan dari kekuatan internasional. Pernyataan ini datang di tengah situasi geopolitik yang semakin kompleks, di mana dukungan dan kolaborasi antar negara menjadi sangat penting dalam konteks konflik di Ukraina.
Zelensky, yang hadir dalam sesi khusus Dewan Keamanan PBB mengenakan seragam militer, mengungkapkan pandangannya bahwa Moskow tidak menunjukkan itikad baik dalam upaya dialog damai. "Kami tahu beberapa orang di dunia ingin berbicara dengan (Presiden Rusia Vladimir ) Putin," ujarnya, merefleksikan ketidakpahaman terhadap keinginan beberapa pihak yang masih percaya pada kemampuan diplomasi dengan pemimpin Rusia tersebut. Menurut Zelensky, harapan tersebut adalah sebuah "kegilaan", ketika yang dibutuhkan saat ini adalah tekanan untuk memaksa Rusia berdamai.
Selama sesi tersebut, Zelensky menjelaskan bahwa pasokan senjata dari Iran dan Korea Utara kepada Rusia bukan hanya kelalaian, tetapi merupakan bagian dari kolusi dalam konflik yang sedang berlangsung. Ia menggarisbawahi bahwa laporan intelijen Barat menunjukkan adanya pengiriman rudal jarak pendek oleh Iran kepada Rusia, yang berpotensi mengancam lebih banyak jiwa di Ukraina. "Rusia tidak punya alasan yang sah, sama sekali tidak ada, untuk menjadikan Iran dan Korea Utara sebagai kaki tangan de facto dalam perang kriminalnya di Eropa," tegasnya. Dengan nada marah, ia menambahkan bahwa senjata-senjata tersebut berujung pada pembunuhan warga sipil Ukraina.
Dalam konteks pertemuan, Zelensky juga mengkritik pendekatan negara-negara yang terlalu percaya pada upaya diplomasi dengan Rusia. "Rusia hanya dapat dipaksa untuk berdamai, dan itulah yang dibutuhkan," ungkapnya. Dengan keyakinan tinggi, Presiden Ukraina menekankan bahwa kekuatan kolektif dari negara-negara yang mendukung Ukraina memiliki peran penting dalam menyudahi konflik ini.
Pembicaraan ini juga tidak lepas dari perhatian dunia, terutama menjelang kunjungan Zelensky ke Washington untuk bertemu dengan Presiden AS Joe Biden. Kunjungan ini diharapkan menjadi momentum untuk menyampaikan rencana yang disebut Zelensky sebagai "rencana kemenangan" bagi Ukraina. Pertemuan ini menjadi semakin penting mengingat periode pemilihan umum di AS, di mana muncul keraguan dari beberapa calon presiden, seperti dari Partai Republik, tentang kelanjutan dukungan Amerika Serikat kepada Ukraina. Dalam konteks ini, Zelensky perlu meyakinkan Biden dan pihak-pihak lainnya mengenai pentingnya dukungan tersebut bagi keamanan di Eropa dan stabilitas internasional.
Keberlanjutan dukungan militer dan finansial dari Amerika Serikat menjadi persoalan krusial. Banyak yang berpandangan bahwa dengan mengurangi dukungan, akan membuka peluang bagi Rusia untuk melanjutkan agresi tanpa takut akan konsekuensi. Dalam pernyataannya, Zelensky menegaskan bahwa negara-negara yang mendukung Ukraina memiliki tanggung jawab moral untuk terus berjuang demi keadilan dan kedaulatan negara yang terancam.
Zelensky juga meminta komunitas internasional untuk tidak melupakan dampak perang ini kepada masyarakat sipil. Ribuan orang Ukraina telah kehilangan nyawa, sementara banyak yang terpaksa mengungsi dari rumah mereka. Dalam konteks ini, pernyataan tegas Zelensky di Dewan Keamanan PBB seharusnya direspons secara serius oleh semua negara anggota.
Dalam perkembangan terbaru, situasi di Ukraina tetap dinamis, dan kontribusi dari negara-negara sekutu dianggap vital untuk menjaga momentum pertahanan. Menerima kenyataan bahwa Rusia tidak akan menghentikan agresinya secara sukarela, banyak pengamat memperkirakan bahwa perubahan pendekatan diplomatik mungkin diperlukan oleh negara-negara Barat.
Situasi ini diharapkan akan mendorong negara-negara anggota Dewan Keamanan PBB untuk berpikir lebih luas mengenai kerjasama internasional dalam mengatasi tantangan yang ditimbulkan oleh perilaku agresif Rusia. Sebuah konsensus global diperlukan agar keberlangsungan kerja sama ini bisa terjaga, serta juga untuk mencegah negara-negara lain mengikuti jejak Rusia dalam melanggar hukum internasional.
Sebagai catatan akhir, pernyataan Zelensky di PBB bersifat provokatif sekaligus reflektif, menunjukkan bagaimana situasi geopolitik dapat mempengaruhi arah kebijakan luar negeri berbagai negara. Dengan pertemuan penting yang akan segera berlangsung di Washington dan kehadiran perwakilan global lainnya dalam pertemuan PBB, saat ini adalah waktu yang krusial untuk menggalang dukungan dan mengevaluasi kembali strategi untuk memastikan keamanan global dan perdamaian jangka panjang.