Gaza: Kematian Yahya Sinwar, pemimpin Hamas yang dianggap sebagai arsitek serangan besar-besaran pada 7 Oktober 2023, menandai fase baru dalam konflik berkepanjangan antara Israel dan Palestina. Sinwar tewas dalam operasi militer Israel di Gaza, menyebabkan reaksi beragam di kalangan pemimpin regional, termasuk di Iran dan kelompok Hizbullah di Lebanon.
Kematian Sinwar dan Dampaknya
Yahya Sinwar, yang baru saja diangkat sebagai pemimpin tertinggi Hamas setelah pembunuhan Ismail Haniyeh di Teheran bulan Juli lalu, ditemukan tewas dalam baku tembak di Gaza Selatan. Sinwar diketahui bersembunyi di jaringan terowongan bawah tanah milik Hamas yang telah ada selama dua dekade. Dalam video yang dirilis oleh militer Israel, terlihat seseorang yang mereka klaim sebagai Sinwar berada di dalam sebuah bangunan yang hancur. Meski Hamas belum memberikan pernyataan resmi, sumber dari dalam kelompok tersebut mengonfirmasi kematian Sinwar.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyatakan dalam keterangannya bahwa meskipun kematian Sinwar merupakan pencapaian signifikan dalam perjuangan melawan Hamas, Israel masih akan melanjutkan serangan militer hingga semua sandera yang dipegang oleh Hamas dibebaskan. "Kami akan terus maju dengan kekuatan penuh hingga semua orang yang kamu cintai, yang kami cintai, kembali ke rumah," ujarnya, menegaskan komitmennya kepada keluarga para sandera.
Reaksi Internasional dan Harapan Gencatan Senjata
Pasca-kematian Sinwar, reaksi dari pemimpin Barat menunjukkan harapan untuk adanya gencatan senjata. Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, menghubungi Netanyahu untuk mengucapkan selamat atas pencapaian ini, menilai bahwa kematian Sinwar bisa membuka jalan bagi akhir konflik di Gaza dan membantu pembebasan sandera. Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Matthew Miller, menyatakan bahwa penghalang utama untuk mengakhiri perang kini telah dihilangkan, meskipun belum jelas apakah pemimpin pengganti Sinwar akan bersedia untuk melakukan gencatan senjata.
Namun, di tengah harapan ini, Iran dan Hizbullah justru menunjukkan semangat yang semakin menguat untuk melawan Israel. Iran dalam sebuah pernyataan di PBB mengungkapkan bahwa "semangat perlawanan akan semakin kuat" setelah kematian Sinwar. Hizbullah juga mengumumkan bahwa mereka telah memasuki fase baru dalam konfrontasi dengan Israel, menandakan bahwa meskipun satu pemimpin jatuh, perlawanan terhadap Israel akan terus berlanjut.
Keluarga Sandera: Perasaan Belum Ada Keadilan
Sementara Israel merayakan pencapaian ini, keluarga para sandera merasakan ketidakadilan. Avi Marciano, yang kehilangan anak perempuannya, Noa, merasa bahwa meskipun kematian Sinwar dapat dianggap sebagai langkah maju, "tidak ada kenyamanan" selama sandera lainnya masih di tangan Hamas. Pidatonya mencerminkan perasaan banyak keluarga yang menunggu kepulangan sanak mereka.
Seorang pengungsi Palestina dari Khan Younis, Thabet Amour, menegaskan bahwa perjuangan rakyat Palestina akan terus berlanjut meskipun Sinwar telah tewas. "Perlawanan ini tidak akan berhenti hanya karena satu orang terbunuh," kata Amour, menegaskan bahwa kematian Sinwar tidak akan menghentikan semangat perjuangan mereka.
Persiapan Israel untuk Merespon Serangan di Lebanon
Kematian Sinwar juga memicu peningkatan ketegangan di wilayah sekitarnya. Israel telah meluncurkan kampanye darat di Lebanon dan bersiap untuk merespons serangan rudal yang dilancarkan oleh Iran, sekutu Hamas dan Hizbullah. Tindakan ini menunjukkan bahwa meskipun pemimpin Hamas baru saja tewas, konflik di kawasan itu masih jauh dari kata selesai.
Beberapa analis politik memprediksi bahwa konflik ini akan semakin meluas, seiring dengan meningkatnya dukungan dari Iran terhadap kelompok-kelompok militan di wilayah tersebut. Situasi ini dapat memperburuk ketegangan yang telah ada selama lebih dari satu tahun, di mana kekerasan dan pertempuran antara Israel dan kelompok-kelompok bersenjata di Gaza dan Lebanon semakin meningkat.
Simpulan Tanpa Kesimpulan
Kematian Yahya Sinwar, meskipun merupakan pukulan berat bagi Hamas, tampaknya tidak akan menghentikan siklus kekerasan di kawasan tersebut. Reaksi dari Iran dan Hizbullah menunjukkan bahwa dukungan bagi perlawanan terhadap Israel masih sangat kuat. Sementara banyak yang berharap bahwa ini adalah momen untuk mengakhiri konflik, pernyataan dari berbagai pihak menunjukkan bahwa jalan menuju perdamaian masih panjang dan penuh dengan tantangan. Sebagai penyakit yang telah berlangsung lama, penyelesaian konflik Israel-Palestina membutuhkan lebih dari sekadar kematian seorang pemimpin.